Tradisi bercerita dikalangan Bangsa Sasak secara perlahan tapi pasti menghilang dengan hadirnya TV diawal tahun 1980an. Pertunjukan wayang dan sendratari semacam putri Mandalika dan teater rakyat Cupak Gerantang sudah tidak laku dipasaran. Sedikit saja yang tersisa yaitu pentas rudat dengan bahasa campuran Belanda kuno dan Indonesia. Dengan hilangnya pertunjukan tradisonal yang berakar dari karya cipta sebagai wujud genius lokal bangsa Sasak, maka hilang pula sumber utama pendidikan kebudayaan dan budi pekerti anak bangsa ini. Semua pertunjukan itu mengajarkan bahasa ekspresi, nilai nilai yang diterima masyarakat, sastera dan filsafat.
Salah satu teater rakyat yang popular sampai tahun 80an ádalah Cupak dan Gerantang. Seni teater ini juga ada di Bali dengan nama yang sama. Dikisahkan tentang dua kakak beradik yang berkelana dihutan belantara dan mendapatkan keberuntungan tetapi terjadi penghianatan atas saudara sendiri. Cupak berhianat kepada adiknya Gerantang.
Kisah itu dimulai dengan keputusan dua pemuda yang memutuskan untuk merantau dinegeri asing. Dalam gambaran teater itu negeri asing adalah hutan belantara. Merantau mencari ilmu pengetahuan dan keberuntungan adalah ajaran nenek moyang kita yang sejak zaman dahulu jago merantau. Dalam perjalanan pencarian jati diri itu mereka bertemu dengan hambatan dan tantangan yang harus mereka hadapi bahu membahu. Ajaran akan kerjasama yang baik yaitu beriuk tinjang adalah awal keberhasilan dalam mengerjakan suatu proyek bersama.
Cupak dan gerantang adalah simbul dua dunia. Cupak yang berarti kembung dan gerantang berarti rata. Cupak juga berarti alat pengukur timbangan seberat 12,5 kg. Sedangkan Gerantang yang berarsal dari Gantang adalah 3,125 kg. Gantang juga berarti rata, biasa, proporsional. Dari Gantang itu muncul kata ganteng artinya orang yang proporsional.
Cupak adalah sosok yang sangat rakus, bentuk perutnya yang buncit, menggelembung seolah siap menelan apa saja. Wataknya buruk, suka mencuri dan berhianat tapi pandai bersandiwara. Kalau bicara manis dan memukau sehingga banyak orang bersimpati kepadanya. Sebaliknya Gerantang adalah orang yang biasa, tidak ada yang menonjol karena ia memang tidak mau menonjolkan diri. Kata katanya halus dan jarang bicara. Disiplinnya tinggi dan menjunjung kebenaran dan ketulusan dan menjalankan tugas. Selain itu Gerantang adalah seorang yang pemaaf.
Dua persona dalam teater rakyat Sasak ini adalah dunia Yin dan Yang yang sesungguhnya ada dalam setiap dada dan kepala anak bangsa Sasak. Manusia sesungguhnya dibentuk oleh pola asuh dan lingkungannya. Kedua orang itu telah diasuh oleh orang tua yang sama. Tapi pengalaman yang berbeda dan respon yang berbeda menjadikan mereka dua manusia yang bertolak belakang dalam hal sifat dan karakter. Setelah berhianat dengan membunuh Gerantang, Cupak merasa puas dan mencoba menguasai apa yang seharusnya menjadi hak adiknya itu. Nafsu angkara murka makin tumbuh subur dalam diri Cupak sebab memang potensi itulah yang ia tumbuh kembangkan. Lebih lebih disokong oleh para penjilat disekelilingnya.
Gerantang mengalami penderitaan yang tak terkira. Tidak hanya karena badannya babak belur jatuh berguling sampai ke dasar jurang, pun hatinya jauh lebih berkeping merasakan betapa kakak kandungnya sendiri telah membuatnya sedemikian sengsara. Gerantang mencoba bangkit dan merangkak melawan dewa maut yang mengintai diantara rimbun semak belukar. Dia beruntung ditemukan sepasang papuk yang tidak punya anak dan begitu berbahagia menemukannya lalu dijadikan anak angkatnya. Perawatan oleh papuk bangkol itu membuatnya menjadi kesatria. Papuk bangkol adalah simbul kebijakan dan kesabaran manusia. Budi pekertinya tumbuh berkembang dengan sentuhan kasih sayang orang tua itu.
Ketika rindu begitu besar menggelayut dihatinya, ia ingin pergi mencari kakaknya, tiada dendam atau siasat, hanya ingin bertemu. Sang mata mata Cupak melaporkan kehadiran seorang kesatria. Cupak mengerti siapa kesatria itu. Meskipun terkejut dia tenangkan jua dirinya. Perutnya yang buncit makin mempersulit geraknya. Dia memerintahkan pasukannya untuk menahan dan kalau perlu membunuh kesatria itu. Gerantang berhasil mengalahkan pasukan Cupak dengan taktik canggihnya yang mengedepankan kejujuran dan ketulusan. Pasukan itu mengetahui penghianatan sang Prabunya dan berbalik menolong Gerantang. Akhirnya Cupak takluk dan mundur setelah dia sangat capai melawan angkara murka dirinya sendiri.
Gerantang dikisahkan menjadi raja yang adil dan bijaksana yang menjadi Pemban bagi rakyatnya yang taat dan setia. Gerantang menerapakan pendidikan budi pekerti disetiap padepokan atau santern santren. Sehingga rakyatnya maju dan jaya berkat 3 sifat utama mereka yang Geger, Girang dan Tuhu.
Geger adalah sifat antusiasme atau bersemangat tinggi karena rasa memiliki kepada negerinya dan rasa hormat kepada pemimpinnya. Pembannya juga antusias karena perasaan memiliki kepada rakyat dan kerajaannya. Dalam kisah yang lain raja Selaparang mewarisi sifat Gerantang itu dan menerapkan strategi yang sama Raja Berdoa: Rahayu ing kaulade! Artinya selamat sejahteralah kalian rakyatku! Dan rakyatpun berdoa lebih ta'zim: Inggih Pemban Selaparang! Ya, wahai pegemban amanat rakyat yang kami hormati...
Gumi Sasak kini penuh dengan rumah rumah mewah yang telah menelan habis bale lokak yang ada di Sembalun, Bayan dan sebagainya. Bahkan untuk sekedar melihat contoh rumah asli saja pemuda pemudi modern sudah tidak mudah. Anak bangsa Sasak telah memiliki semua fasilitas tapi sifat sifat baik seperti yang dimiliki Gerantang susah ditemukan. Mereka banyak menyembunyikan identitas karena malu menjadi anak bangsa Sasak. Malu tentu saja karena tidak mengerti seluk beluk kesasakan. Bahasa tidak dikuasai, ajaran tata kerama dan seni juga tak diketahui. Sementara mau menjadi bangsa lain juga tidak becus. Maka pemuda masa kini bangsa Sasak adalah pemuda tanpa karakter jelas. Agama Islampun tak sanggup melindungi mereka yang semakin menjadi bebas. Gadis gadis bercawat dapat ditonton di Lapangan bola Voli Selong. Pemuda berambut merah dan berpakaian mahal menunggang sepeda motor dan bermobil mewah. Meskipun demikian mereka suka gratisan dan murahan, lihatlah parkiran warung murah meriah penuh denga mobil. Dua dunia yang sangat kontras. Gaya parlente, tapi makannya cari yang paling murah meskipun penuh lalat berseliweran, nikmatnya bukan main melahap sambal colet. Setelah itu naik mobil dengan mulut bau terasi.... huh belum lagi yang bergelang dan berkalung emas antre BLT!
Gumi Sasak penuh dengan Cupak karena Gerantang masih terus bersembunyi, entah apa yang ditunggu. Ketika TG mulai merajalela mengadu undian jadi raja, Cupak bertepuk tangan. Tak ada nyanyian lembut raja yang mendoakan rakyat dan sebaliknya rakyat tak sempat nembang karena hidupnya terjepit. Raja tak banyak melihat ke bawah rakyat hanya memaki dengan suara yang tak terdengar karena orang yang dipercaya menyampaikan inspirasipun hanya tukang berkelahi yang dipungut di terminak terminal.
Tidak ada yang perlu disesali, semua sudah menjadi garis hidup anak bangsa ini, perseteruan kedua tokoh yang menjelma dalam wujud raja dan wakil rakyat, harus dipandang sebagai roda yang berputar dan berputar. Kini diperlukan tenaga untuk memutarnya perlahan atau lebih cepat. Suara hati dari Gerantanglah yang dapat menyelamatkan anak bangsa yang tak berani menunjukkan jati diri karena malu. Ya, malu karena pemimpinnya pandai mengiming iming, rakyatnya apatis dan kemiskinan tak kunjung berkurang. Ya, malu karena pendidikan dan kesehatan hanya sekedar untuk diperbincangkan. Ya, malu karena TKI diusir dari negeri jiran. Ya, malu kerana tidak tahu diri dengan bertindak memalukan.
Gerantang, keluarlah sekarang!
Wallahualambissawab
Demikian dan maaf
Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP
Glosarium
Beriuk tinjang atau tinjal : bersama sama, gotong royong
papuk bangkol: embah mandul
Bale lokak : rumah kuno, adat, balairung
Geger : antusias
Tidak ada komentar:
Posting Komentar