Setengah jam aku meluncur dengan angkot lain ke arah Bandara Adi Sucipto dan tiba jam 07.20. Pada jam itu masih agak sepi dan 10 menit kemudian baru terlihat keramaian, ada penumpang di kedatangan dengan seribu calo kendaraan dan penjemput. Di keberangkatan berjubel antre orang yang hendak bepergian ke berbagai penjuru negeri.
Kuhabiskan waktu melahap dua koran yang senantiasa ku beli di pengasong jalanan. Lalu
beberapa catatan utuk hari ini aku baca ulang dengan cepat. Ada banyak kata yang selalu menjadi duri dalam simpul ingatanku. Kata-kata itu sering terucap salah atau penempatan pada kalimat keliru atau bahkan kata yang keluar adalah lawan kata yang ku maksudkan!
Hari ini aku mebawa grup kecil sebanyak 22 orang plus 2 orang titipan dari agen lain yang terlantar di Bandara. Sering ada klien yang terlantar karena tidak terjemput atau guide yang disediakan tak mengerti bahasa tamunya.
Perasaanku kurang enak karena aku harus mengelola tamu yang berasal dari setidaknya 3
negara dengan kultur, watak, dan kebiasaan berbeda. Memang mereka menggunakan satu bahasa, tetapi ada beban khusus karena sebagaian besar tamu telah mengenal namaku jauh sebelum mereka datang, bahkan ada yang datang untuk kedua kalinya.
Dahulu sekali, saat aku masih sangat muda pernah juga aku bawa grup dengan 5 kebangsaan dan lima bahasa. Aku dapat mengatasinya karena keberanianku sebagai anak muda dan pengertian klien atas kekuaranganku sebagai anak yang sedang menempa diri.
Kali ini ada perbedaan mencolok selain beda kebangsaan, sebagain besar mereka ini membeli tur individu, yang seharusnya dilayani secara privat, satu mobil, satu sopir dan satu pemandu wisata handal! Bukankah mereka membeli tur idividu yang sangat mahal?.
Beruntung sekali ada diantara mereka yang sudah mendengar reputasiku, bahkan kami
berbincang soal mengapa mereka akhirnya harus masuk dalam bis dan bukan mobil yang untuk 2 orang. Orang inilah yang kemudian mempengaruhi klien lainnya sedemikian rupa sehingga tatkala aku mulai memperkenalkan diri semua diam dan mendengar penjelasan demi penjelasan dengan tekun.
Sampai di depan candi Kalasan, aku hentikan bicara tentang hal-hal umum, dan mulailah aku
menjelaskan sejarah lebih dalam. Disinilah aku mulai dengan filsafat dan sejarah agama sejak 3000 tahun SM.
Kulihat klien banyak yang mulai mencatat informasi yang ku berikan, ini pertanda akan ada serangan balik, ya, pertanyaan yang gampang, sulit, sampai berbelit- belit, bahkan ada yang dibuat-buat.
Tidak banyak yang spesial selama keliling reruntuhan candi Prambanan yang megah itu. Hanya keliling dan tak boleh masuk ke dalam candi-candi utama karena sejak gempa 29 Mei 2006, yang menelan 7000 korban meningal dan beratus-ratus ribu rumah penduduk rata dengan tanah, candi itu ditutup karena banyak batu yang terlepas dan sewaktu –waktu dapat runtuh.
Kini aku membawa rombongan ke beberapa tempat untuk mengisi waktu sebelum makan siang, ada waktu sekitar 3 jam untuk melihat- lihat beberapa tempat yang mempertunjukkan segi-segi kultural daerah kami.
Aku mula-mula mebawa mereka ke museum kecil sebagai perkenalan akan nilai-nilai budaya dan sejarah bangsaku dan kemudian kami berjalan-jalan ke reruntuhan rumah bangsawan yang dahulu sangat berpengaruh.
Seorang pemandu lokal mengambil alih dan aku mengawal mereka dengan sesekali menerangkan hal-hal serius yang kurang difahami. Pada saat berada di depan bangunan
utama reruntuhan itu mereka ku beri waktu untuk mengambil gambar, foto session!
Waktu sekejap itu aku gunakan menyelinap ke sebuah ruangan yang agak suram dan tidak
terawat. Tak ada kulihat penjaga tradisional yang biasanya duduk dilantai atau dikursi kayu. Biasanya seorang laki-laki tua sekali, ah mana ada anak muda sekarang yang mau bekerja seperti itu, orang-orang tua itu adalah relawan sejati.
Di pojok ruang yang berdebu ada cermin besar denga bingkai keemasan yang sudah rapuh di
sisi-sisi luarnya. Aku melihat bayanganku disitu... Aku melihat agak tertegun dan aku merasa berputar dan tertelan bayanganku sendiri...
Ini adalah kaca benggala yang bahaya tetapi aku tak dapat melawan, bukan gambarku yang ada disitu sekarang. Aku melihat karnaval manusia yang aku kenal dengan baik. Ada si fulan yang rajin, ada si X yang jahat dan tidak terkecuali teman- teman dan tetanggaku ada disitu.
Aku mengenali wajah beberapa orang saat masih lebih muda, mereka adalah pekerja di sektor wisata, mereka muda, gagah dan banyak uang. Ada yang bekerja di agen perjalanan, ada pemandu wisata, ada orang hotel dan restoran.
Sulit dipercaya apa yang kulihat saat itu, orang-orang muda itu mulai mencuri dari kantornya sendiri dan merintis bisnis yang sama ditempat lain! Sebagian masih bekerja dikantor yang sama tapi mencuri klien dengan menyembunyikan fax bookingan dan membawanya ke tempat lain! Celaka, dia ketahuan karena tagihan tetap masuk ke akunting kantor yang dihianatinya. Celaka, pemandu mulai mencuri dari agen perjalanan yang menmpercayainya...
Para pencoleng itu rupanya, sekarang megah- megah dengan klien banyak dan menerima
penghargaan dari pemerintah karena berprestasi mencuri tamu dari kantornya terdahulu. Pencoleng- pencoleng juga memandu wisatawan dan terus mencoleng.
Orang-orang itu hanya berpikir untuk keuntungan saat ini, mereka berkelahi memperebutkan
komoditas yang tidak pernah meningkat jumlahnya. Akibatnya mereka harus menekan
semua pengeluaran.
Bebepara menekan harga dengan menghilangkan sebagian pelayanan dan ada pula
yang memotong gaji karyawan. Bisnis mulai merosot karena tidak mungkin ada profesionalisme diantara para pencoleng itu.
Seorang direktur agen perjalanan memanggil pemandunya, dan menawarkan gaji rendah, 40 ribu rupiah per hari. Sang direktur mau memberi pekerjaan minimal 20 kali sebulan tetapi pemandu harus mau dibayar 500 ribu saja, keduanya terlihat senyum dan bersalaman… Sang direktur menelpon artshop-artshop dan meminta jatah pemandunya dipotong separuh untuk dirinya.
Sepanjang waktu pemandu itu tidur, tamu juga tidur! Bangun hanya kalau sudah tiba di
obyek wisata atau artshop. Seorang pakar wisata dari Jepang mengatakan bahwa dia tak menemukan pemandu wisata selama enam kali ke Jogja! Ketua HPI heran dan berkata, bukankah anda didampingi pemandu selama ini? Sang pakar menjawab, oh tidak, mereka hanyalah penunjuk jalan, kawan!
Aku bertanya kepada sang direktu agen, mengapa begitu rupa buruknya dia mengelola
bisnisnya, dia berkata dengan enteng, agen di Bali menekan soal harga, kalau
saya tidak mau mereka akan pindah ke agen lain!
Aku bertanya kepada pemandu yang tertidur, mengapa begitu rupa ia melayani tamunya, dia dengan enteng menjawab, jasa saya dibayar murah!
aku katakan kalau ada barang bagus tentu harga juga bagus. Begitu juga dengan jasa, ada harga bagus untuk pelayanan yang bagus! Baik sang direktur maupun pemandu itu tidak percaya padaku...
Aku lupa, mereka hanyalah pencoleng yang berpakain necis dan berbicara bak pangeran darirumah bangsawan yang aku kujungi ini.
Tiba- tiba sang penjaga tua datang dan berdiri disampingku, dia mengatupkan tangan dan
menyembah kearah kaca besar berbingkai emas yang sisi-sisinya suram, sesuram
bingkai pariwisata kita.
Aku mengangguk dan keluar tamu-tamu masih mengambil gambar bergantian di pelataran
bangunan utama rumah bangsawan itu.
Hazairin R. JUNEP
00.40. 80022030