Jumat, 06 Maret 2009

Sasak Yang Fitri

[Sasak.org] Rabu, 01 Oktober 2008 01:00
Bila siang telah tiba dimanakah gerangan adanya malam? Tanya tokoh kita kepada guru ngaji di santren kami.

Kemarin si Mosot mengirmkan SMS untuk lebaran, dia tuliskan kepadaku bahwa bumi dan langit menangis karena ramadan telah habis…
Aku lalu menjawab bahwa aku tak berduka atas habisnya bulan ramadan, karena ramadanku adalah seumur hidupku, oleh karenanya biarkan aku terus seperti saat puasa jangan ganggu kesabaranku, jangan kurangi kejujuranku serta jangan usik profesionalismeku. Maapkan daku semeton yang kukasihi.

Kalender tanggal setiap bulan, maka kita menyebutnya tanggalan, seperti daun yang menguning dan luruh, tak ada yang khusus soal itu. Tetapi proses dan pengertian serta penghayatan kita atas sebuah peristiwalah yang penting. Ramadan adalah salah satu titik dimana kita harus melaksanakan salah satu dari sedikit kewajiban atas badan kita dan atas jiwa kita. Tapi ia bukan yang paling utama dari semua yang utama.

Islam berdiri kokoh karena adanya pondasi yang kuat yaitu syahadat, shalat adalah tiang tiang yang tinggi dan kuat, zakat adalah lantai yang kuat, luas dan indah, puasa adalah dinding yang membatasi ruang kita dan haji adalah atap yang menjulang dengan hiasan berkilau sehingga tampaklah bagai mercu suar di tengah samudera yang berkabut sekalipun.

Islam kita yakini turun sejak Nabi Adam AS, membawa kasih sayang kepada semua makhluk. Dalam format yang paling arkaik sekalipun, sebuah tradisi sebenarnya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT. Kita turun ke bumi ini, yaitu salah satu syurga kecil, dimana kita diajak untuk bertamasya bersenang senang sebelum kita mencapai tujuan sebenarnya.

Dari manakah kita berasal? Nabi Ibrahim AS mengajarkan kita tentang pencarian identitas diri, 2000 tahun sebelum Isa Almasih. Orang arang yang hidup dimasa itu berkelana sampai ribuan kilometer bahkan ada yang mencapai nusantara pada akhirnya. Jarak dan waktu yang terpisah begitu panjang membuat manusia mengalami distorsi informasi termasuk keyakinan yang memudar. Lambat laun jawaban atas pertanyaan itu dimaterialisasikan dalam bentuk Linggam dan Yoni. Kita mengenal agama itu sebagai agama alam, para penyembah falus alias batu tegak. Tradisi yang berarti tra, melalui dan dici, kata. Aduhai … semua berasal dari kata dan bila ada kesalahan akan butuh waktu ribuan tahun untuk mengakui dan memperbaikinya.

Beruntungnya menjadi muslim adalah bahwa kita diwajibkan membaca dan menempatkan ilmu pengetahuan pada tingkat tertinggi. Tradisi mencari ilmu membawa kita pada pengertian ketauhidan yang menggali keberadaan Sang Khalik. Tetapi keterbatasan kemanusiaan kita menghalangi pencarian yang tiada batas itu. Keterbatasan inilah membuat kita memilah milah segala sesuatu dan berkutat pada satu titik yang kita
anggap paling pas untuk kita amati kita geluti dan kita nikmati.

Kelima pilar islam kita pisah pisah entah sejak kapan, sehingga kita gegap gempita manakala lebaran tiba, padahal kita setiap hari merayakan kemenangan membangun pondasi yang terus diperbaharui lewat shalat 5 waktu dan zakat serta sedakah yang bagaikan napas kita yang kita tarik dan hembuskan….

Demi menjaga keseimbangan, kita harus mengatur pola makan dengan berpantang, tapi kita sukanya hanya kalau ramai ramai. Ketika kita lalai maka bukan lagi niat awal yang terjaga tetapi segala kepentingan lain menunggangi pelaksanaan ritual kita. Tidak lagi hanya karena Allah tetapi karena ada bisnis besar yang harus dikembangkan dibesarkan dan dinikmati.

Kita bersandiwara menangisi ramadan yang habis, padahal matahari tak pernah pergi, pantat bumilah yang berputar, semetara kita yang bersembunyi disitu ikut berputar dan serta merta mengatakan hari telah berganti, mudah sekali kita menuduh orang lain, kita yang berputar berbalik arah lantas kita katakan orang lain menghilang.

Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi…. jangankan waktu, bahkan yang lebih jauh dari ujung hidung kita, dianggap tidak ada. Waktulah yang mengambil segalanya dari kita. Maka aku katakan padamu bahwa aku tak percaya kepada nasib, aku tak percaya kepada sesuatu kebetulan apalagi yang namanya bakat, tak aku perhitungkan sama sekali. Karena hal hal semacam itu membuat kita jadi makin bodoh.

Betapa banyaknya kita telah membuang waktu tanpa mengisinya dengan perayaan atas kemenangan kita yang telah ikut dalam paket pariwisata di syurga kecil bernama bumi ini. Kita diperintah menebar rahmatan lil alamin, tapi kita asyik menghitung duit keuntungan dari berniaga baik dengan halal atau haram. Kita lupa membagikan rahmah itu kepada tangan tangan lemah para pedagang garam yang datang setiap bulan melepas serantang garamnya tanpa pernah menyebut harga sekalipun. Kita lupa berbagi kepada pengemis yang setia datang tiap minggu dan bersimpuh membaca doa yang lebih panjang dari imam manapun. Kita abaikan saudara kita yang datang dari jauh yang berjalan menembus terik matahari karena mereka hanya dapat membawa hasil bumi berupa ketela, jagung yang bagi kita terlalu murah dan mudah didapat tanpa bersusah payah. Kita lupa bahwa kita bertumbuh jadi dewasa karena tiap orang di dasan kita berperan langsung dalam menjaga kita selain ibu bapak dan handai tolan sekalian.

Orang orang datang hendak menebar rahmah dari Rabnya, tapi kita menutup hati dan senyuman tak dapat terbit diwajah kita. Ketika semua dihitung dengan memisah misah hari, ketika tiap keringat kita hitung atas jasa kerja keras kita, maka kita merasa pantas untuk bermewah mewah, meskipun sehari saja yang kita anggap paling raya diantara semua hari. Celakalah orang yang shalat….

Kita adalah makhluk langit yang dikirim Allah untuk mengalami apa yang disebut dunia, bukan sebaliknya, sebuah perjalanan wisata yang singkat saja.
Hidup adalah usaha mencapai tempat dimana semua dimulai.
Menyayangi adalah berusaha mencapai tempat tiada batas.
Rasakan semua kata katamu dengan kasih sayang.
Ucapakankan pikiranmu dengan harapan.
Renungkankan apa yang kau pikirkan dengan keyakinan.
Laksanakan apa yang jadi kewajibanmu dengan cinta.
Kasih sayang kita temukan dalam peri kehidupan.
Perikehidupan sejati kita temukan dalam kasih sayang

Ya Allah Ya Rabbi, ampunilah segala dosa anak manusia, yang lalai setelah berbaiat atas NamaMu.

Wallahualam bissawab
Demikian dan maaf

Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP
Idul Fitri 1429 H

Sasak Angin Alus

[Sasak.org] Sabtu, 01 November 2008 01:00
Saya pernah mendengar lagu angin alus dalam film TV anak anak yang digarap Garin Nugroho. Musisi yang menyusun kembli partitur lagu anak bangsa Sasak itu seperti mengetahui, mersakan dan memahami syair yang melehkan air mataku lebih deras dari kisah manapun.

Sewaktu kami masih merasa bahwa engkau adalah aku dan aku adalah engkau, kami menembangkan salawat di santren santren, kami menembangkan angin alus disawah dan rau. Celilong terhampar disudut
dangau dan seruling terselip diantara pengapit atap ilalang. Angin alus yang memebelai wajah kami sepanjang waktu baik tidur atau terjaga adalah rahmah dari Allah Rabbal Alamin. Angin itu bersenandung bersama aliran air diselokan selokan kecil dan nyayian brung kuwak kiau yang menari di pokok papaya dan pisang batu.

Kami bangsa Sasak tak pandai menulis kisah apalagi babad. Kami tidak pandai tapi bukan manusia pandir. Kami melewatkan pendidikan melalui alam dan tetua kami. Kecintaan kami pada ilmu sangat tinggi tapi alam yang murah membuat kami enggan pergi menjauh, cukuplah rahmah melimpah ini kami jaga dan pelihara dengan rasa cinta dan sukaria.

Kami tak punya kitab seperti Maha Barata atau Ramayana, tapi kami punya lelakax atau kekayax. Lelakax berarti lekax atau jalan dan kekayax berarti kaya atau kaye yaitu kasihan. Lelakax adalah tembang yang mengisahkan suatu perjalanan hidup dan kekayax adalah kisah cinta baik cinta kepada sesama dalam arti luas maupun cinta asmara.

Angin Alus sperti halnya tembang kuno dibanyak tempat di dunia ini, tak diketahui persis siapa komposernya. Ia adalah nyanyian hati setiap anak bangsa Sasak. Tembang ini sangat singkat dalam bait sederhana tetapi ia adalah kitab kuno sekelas Mahabarata yang tak pernah selesai ditulis sampai kapanpun. Meskipun kami sudah makin termajinalkan kami tetap setia menembangkan nyanyian ini. Siapakah yang pernah mendengar tetangganya berkata engkau adalah aku dan aku adalah engkau? Entah sudah berapa lama, tak pernah sekalipun aku dengar orang berkata demikian, kecuali beberapa gelintir manusia yang welas asih kepadaku.

Aduh anakku mas mirah…. Siapakah yang yang dipanggil dengan sebutan yang tiada banding itu. Oh Pengeran Inax, katakana kepadaku anak yang mana yang sehebat itu?. Apa yang telah dilakukan kepadamu Pengeran Inax?

Buax ate kembang mata…. Sudah kau muliakan dia, masih juga kurang, bahkan kau butakan matamu dan kau simpan dalam hatimu, aduhai…anak yang beruntung itu ada dimana gerangan berada.

Kelepangne isix angin….Kasihan engkau Pengeran Inax, sudah kau banggakan dan bahkan kau sembah tapi dia pergi entah kemana. Nayanyian seorang ibu yang meyayat hati, yang ditinggal anaknya pergi, ntah berapa ribu tahun ibuku, ibumu dan ibu pertiwi menangisi kehilangan anaknya yang dibanggakan dan disembah itu.
Berembe bae side dende jangke ngene….
---------------------------------------------
---------------------------------------------
laun bedait malik ---------------------------

Penyesalan atas perpisahan dan doa tulus dari Pengeran Inax agar anaknya kembali kepangkuannya.

Berapa banyak kita terima SMS dari inax kita masing masing yang memuja kita dan menjaga kita dengan doanya yang sepanjang waktu. Inax tak mengenal gelap dan terangnya hari karena dialah satu satunya yang
mengerti bahwa matahari terus ada ditempatnya. Dialah yang membelai kita agar tidur pulas dalam balutan mimpi agar esok kita anggap hari baru, agar kita selalu merasa berganti dan ada kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang.

Berapa laksa kejadian di gumi Sasak yang mengharu birukan kita, disebabkan oleh kerusuhan dan kejahatan diri? Kita telah lupakan tembang Pengeran Inax yang menangisi anak yang diterbangkan angin.

Apakah kita tidak pernah merasa sedikitpun bahwa kitalah mas mirah, buax ate kembang mate itu? Yang merasakan aku adalah engkau dan engkau adalah aku?

Kita selalu mengeluh kurang ini kurang itu, sehinga kita lebih suka berkelahi seperti anjing buduk meperebutkan sebuah tulang rapuh.

Berapa banyak pepadu kita yang ditangisi nasibnya tanpa merasa bersalah sedikitpun?. Ketika satu pintu tertutup untuk kita masih ada pintu lain yang terbuka, tapi kita terus menatap pintu yang tertutup itu. Kita mencintai orang yang tidak mencintai kita dan mengabaikan orang yang mencintai kita! Disitulah sumber malapetaka kita.

Sampai kapan alunan angin alus itu menembangkan doa agar kita kembali kepada Pengeran Inax yang menjaga kita agar jangan sampai disentuh oleh seekor semutpun?.

Angin alus adalah dilah jamplung yang dikepal oleh tangan tangan Pangeran Inax lalu dipasang disepanjang pagar jalan setapak dari pesisix penjuru gumi Sasak sampai di puncak Rinjani agar terang jalan kita untuk kembali.

Semogalah kita dapat pulang sebagai anak yang disayang dan dipuja, dan jangan sampai kita terjerumus dalam kehinaan dunia ini. Amiiiin.

Wallahualam bissawab
Demikian dan maaf
Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP

Glosarium

rau: ladang
celilong : gamelan
Kua kiau; burung khas Lombok yang pandai bersiul dan menari

Sasak Dunia Daun Kelor

[Sasak.org] Jumat, 07 November 2008 01:00
" Kalau kau tidak ada siapa yang memimpin anak anak ini? Kapan kau akan kembali, kami sangat memerlukan ketegasanmu untuk membuat kami lebih bersemangat. Seringlah pulang menengok kami, makin hari kami makin tua. Kapan kau bangunkan madrasah untuk anak anak miskin di kampung kita?".(Alm.Tuax Mahir)

Saya muncul setelah hilang lebih dari 6 tahun, tak ada yang tahu apa yang saya lakukan dalam perantauan karena saya tak banyak bercerita. Saya menuntut ilmu dari berbagai orang diberbagai tempat, sambil kuliah dan berkerja serabutan. Mengajar privat, menterjemahkan buku dan membuat tempe serta memelihara ayam. Tidak ada usaha besar tapi cukup untuk hidup sejahtera. Untuk membeli buku dan kebutuhan harian.

Kalimat kalimat permintaan dari semeton jari inax amax saya di kampung, membuat saya tertegun. Sekian tahun saya menghilang terus menerus, belum pernah genap setahun saya tinggal di Lombok sejak 1981 itu, lebih banyak menghilang dari pada nongol. Mereka sungguh memerlukan seorang yang mau membimbing mereka dengan cara yang berbeda. Mereka telah punya ustad dan TG yang berkelas tapi mereka tetap hidup terpuruk. Di dasan saya yang kumuh satu blok seluas 300m persegi dihuni 50 orang dari mbah sampai cucu bergelayutan. Blok sebelahnya jauh lebih banyak dan lebih kumuh lagi dst.

Sejak SMP saya suka mengajak anak anak tetangga yang sebenarnya adalah sepupu dan keponakan saya sendiri, untuk bermain dan belajar bersama di lapangan PORDA. Mereka kebanyakan sekolah mentok SMP dan sebagian kecil saja sampai SMA. Sekarang beberapa dari mereka pergi menjadi TKI, tapi setelah pulang kembali terpuruk. Meskipun sempat membangun rumah.

Di depan rumah amax menanam kemangi yang tumbuh rimbun dan di seberang jalan ada dua batang pohon kelor yang penampilannya sedih sekali. Selebihnya pohon nangka berderet sepanjang sisi selokan. Kemangi yang rimbun itu mengundang orang dari ujung ke ujung untuk mencabik pucuk pucuk mudanya dan kelor di seberang itu tiap ujungnya berisi 3 atau 4 helai daun yang belum sempat mencapai ukuran penuhnya gemetaran melihat orang berseliweran menunggu giliran merengkuhnya.

Kebobrokan dan kerumitan manusia Sasak di dasan saya itu cukup saya
pantau dari dua jenis pohon yang bergantian dipetiknya itu dan selokan yang penuh comberan di depan hidungnya. Bangsa Sasak adalah sedikit bangsa dunia yang mengkonsumsi daun kelor dan daun kemangi, mereka sangat suka meminum kuah daun itu. Para perantau Sasak dimana mana tetap merindukan kelor dan banyak yang menanam pohon itu di tanah airnya yang baru.

Bagaimana mungkin orang di dasan saya yang jumlahnya ribuan itu, hanya menerima saja punya pohon kelor dua batang dipinggir jalan. Bukankah tiap orang dapat menancapkan pohon kelor yang gampang tumbuh di tiap 2 m tanah kosong dari ujung ke ujung jalan di depan dasan itu?

Apa yang kau katakan setiap hari itu yang terjadi. Ada pepatah yang mengatakan dunia tak selebar daun kelor! Tapi Bangsa sasak terjerumus ke dalam arti sesungguhnya dari dunia sempitnya yang berkutat di seantero daun kelor itu. Bagaimana tidak, mereka bangkit dari tidur, mengaji memang, beribadah jalan, tapi sesudah semua ritual agama selesai, tangan dan kakinya menjulur ke pohon kelor….

Waktu SD saya suka membaca dongeng , salah satu yang menyeramkan dan masih saya ingat adalah kisah anak yang dipelihara serigala di Sumbawa, meskipun belum pernah sempat selesai membacanya saya memetik pelajaran dari dongeng itu. Bahwa manusia tumbuh dan berkembang menurut lingkungan dan tuntunan orang sekitarnya.

Anak manusia dipelihara sekelompok serigala, setelah besar dia berperilaku sperti hewan itu. Tahun lalu seoarng gadis ditangkap di Kamboja, perilakunya seperti serigala karena hidup di hutan bersama hewan liar. TV menunjukkan gambar seorang perempuan muda dikerangkeng karena agresif dengan sifat hewani yang tumbuh berkembang selama di rimba raya hidupnya.

Orang dasan saya adalah orang yang terjebak dalam rimba imajiner, mereka terkungkung dalam lingkup sempit, dengan penghuni terlalu ramai. Tiap hari ada yang berkelahi, ribut dan sakit. Meskipun semua itu wajar dalam kehidupan tetapi mengalami dengan frekuensi tinggi hal hal wajar yang sama itu, lambat laun menjadi gangguan, seolah hidup ini isinya hanya kesulitan demi kesulitan. Rumah yang sangat dekat membuat batas privasi menjadi hilang. Setiap orang tahu kegiatan masing masing tetangga yang merupakan saudara, paman sampai nenek. Kita saling tahu kapan semeton kita kawin, kapan mereka melahirkan. Kita tahu semeton kita sedang apa di kamar. Kita tahu yang lain sedang tidak makan bahkan kita saling melihat saat mandi dan buang air.

Para penghuni dasan banyak yang menjadi apatis, ketika ada alternatif bagus untuk memindahkan mereka dengan bertransmigrasi atau bekerja di daerah lain, mereka segan berangkat. Kebiasaan berpuluh tahun telah merasuk dalam darah dan tulang mereka bahwa hidup sperti itu, yang berdesak dan tanpa privasi itu telah menjadi sebuah kenyamanan. Dengan berkata, meskipun kita kurang sesuatu asalkan kita kumpul bersama. Maka pameo itu seolah menjadi ideology yang terbaik meskipun Allah mememerintahkan kita agar bertebaran dimuka bumi ini untuk mencari rezeki.

Menyembuhkan kebiasaan dan sikap mental masyarakat seperti tiu sungguh berat. Berapa bupati dan gubernur baik yang dari luar apalagi yang lahir dan besar bersama pohon kelor itu telah lewat, ada yang brerakhir di bui ada yang mati dan langsung lenyap namanya, tidak ada yang berhasil mengangkat keterpurukan anak bangsa itu.

Kendala utama mengentaskan orang dasan saya adalah bahwa pemimpin dan apalagi pejabat pemerintah tidak memahami psikologi massa masyarakat itu. Dari sisi masyarakat sendiri, kebiasaan hidup yang dijalani telah mendarah mendaging sikap tidak percaya pada orang diluar klannya. Coba lihat sebagian Sasak diaspora, hanya sedikit yang terbuka dan punya rasa percaya pada orang lain apalagi percaya pada diri sendiri. Kebanyakan mereka sulit percaya karena bertahun tahun dilalui, semua janji dari orang yang dipercaya tidak ada buktinya. Sasak diaspora beruntung melihat dari jauh bagaimana orang yang dianggap pemimpin di Gumi Sasak dapat kelihatan bobroknya sehingga pandangan terhadap mereka jauh lebih objektif.

Ada satu kemungkinan jalan keluar untuk mengentasakan penghuni dasan yang terpuruk itu. Dengan mengambil beberapa pepadu untuk dilatih dan dipekerjakan di tempat tinggal Sasak diaspora. Kalau satu orang membawa 2 sampai 5 pepadu nina mama, untuk digembleng, perlahan lahan insyaallah dalam 10 tahun akan merdekalah anak bangsa Sasak. Orang yang mengajak hendaklah orang yang dikenal dan dipercaya, disinlah peran keluarga dekat untuk meyakinkan mereka agar tidak terjadi seperti tawaran transmigrasi yang tak banyak peminatnya itu. Bagi yang tidak sanggup karena masalah dana dapat bekerja sama dengan Pemda masing masing kabupaten untuk dilibatkan, terutama dinas pendidikanan, tenaga kerja dan pemuda. Program ini dapat dilaksanakan untuk mengganti program pertukaran pemuda antar daerah yang pernah dilaksanakan tapi tidak begitu sukses meskipun membuang dana besar.

Ayolah Bangsa Sasak, terutama yang diaspora, sekaranglah waktunya, beriuk tinjang, mengangkat harkat martabat kita. Kita bisa saja tak punya dana, tapi kita dapat membantu tenaga atau pikiran dan semangat disertai doa.

Ayolah Anakku Mas Mirah, bergerak serentak dan maju jaya, jangan tunda, berikan apa yang dapat kau persembahkan bagi gumi Sasak tercinta.

Ayolah Buax Ate Kembang Mate, tak ada yang akan sanggup mengubah nasib kita kecuali kita sendiri.

Ayolah selagi sempat, jangan sampai semua hilang diterbangkan angin!

Wallahualam bissawab

Demikian dan maaf
Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP

Kamis, 05 Maret 2009

Sasak Demokjangkih

[Sasak.org] Kamis, 25 Desember 2008 12:44
Sebagai anak bangsa Sasak saya senang sekali menikmati lagak ragam sastra bertutur orang Sasak yang mencakup segala gaya dan genre. Ada banyak macam sastra tutur dari yang religius sampai yang awam. Ada satu kebiasaan orang Sasak dalam bertutur baik sedang bersastra ria maupun sedang serius. Kebiasaan dalam mengucapkan kata dengan cara mengubah bunyi atau merangkai kata dengan akhiran yang menunjukkan kata asli Sasak. Meskipun orang yang suka memelesetkan kata itu diolok sebagai orang yang sanyax alias sembrono atau sembarangan tapi hampir setiap orang dapat melakukannya sambil kemos atau senyum senyum.

Salah satu kata yang dipelestkan bunyinya adalah DEMOKRASI menjadi Demokjangkih. Kebiasaan mempelesetkan kata itu terjadi karena kebanyakan orang Sasak tak dapat dengan baik mengucapkan kata serapan asing smisal Reformasi yang menjadi repotnasi, Concern dan Konsentrasi dijadikan satu yaitu konsen meskipun makna kedua kata itu jauh berbeda. Selain gagal melafalkan kata itu merekapun tak begitu tahu arti sebenarnya.

Sebagian besar kita menerima apa adanya, tidak pusing bertanya, apa yang datang dan dikerjakan pemerintah langsung diambil dan kemudian akan begeremon atau menggerutu. Demokrasi misalnya diterapkan begitu saja, tak ada yang bertanya kritis sebelum semua setuju. Gumi Sasak seolah telah menjadi Rekiblik Demokratik Sasakstan! Demokrasi masuk dengan pemaksaan tentu saja, tak peduli mau ditentang atau tidak. Cara masuknya sama dengan ideologi lain, memaksa!

Demokrasi bagi Bangsa Sasak yang terpelajar adalah yang paling baik dari semua sistem yang ada. Setidaknya demokrasilah yang dibiarkan hidup oleh kapitalisme modern. Supaya kita tahu serba sedikit demokjangkih atau demokrasi itu seperti apa nanti kita periksa contoh yang ada. Kalau dahulu ada sosialisme dan komunisme sebagai tandingan demokrasi sekarang masih tinggal sedikit dibeberapa negara yang dipersulit oleh USA kecuali China. Demokrasi sebagaimana dikatakan diatas adalah satu satunya yang dibolehkan hidup oleh kapitalisme. Kapitalisme adalah ibu dari imperialisme yang mengembangkan kolonialisme dimana banyak praktik rasisme seperti Apartheid, di Afrika Selatan dan Indonesia. Setelah hancurnya kolonialisme dan runtuhnya imprealisme kemudian hancur pula komunisme di Uni Sovyet, maka sang kapitalis menggunakan strategi neoliberalisme, nah kebetulan ada alat bagus yang tersedia gratis dan dapat ditunggangi namanya demokrasi. 

Demokrasi dalam praktiknya memerlukan kesiapan lembaga pelaksana dan pengawas dan harus didukung oleh ekonomi dan keamanan yang stabil. Masyakatnya harus memiliki kelas menengah sebagai penopang. Kalau tidak stabil sang kapitalis akan hengkang dan mengintip terus agar dapat memancing di air keruh dan kelak akan memancing di air bening juga. Di Rekiblik Demokratik Sasakstan, tidak ada faktor pendukung untuk dapat melaksanakan demokjangkih dengan kaffah. Bangsa Sasak itu kalau melakukan apa apa dengan kaffah. Terutama kalau menganggap demokjangkih paling baik, kaffah sekali.

Kata orang demokjangkih itu banyak dilaksanakan tapi penuh kebohongan, seperti kasus Amerika Latin, para diktator tumbang tapi setelah itu calon calon yang akan dipilih adalah orang yang terlibat pada regim diktator terdahulu itu. Ada bekas pejabat yang merupakan pendukung regim. Ada pengusaha minyak dan bekas jendral orang dekat sang diktator. Orang senang sekali karena mereka merasa sudah bebas memilih sendiri presidennya. Padahal tiap partai politik didukung secara ekonomis oleh perusahaan besar yang kelak akan menyetir mereka sesuai kepentingan masing masing. Orang berpikir kalau diktator memakan sendiri uang bermiliar miliar tapi dengan demokrasi setidaknya uang itu dapat terbagi bagi.

Saya pernah dapat bocoran rahasia tingkat tinggi di tahun 2005, meskipun belum 25 tahun dibuka saja demi untuk membangunkan warga Rekiblik yang sedang momot agar tidak diam saja kalau anaknya yang mahasiswa ikut berdemo dan merusak gedung UNRAM.

Di Afrika ada sebuah negara kecil yang dipimpin diktator selama berpuluh puluh tahun dan keadaan negeri itu sangat buruk. Tak ada yang peduli sama sekali, sehingga sang diktator berbuat semau gue. Di Sapnyol tinggalah seorang tokoh yang diasingkan oleh diktator itu. Negara itu bernama Guinea. Suatu ketika ditemukan minyak, maka berbondonglah kapitalis dari USA, Peranci dan Spanyol. Mereka masing masing medirikan perusahaan minyak besar, 8 Amerika, 2 Perancis dan 1 spanyol.

Yang pertama tama dilakukan oleh 3 bangsa kapitalis itu adalah bertanya kepada tokoh yang diasingkan mengenai apakah kontrak mereka akan dijaga apabila dia menjadi presiden. Sang tokoh menjawab: "Tentu saja". Merekapun serempak berkata, " Kalau demikian kami akan membantumu menjadi presiden". Demikianlah sang tokoh mulai menandatangani kontrak kepada berbagai perusahaan. Salah satunya adalah kontraktor yang akan menangani pembangunan jalan, RSU dsb. Akhirnya sang tokoh dan kawan kawan pulang dan membangun negerinya, hasil minyak dinikamti bersama sama. Demokrasi tidaklah buruk bukan?

Irak dihabisi karena ingin menegakkan demokrasi, sebelunya Afganistan dan Indonesia remuk redam, rakyatnya bebas berkoar sesuka hati, menerbitkan majalah porno menduduki ranking kedua setelah Swedia, bedanya di Swedia orang menjual majalah seronok ditempat tertutup sedang di Indonesia di pingir jalan, hantam kromo saja. Entah siapa yang telah menandatangani kontrak dengan siapa sehingga demokrasi diambil begitu rupa compang campingnya. 

Demokjangkih akhirnya sama saja dengan yang lain, toh kita tetap saja inlander yang tak sangup mengelola sendiri kekayaan SDA, SDM apalagi poleksosbudhankam. Jangan jangan semuanya masuk kontrak. Kalau sampai Datu Kerekek mengetahui bahwa kita menzalimi diri macam begini, pasti dia akan mentertawakan dan berkata: "Wahai penghuni Rekiblik Demokratik Sasakstan, kalian akan hidup senang, sejahtera, damai dan melimpah, laun lamun wah muni GUK!" (tunggulah kalau sudah bunyi guk!).

Wallahualambissawab
Demikian dan maaf
Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP

Glosarium :

Laun lamun wah muni GUK! = Adalah pepatah Sasak kuno yang bermakna,
hal itu tak akan terjadi.

Sasak, Cupak Tanpa Gerantang

[Sasak.Org] Senin, 23 Februari 2009 07:54
Tradisi bercerita dikalangan Bangsa Sasak secara perlahan tapi pasti menghilang dengan hadirnya TV diawal tahun 1980an. Pertunjukan wayang dan sendratari semacam putri Mandalika dan teater rakyat Cupak Gerantang sudah tidak laku dipasaran. Sedikit saja yang tersisa yaitu pentas rudat dengan bahasa campuran Belanda kuno dan Indonesia. Dengan hilangnya pertunjukan tradisonal yang berakar dari karya cipta sebagai wujud genius lokal bangsa Sasak, maka hilang pula sumber utama pendidikan kebudayaan dan budi pekerti anak bangsa ini. Semua pertunjukan itu mengajarkan bahasa ekspresi, nilai nilai yang diterima masyarakat, sastera dan filsafat. 

Salah satu teater rakyat yang popular sampai tahun 80an ádalah Cupak dan Gerantang. Seni teater ini juga ada di Bali dengan nama yang sama. Dikisahkan tentang dua kakak beradik yang berkelana dihutan belantara dan mendapatkan keberuntungan tetapi terjadi penghianatan atas saudara sendiri. Cupak berhianat kepada adiknya Gerantang.

Kisah itu dimulai dengan keputusan dua pemuda yang memutuskan untuk merantau dinegeri asing. Dalam gambaran teater itu negeri asing adalah hutan belantara. Merantau mencari ilmu pengetahuan dan keberuntungan adalah ajaran nenek moyang kita yang sejak zaman dahulu jago merantau. Dalam perjalanan pencarian jati diri itu mereka bertemu dengan hambatan dan tantangan yang harus mereka hadapi bahu membahu. Ajaran akan kerjasama yang baik yaitu beriuk tinjang adalah awal keberhasilan dalam mengerjakan suatu proyek bersama.

Cupak dan gerantang adalah simbul dua dunia. Cupak yang berarti kembung dan gerantang berarti rata. Cupak juga berarti alat pengukur timbangan seberat 12,5 kg. Sedangkan Gerantang yang berarsal dari Gantang adalah 3,125 kg. Gantang juga berarti rata, biasa, proporsional. Dari Gantang itu muncul kata ganteng artinya orang yang proporsional. 

Cupak adalah sosok yang sangat rakus, bentuk perutnya yang buncit, menggelembung seolah siap menelan apa saja. Wataknya buruk, suka mencuri dan berhianat tapi pandai bersandiwara. Kalau bicara manis dan memukau sehingga banyak orang bersimpati kepadanya. Sebaliknya Gerantang adalah orang yang biasa, tidak ada yang menonjol karena ia memang tidak mau menonjolkan diri. Kata katanya halus dan jarang bicara. Disiplinnya tinggi dan menjunjung kebenaran dan ketulusan dan menjalankan tugas. Selain itu Gerantang adalah seorang yang pemaaf.

Dua persona dalam teater rakyat Sasak ini adalah dunia Yin dan Yang yang sesungguhnya ada dalam setiap dada dan kepala anak bangsa Sasak. Manusia sesungguhnya dibentuk oleh pola asuh dan lingkungannya. Kedua orang itu telah diasuh oleh orang tua yang sama. Tapi pengalaman yang berbeda dan respon yang berbeda menjadikan mereka dua manusia yang bertolak belakang dalam hal sifat dan karakter. Setelah berhianat dengan membunuh Gerantang, Cupak merasa puas dan mencoba menguasai apa yang seharusnya menjadi hak adiknya itu. Nafsu angkara murka makin tumbuh subur dalam diri Cupak sebab memang potensi itulah yang ia tumbuh kembangkan. Lebih lebih disokong oleh para penjilat disekelilingnya. 

Gerantang mengalami penderitaan yang tak terkira. Tidak hanya karena badannya babak belur jatuh berguling sampai ke dasar jurang, pun hatinya jauh lebih berkeping merasakan betapa kakak kandungnya sendiri telah membuatnya sedemikian sengsara. Gerantang mencoba bangkit dan merangkak melawan dewa maut yang mengintai diantara rimbun semak belukar. Dia beruntung ditemukan sepasang papuk yang tidak punya anak dan begitu berbahagia menemukannya lalu dijadikan anak angkatnya. Perawatan oleh papuk bangkol itu membuatnya menjadi kesatria. Papuk bangkol adalah simbul kebijakan dan kesabaran manusia. Budi pekertinya tumbuh berkembang dengan sentuhan kasih sayang orang tua itu.

Ketika rindu begitu besar menggelayut dihatinya, ia ingin pergi mencari kakaknya, tiada dendam atau siasat, hanya ingin bertemu. Sang mata mata Cupak melaporkan kehadiran seorang kesatria. Cupak mengerti siapa kesatria itu. Meskipun terkejut dia tenangkan jua dirinya. Perutnya yang buncit makin mempersulit geraknya. Dia memerintahkan pasukannya untuk menahan dan kalau perlu membunuh kesatria itu. Gerantang berhasil mengalahkan pasukan Cupak dengan taktik canggihnya yang mengedepankan kejujuran dan ketulusan. Pasukan itu mengetahui penghianatan sang Prabunya dan berbalik menolong Gerantang. Akhirnya Cupak takluk dan mundur setelah dia sangat capai melawan angkara murka dirinya sendiri.

Gerantang dikisahkan menjadi raja yang adil dan bijaksana yang menjadi Pemban bagi rakyatnya yang taat dan setia. Gerantang menerapakan pendidikan budi pekerti disetiap padepokan atau santern santren. Sehingga rakyatnya maju dan jaya berkat 3 sifat utama mereka yang Geger, Girang dan Tuhu.

Geger adalah sifat antusiasme atau bersemangat tinggi karena rasa memiliki kepada negerinya dan rasa hormat kepada pemimpinnya. Pembannya juga antusias karena perasaan memiliki kepada rakyat dan kerajaannya. Dalam kisah yang lain raja Selaparang mewarisi sifat Gerantang itu dan menerapkan strategi yang sama Raja Berdoa: Rahayu ing kaulade! Artinya selamat sejahteralah kalian rakyatku! Dan rakyatpun berdoa lebih ta'zim: Inggih Pemban Selaparang! Ya, wahai pegemban amanat rakyat yang kami hormati...

Gumi Sasak kini penuh dengan rumah rumah mewah yang telah menelan habis bale lokak yang ada di Sembalun, Bayan dan sebagainya. Bahkan untuk sekedar melihat contoh rumah asli saja pemuda pemudi modern sudah tidak mudah. Anak bangsa Sasak telah memiliki semua fasilitas tapi sifat sifat baik seperti yang dimiliki Gerantang susah ditemukan. Mereka banyak menyembunyikan identitas karena malu menjadi anak bangsa Sasak. Malu tentu saja karena tidak mengerti seluk beluk kesasakan. Bahasa tidak dikuasai, ajaran tata kerama dan seni juga tak diketahui. Sementara mau menjadi bangsa lain juga tidak becus. Maka pemuda masa kini bangsa Sasak adalah pemuda tanpa karakter jelas. Agama Islampun tak sanggup melindungi mereka yang semakin menjadi bebas. Gadis gadis bercawat dapat ditonton di Lapangan bola Voli Selong. Pemuda berambut merah dan berpakaian mahal menunggang sepeda motor dan bermobil mewah. Meskipun demikian mereka suka gratisan dan murahan, lihatlah parkiran warung murah meriah penuh denga mobil. Dua dunia yang sangat kontras. Gaya parlente, tapi makannya cari yang paling murah meskipun penuh lalat berseliweran, nikmatnya bukan main melahap sambal colet. Setelah itu naik mobil dengan mulut bau terasi.... huh belum lagi yang bergelang dan berkalung emas antre BLT!

Gumi Sasak penuh dengan Cupak karena Gerantang masih terus bersembunyi, entah apa yang ditunggu. Ketika TG mulai merajalela mengadu undian jadi raja, Cupak bertepuk tangan. Tak ada nyanyian lembut raja yang mendoakan rakyat dan sebaliknya rakyat tak sempat nembang karena hidupnya terjepit. Raja tak banyak melihat ke bawah rakyat hanya memaki dengan suara yang tak terdengar karena orang yang dipercaya menyampaikan inspirasipun hanya tukang berkelahi yang dipungut di terminak terminal.

Tidak ada yang perlu disesali, semua sudah menjadi garis hidup anak bangsa ini, perseteruan kedua tokoh yang menjelma dalam wujud raja dan wakil rakyat, harus dipandang sebagai roda yang berputar dan berputar. Kini diperlukan tenaga untuk memutarnya perlahan atau lebih cepat. Suara hati dari Gerantanglah yang dapat menyelamatkan anak bangsa yang tak berani menunjukkan jati diri karena malu. Ya, malu karena pemimpinnya pandai mengiming iming, rakyatnya apatis dan kemiskinan tak kunjung berkurang. Ya, malu karena pendidikan dan kesehatan hanya sekedar untuk diperbincangkan. Ya, malu karena TKI diusir dari negeri jiran. Ya, malu kerana tidak tahu diri dengan bertindak memalukan.
Gerantang, keluarlah sekarang! 

Wallahualambissawab

Demikian dan maaf
Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP

Glosarium

Beriuk tinjang atau tinjal : bersama sama, gotong royong

papuk bangkol: embah mandul

Bale lokak : rumah kuno, adat, balairung

Geger : antusias

Sasak Berbisik

[Sasak.Org] Kamis, 26 Februari 2009 19:49
Papuk merebot baru saja bersih bersih setelah sepanjang siang yang terik memacul dan menyirami tanaman sayur di lingkungan masjidnya. Kami ikut duduk mengitari papuk itu. Sambil kipas kipas dia mulai menasihati kami, wajahnya selalu kemos dan teduh. Nikmat sekali berbincang dengan orang tua ini.

Dia menggoda kami dengan cerita ceritanya yang menggelitik dan bikin penasaran. Siang itu dia bilang bahwa akan ada tiga kejutan di syurga akhirat bagi dia kelak. Satu, bahwa dia tidak bertemu dengan orang yang sangat ia kira akan ada disana. Dua, bahwa dia bertemu dengan orang yang sama sekali tak pernah ia perhitungkan akan masuk kesana. Tiga, adalah kejutan luar biasa dan tak terkira kalau papuk sendiri menemukan dirinya ada disana.

Meskipun ada saja diantara kami yang menanyakan hal bodoh, papuk selalu memberi jawaban yang mengandung misteri baru. Sudah bodoh sipenanya dihadiahi lagi dengan cerita yang lebih susah. Pantaslah kalau kami ini kelompok anak bodoh yang senantiasa wajib bersyukur bahwa kami masih terus punya kesempatan unutk belajar dan belajar. Oh, alangkah nikmatnya belajar itu. Kami tak tahu bahwa orang sesholeh papuk merebot ini tak berani memastikan bahwa dia akan ada di syurga kelak!

Dunia ini penuh dengan ketidak beresan, penuh dengan para pendosa, penjahat, pencoleng, penipu, tukang zina, koruptor, waduh tak cukup tempat untuk menuliskan yang jelek jelek. Mengapa begitu banyak hal jelek di dunia ini?. Karena kita memang suka mengoleksi, memelihara dan melihat pesatnya pertumbuhan kejelekan dunia ini. Apakah kita sanggup menghilangkan kejelekan itu dengan berbuat kebaikan? Tentu tidak, karena kita tidak seharusnya punya target untuk memusnahkan hal buruk. Kita hanya berusaha menjadi baik, berbuat baik dan terus menjaga kebaikan kita. Kalau kita sudah punya kebaikan barulah kita tahu betul bahawa ada banyak yang kurang baik dimana mana. Sebanyak ketidakbaikan itulah kita harus perbuat kebaikan, dalam lingkup kesanggupan kita. Ibarat kita berdiri dalam gulita malam, kita hanya perlu dilah jamplung yang cukup menerangi lingkar seluas langkah kita ke depan. Kita tak perlu menerangi seluruh desa kalau kita hanya mau mengikuti jalan setapak menuju surau kita. Setelah menggenggam dilah jamplung itu jangan lantas sibuk memelototi kegelapan yang tiada batas itu.

Seorang pencuri mengendap endap menengok kiri kanan akan membongkar kandang kambing tetangganya. Seorang anak kecil yang baru pulang mengaji di tempat papuk merebot mengintipnya. Ketika maling itu terus saja mengendap dan menengok kiri kanan, depan belakang, anak itu berbisik: " tuwax gitak andang atas!". Paman lihat ke atas! Maling itu serta merta mendongak tapi kosong. Dia maju lagi mau membuka pintu kandang, anak itu mengulang lagi bisikannya. Maling itu melihat bintang gemintang yang jumlahnya lebih banyak daripada butir pasir diseluruh pantai bumi ini. Maling itu melepaskan pintu kandang dan berabalik pergi menjauh. Entah apa yang membuatnya mengurungkan niatnya mencuri. Mungkin salah satu bintang itu berkedip padanya dan menembus jantung hatinya yang gulita. Untung ada bisikan anak kecil itu. 

Di Tanah Sasak ini, ada ribuan orang yang mencoba membuka pintu kandang dan banyak sekali yang berhasil. Penjara makin penuh, rumah sakit makin ramai karena para pembuka pintu itu telah  mendapatkan hasilnya. Apakah masayarakat tak tahu tentang hal itu? Oh… tentu saja mereka sangat tahu, tapi hati mereka sudah gundah gulana dan penuh dengan kebencian. TG juga tahu bahwa banyak pencoleng dan pezinah dimana mana tapi mereka sudah lama jadi modern dan menganut demokrasi. Jangan mengganggu kenikamtan orang lain!. Itu HAM! Itu privacy!. Gumi Sasak memerlukan anak kecil untuk membisikkan SMS (Selamatkan Manusia Sasak) pada orang orang yang mulai gatal untuk berbuat curang. Masyarakat Sasak yang beringas dan saling hasut sampai bunuh bunuhan tidak kunjung sadar karena kita selalu menunggu seorang TG untuk membisikkan SMS. Setelah semua rusak ternyata para TG yang dianggap ulama atau para ulama yang disebut TG saling tuding menyalahkan yang lain.

Seandainya kita setia memelihara kepolosan kekanakan kita dalam menyampaikan kebenaran niscaya kita tidak akan sesusah saat ini. Kanak kanak selalu polos tanpa tedeng aling aling apalagi tujuan tersembunyi ala politikus. Mari kita mulai berbenah diri, bila kita sendiri dapat menjaga kebersihan diri, ketulusan dan keikhlasan menjaga keselamatan bangsa kita insayallah satu kata yang kita bisikkan akan efektif menghentikan sebuah kejelekan dimuka bumi ini. Sembari kita angkat dilah jamplung masing masing mari kita telusuri jalan yang lempang.

Wallahualambissawab
Demikian dan maaf

Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP

Glossarium:

Papuk Merebot : mbah penjaga masjid, Marbot

Kemos : senyum

Dilah Jamplung : lampu/obor kecil dari buah jamplung yang ditumbuk dan dikeringkan