[Sasak.org] Rabu, 01 Oktober 2008 01:00
Bila siang telah tiba dimanakah gerangan adanya malam? Tanya tokoh kita kepada guru ngaji di santren kami.
Kemarin si Mosot mengirmkan SMS untuk lebaran, dia tuliskan kepadaku bahwa bumi dan langit menangis karena ramadan telah habis…
Aku lalu menjawab bahwa aku tak berduka atas habisnya bulan ramadan, karena ramadanku adalah seumur hidupku, oleh karenanya biarkan aku terus seperti saat puasa jangan ganggu kesabaranku, jangan kurangi kejujuranku serta jangan usik profesionalismeku. Maapkan daku semeton yang kukasihi.
Kalender tanggal setiap bulan, maka kita menyebutnya tanggalan, seperti daun yang menguning dan luruh, tak ada yang khusus soal itu. Tetapi proses dan pengertian serta penghayatan kita atas sebuah peristiwalah yang penting. Ramadan adalah salah satu titik dimana kita harus melaksanakan salah satu dari sedikit kewajiban atas badan kita dan atas jiwa kita. Tapi ia bukan yang paling utama dari semua yang utama.
Islam berdiri kokoh karena adanya pondasi yang kuat yaitu syahadat, shalat adalah tiang tiang yang tinggi dan kuat, zakat adalah lantai yang kuat, luas dan indah, puasa adalah dinding yang membatasi ruang kita dan haji adalah atap yang menjulang dengan hiasan berkilau sehingga tampaklah bagai mercu suar di tengah samudera yang berkabut sekalipun.
Islam kita yakini turun sejak Nabi Adam AS, membawa kasih sayang kepada semua makhluk. Dalam format yang paling arkaik sekalipun, sebuah tradisi sebenarnya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT. Kita turun ke bumi ini, yaitu salah satu syurga kecil, dimana kita diajak untuk bertamasya bersenang senang sebelum kita mencapai tujuan sebenarnya.
Dari manakah kita berasal? Nabi Ibrahim AS mengajarkan kita tentang pencarian identitas diri, 2000 tahun sebelum Isa Almasih. Orang arang yang hidup dimasa itu berkelana sampai ribuan kilometer bahkan ada yang mencapai nusantara pada akhirnya. Jarak dan waktu yang terpisah begitu panjang membuat manusia mengalami distorsi informasi termasuk keyakinan yang memudar. Lambat laun jawaban atas pertanyaan itu dimaterialisasikan dalam bentuk Linggam dan Yoni. Kita mengenal agama itu sebagai agama alam, para penyembah falus alias batu tegak. Tradisi yang berarti tra, melalui dan dici, kata. Aduhai … semua berasal dari kata dan bila ada kesalahan akan butuh waktu ribuan tahun untuk mengakui dan memperbaikinya.
Beruntungnya menjadi muslim adalah bahwa kita diwajibkan membaca dan menempatkan ilmu pengetahuan pada tingkat tertinggi. Tradisi mencari ilmu membawa kita pada pengertian ketauhidan yang menggali keberadaan Sang Khalik. Tetapi keterbatasan kemanusiaan kita menghalangi pencarian yang tiada batas itu. Keterbatasan inilah membuat kita memilah milah segala sesuatu dan berkutat pada satu titik yang kita
anggap paling pas untuk kita amati kita geluti dan kita nikmati.
Kelima pilar islam kita pisah pisah entah sejak kapan, sehingga kita gegap gempita manakala lebaran tiba, padahal kita setiap hari merayakan kemenangan membangun pondasi yang terus diperbaharui lewat shalat 5 waktu dan zakat serta sedakah yang bagaikan napas kita yang kita tarik dan hembuskan….
Demi menjaga keseimbangan, kita harus mengatur pola makan dengan berpantang, tapi kita sukanya hanya kalau ramai ramai. Ketika kita lalai maka bukan lagi niat awal yang terjaga tetapi segala kepentingan lain menunggangi pelaksanaan ritual kita. Tidak lagi hanya karena Allah tetapi karena ada bisnis besar yang harus dikembangkan dibesarkan dan dinikmati.
Kita bersandiwara menangisi ramadan yang habis, padahal matahari tak pernah pergi, pantat bumilah yang berputar, semetara kita yang bersembunyi disitu ikut berputar dan serta merta mengatakan hari telah berganti, mudah sekali kita menuduh orang lain, kita yang berputar berbalik arah lantas kita katakan orang lain menghilang.
Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi…. jangankan waktu, bahkan yang lebih jauh dari ujung hidung kita, dianggap tidak ada. Waktulah yang mengambil segalanya dari kita. Maka aku katakan padamu bahwa aku tak percaya kepada nasib, aku tak percaya kepada sesuatu kebetulan apalagi yang namanya bakat, tak aku perhitungkan sama sekali. Karena hal hal semacam itu membuat kita jadi makin bodoh.
Betapa banyaknya kita telah membuang waktu tanpa mengisinya dengan perayaan atas kemenangan kita yang telah ikut dalam paket pariwisata di syurga kecil bernama bumi ini. Kita diperintah menebar rahmatan lil alamin, tapi kita asyik menghitung duit keuntungan dari berniaga baik dengan halal atau haram. Kita lupa membagikan rahmah itu kepada tangan tangan lemah para pedagang garam yang datang setiap bulan melepas serantang garamnya tanpa pernah menyebut harga sekalipun. Kita lupa berbagi kepada pengemis yang setia datang tiap minggu dan bersimpuh membaca doa yang lebih panjang dari imam manapun. Kita abaikan saudara kita yang datang dari jauh yang berjalan menembus terik matahari karena mereka hanya dapat membawa hasil bumi berupa ketela, jagung yang bagi kita terlalu murah dan mudah didapat tanpa bersusah payah. Kita lupa bahwa kita bertumbuh jadi dewasa karena tiap orang di dasan kita berperan langsung dalam menjaga kita selain ibu bapak dan handai tolan sekalian.
Orang orang datang hendak menebar rahmah dari Rabnya, tapi kita menutup hati dan senyuman tak dapat terbit diwajah kita. Ketika semua dihitung dengan memisah misah hari, ketika tiap keringat kita hitung atas jasa kerja keras kita, maka kita merasa pantas untuk bermewah mewah, meskipun sehari saja yang kita anggap paling raya diantara semua hari. Celakalah orang yang shalat….
Kita adalah makhluk langit yang dikirim Allah untuk mengalami apa yang disebut dunia, bukan sebaliknya, sebuah perjalanan wisata yang singkat saja.
Hidup adalah usaha mencapai tempat dimana semua dimulai.
Menyayangi adalah berusaha mencapai tempat tiada batas.
Rasakan semua kata katamu dengan kasih sayang.
Ucapakankan pikiranmu dengan harapan.
Renungkankan apa yang kau pikirkan dengan keyakinan.
Laksanakan apa yang jadi kewajibanmu dengan cinta.
Kasih sayang kita temukan dalam peri kehidupan.
Perikehidupan sejati kita temukan dalam kasih sayang
Ya Allah Ya Rabbi, ampunilah segala dosa anak manusia, yang lalai setelah berbaiat atas NamaMu.
Wallahualam bissawab
Demikian dan maaf
Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP
Idul Fitri 1429 H
Jumat, 06 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar