Rabu, 30 Maret 2011

Kaule, Sikep dan Menak

Yogyakarta (Sasak.Org) Saya sudah lama menunggu orang yang bisa menegaskan sebuah sikap tentang keberadaan menak Sasak.Kita sering keliru mengindetifikasi orang yang menggunakan nama tertentu sebagai menak. Menak adalah istilah kuno untuk menyebut borjuis. Bourgois dari bahasa Latin Burgus artinya puri, benteng atau kota yang dikelilingi tembok. Ada pula yang menyebutnya sebagai kapitalis. Selain itu ada lagi istilah petit bourgois (borjuis kecil) untuk menyebut orang dari kelas menengah yang konservatif. Borjuis itu timbul pada abad pertengahan di Eropah.

Orang orang yang tinggal di puri adalah orang yang memiliki kekuasaan terbatas dengan kontrol atas tanah dan bisnis tertentu. Sekumpulan orang orang dari berbagai puri yang saling menikahi anggota keluarganya menjadi besar dan mulailah kapitalisme. Seiring membesarnya kekuasaan dan bisnis, mereka merekrut para pekerja dari wilayah sekitarnya. Ketika perkembangan dunia mulai melesat dengan pelayaran luas, mereka inilah yang menjadi dalang perbudakan dan kolonialisme, atau setidaknya penyandang dana.

Lombok adalah sebuah tempat yang boleh dikatakan metroplis zaman dahulu. Semua Bangsa datang dan pergi. Orang pertama adalah nenek moyang bangsa Nusantara seperti bangsa Mentawai, Lubu, Negrito dsb. Kemudian dari Hindia Belakang atau sekarang China Selatan dan utara Laos. Itulah sebabnya kita memiliki kosa kata dari bahasa Khmer yang dahulu merupakan bahasa berpengaruh dan sumber bahasa lain di Asia Tenggara daratan. Orang Sasak adalah satu satunya yang mengatakan ” NYAMPAH” yang berati Sarapan, makan pagi. Kata itu berasal dari bahasa Khmer ” Nyam bai” dibaca [nyampeui] yang artinya makan nasi. Bangsa Tambora yang musnah oleh letusan gunung Tambora tahu 1815 itu adalah pemakai bahasa yang bertalian dengan Bahasa Khmer. Kata Sasak lain adalah Aox, yang bersal dari Hao, dalam bahasa China. Kemudian datanglah bangsa bangsa lain dari daratan India dan Jawa. Pada abad ke IX, orang Buddha sudah hidup di Lombok. Sejak adanya pelayaran antar benua makin ramailah orang asing datang ke Lombok, mula mula Bangsa Persia, kita mengambil istilah mereka Baix/ Baiq yang berarti tuan. Kini banyak orang Asia tengah dan Selatan masih menggunakan nama itu. Lihat tokoh pendiri Ahmadyah, banyak menggunakan Beig dibelakang namanya. Sebagai warisan Persia orang Sasak tradisonal sampai tahun 80an masih menyimpan gambar buraq. Kalau di Sumbar dan Jambi masih ada upacara tabuik sebagai sisa tradisi Persia/Syiah.

Setelah Masuknya bangsa Eropah, Lombok semakin ramai dan terus menerus mendapat pengaruh dari berbagai bangsa. Orang Tegis (Portugis), kemudian Melage ( Spanyol) lalu Inggres dan Kulande (Belanda) masing masing memberi warna pada bangsa Sasak. Namun yang paling besar pengaruhnya dalam kebudayaan adalah Bali dan Jawa. Setelah masa Jawa dan Bali itulah kita mengenal Menak. Ketika semua penjajah sudah pergi setelah perang Lombok, sebagian orang Menak yang biasa bekerja pada penjajah itu, mendapat kesempatan menggantikan kedudukan penjajah. Maka oknum oknum yang menyebut diri menak bertindak sebagai borjuis baru. Mereka tidak tahu bahwa di Jawa sudah tidak ada Menak sesudah matinya Menak Jinggo. Yang ada hanya di dalam wayang dengan sebutan Wong Menak untuk Jayengrane atau Amir Hamzah. Jayengrane artinya Panglima Perang dan Amir Hamzah adalah salah satu tokoh penyebar Islam. Jadi mengapa ada orang Sasak mengelitkan diri dengan sebutan Menak?. Akibat kelakuan oknum menak yang mengundang penjajah maka warga lain mengambil sikap dan jarak. Orang yang dengan sadar dan demi cintanya pada bangse Sasak itu keluar dari “puri puri” mereka dan menyatu dengan masyarakat banyak, Mereka itu adalah para kesatria tulen Bangse Sasak dan menyebar di seantero Gumi Paer dengansebutan SIKEP atau KAULE!. Sikep dan Kaule ini adalah orang yang militan dalam menjaga harkat martabat bangsa Sasak dari dahulu sampai sekarang. Kini oknum oknum yang menjual menak masih banyak sekali. Mereka mempersulit masyarakat dengan berbagai adat yang menjadi ajang bisnis kalangan tertentu namun mencekik rakyat jelata. Para Sikep dan Kaule nampaknya kalah kekuatan dan suara, meskipun sampai lelah berjuang dan bicara.

SIKEP artinya, orang yang sangkep. Sangkep artinya berkumpul untuk mempersenjatai diri, baik secara fisik maupun rohani. Para Sikep ini menurunkan Ulama yang disebut Tuan Guru pada zaman sekarang. Namun tidak semua TG adalah Ulama, karen banyak Ulama su’ yang menjual ayat untuk cari makan. SIKEP memiliki ciri khas, tunduk, berani, terbuka dan bersahaja. Dsiplinnya luar biasa karena ia adalah manusia dengan integritas tinggi. Ia tahu apa yang diinginkan dan ia yakin akan kebenaran. KAULE adalah Sikep yang terjun langsung dimasyarakat bawah, akar rumput. Ia tidak menampakkan perbedaan apapun, ia duduk, berdiri dan makan sama dengan masyarakat jelata, tapi ia membawa angin perubahan untuk memajukan anak bangsanya.

Adakah yang masih mau menjaga nilai SIKEP dan KAULE itu?. Mari kita bersama sama bersatu padu, mengangkat bangsa Sasak. Kita bicara kepada pejabat, pemimpin dan ulama agar mereka mengambil langkah untuk menerapkan prinsip prinsip seorang Sikep dan Kaule dalam menjalankan tugasanya. Kita ingatkan bahwa apa yang terjadi saat ini, dimana banyak orang yang berani memangku jabatan tetapi lupa amanahnya mengemban amanat penderitaan rakyat Lombok, agar berhenti sejenak dan berfikir, apakah yang telah ia lakukan untuk anak bangsanya?.

Kisah menara Babel yang gagal mencapai langit bukanlah karena para insinyur dan tukangnya tidak saling mengerti bahasa, tetapi jauh lebih parah dari itu, bahwa mereka tidak saling mengerti apa dan siapa mereka. Masing masing berjalan menuruti nafsunya sendiri. Yang satu menaruh diri begitu tinggi dan mengabaikan akar rumput, maka ketika tiba waktunya melakukan pekerjaan besar, jurang pemisah begitu lebar dan kita bersama sama jatuh berjumpalitan kedalam jurang itu tanpa ampun.

Bangsa Sasak adalah bangsa multi segalanya, tradisi indah karena akulturasi semua peradaban dunia masuk. Rupa kitapun beraneka, ada banyak yang serupa dengan orang Timor, Sumbawa, Mbojo, Bali, Jawa, Sunda dan Bugis bahkan Cina dan Arab. Kamajuan kita bersama akan tercapai bila kita terbuka seperti nenek moyang kita yang menerima segala rupa bangsa untuk hidup di gumi paer ini. Banyak orang dari bangsa lain, setelah lahir dan besar disana, jadi cinta dan mengaku bangsa Sasak. Tentulah harus demikian karena dimanapun kita berada ini adalah bumi Tuhan. Sasak diasporpun sangat pandai menyesuaikan diri diseantero jagad ini.
Mari kita mulai langkah baru dengan mengedepankan ciri seorang Sasak Sikep dan Kaule yang sejatinya.

Wallahualambissawab

Demikian dan maaf
Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP

Tidak ada komentar: