Minggu, 07 Juni 2009

Sasak Menerobos Dunia

[Sasak.Org] Anak anak SMP dan SMA di dasan kami sedang semangat sekali mengikuti pertemuan dengan senior mereka yang sedang pulang kampung dari Negeri Kanguru. Mereka bergembira menyambut acara ngobrol bareng bule. Inilah kesempatan yang ditunggu oleh semua siswa sekolah yang sangat capai didera oleh latihan menghafal dialog dan grammer. Acara kumpul seperti ini sangat efektif untuk meningkatan kemampuan komunikasi anak Sasak yang sangat pendiam kalau disuruh bicara serius dan sangat cerewet atau ribut kalau ada kesempatan saling ejek

Pada umumnya anak Sasak sangat pemalu sehingga sangat susah mengungkapkan pendapatnya apalagi kalau disuruh menggunakan bahasa Asing. Meskipun mereka sangat sering diajak mengaji dan melihat orang berceramah semalam suntuk tapi mereka tidak banyak yang berhasil menjadi orang yang komunikatif. Ada hal yang sangat kuat digenggam oleh orang Sasak dalam hal berbicara ini. Mereka mengatakan bahwa DIAM ITU EMAS. Ortang tua kami di dasan terus menanamkan pepatah yang sangat jitu mematahkan bicara orang itu karena kesadaran yang sangat tinggi akan kapasitas pengetahuan yang sangat terbatas. Selain itu para ulama kami atau TG kami yang sudah wafat sangat lama tapi masih diingat terus pesannya, seperti rumus hafalan murid sekolah, mengatakan bahwa, orang itu kalau terlalu banyak omong akan selalu kelelahan menjaga eksistensi kebenaranya. Nah ini sangat luar biasa menjaga mulut warga dasan kami yang hidup sederhana dan rukun. Paling paling orang dasan kalau bertegur sapa akan bilang; mari mampir, makan makan dulu. Yang mendengar akan dan harus menjawab ; ya, tidak usah, nanti dirumah saja.

Bagaimana kami anak dasan mau berani bicara dengan bule yang berbahasa Inggris, waktu belajar di kelas hanya disuruh mengisi petak petak kosong dan mengulang kalimat seperti beo. Sering sekali kalimatnya tidak ada urusan dengan kehidupan sehari hari. Begitu juga yang di santren, kami mati matian disuruh menghafal ayat tapi tidak ada tuntunan untuk memahami kata demi kata secara tuntas. Akhirnya kami lulus dan khatam dengan tanda koma. Ya, maksudnya belum sampai titik.

Dengan modal kemampuan koma masing masing anak dasan mencari cari identitas sampai bingung menentukan kemampuannya sebenarnya di bidang apa sih? Heran juga para TG kami yang sudah wafat wafat kok punya kapasitas full sehingga berguna sampai akhir hayat dan kata kata mereka masih saja terngiang dan samapi ke kami generasi sekarang. Kami sesungguhnya ingin mencapai full stop bukan koma, tapi guru dan ustad kami rupanya juga manusia koma. Buktinya banyak guru yang gagal melewati proses sertifikasi dan harus menipu angka kredit point segala.

Menteri kleder di dasan kami banyak sekali, ya tentu saja mereka lebih dinamis daripada yang momot meco, tapi kerjanya hanya jalan dari timur ke barat atau utara ke selatan dan turun naik dijalan setapak berbukit dasan kami. Lumayanlah mereka akhirnya terkikis oleh angin sementara yang momot meco akan habis menguap dengan sendirinya. Inilah kesedihan yang sudah menjadi kebiasaan dan semua sudah terbiasa dengan kenyataan ini. Dasan ini penuh dengan manusia koma.

Pribahasa dan pesan filosofis dari TG kami tercinta seharusnya membuat kita untuk sedikit bicara hanya karena perlu dan banyak bicara hanya karena perlu. Kalau kita telah menuntaskan pelajaran dibidang apapun hendaknya kita mampu mengkomunikasikan ilmu kita, meskipun hanya satu Ayat! Jangan mentang mentang, ayat disini, bukan saja dari Al Qur'an tapi kalimat yang benar dari sumber yang benar juga adalah ayat! Bahkan tanda alam sekalipun adalah ayat Allah bukan?.

Kalau kita tak dapat mengkomunikasikan diri lantas bagaimana memasarkan diri dibidang pekerjaan dan bisnis? Orang dasan kami ini cendrung mengisi satu blok saja dari empat pilihan tersedia yaitu jadi buruh. Padahal diantara mereka ada yang berbakat jadi pengusaha, manager, dan freelancer atau orang yang bekerja lepas. Karena menumpuk disatu tempat akhirnya potensi yang hebat menguap. Karena tidak adanya kemajuan dalam pekerjaan disebabkan oleh manajeman yang buruk maka pepadu yang sangat potensial akan menjadi apatis. Itu adalah fakta yang terjadi di dasan kami yang penuh dengan pegawai dan karyawan apatis.

Perjuangan kita untuk memerdekakan anak dasan di tahun 2015 hendaknya dimulai sekarang juga. Para Sasak diaspora seperti Nurul Hilmiati, M Roil Bilad, L M Jaelani dengan dibantu Le Wharid Rakhmana yang ada di dasan harus kita sambut dengan rasa hormat dan syukur yang dalam karena mereka ini adalah para pembebas. Tetapi kita tak akan mungkin berhasil guna apabila kita tidak mendapat dukungan penuh dari pemimpin setempat. Untuk itu kita harus mencari pemimpin ruhani yang sejati agar kita dapat mengembalikan kemerdekaan dan harkat martabat anak bangsa kita yang rapuh agar secepat mugkin tumbuh menjadi generasi yang kuat fisiknya, tinggi ilmunya, indah akhlaknya dan pandai berkomunikasi. Inilah generasi yang kita siapkan untuk menghadapi tantangan besar agar anak dasan menjadi warga dunia kelas wahid.

Apakah mugkin kita mencari seorang TG yang dapat menuntun kita kepada kesejatian diri?. Anak bangsa Sasak sejati dengan karakter diatas dapat dituntun bersama sama. Tinggal kita mencari ulama yang juga sejati diantara jerami impor, sampah kapitalis dan pakain bekas neoliberal! Ciri ciri ulama yang kita cari diantara bisingnya penjaja ideologi asing itu adalah sebagai berikut.

1. Tidak pernah absen daripada berzikir, mengagungkan Allah dalam segala keadaan.
2. Tidak menyembah berhala bernama materi, pangkat jabatan dan hal duniawi
3. Selau bertaubat kepada Allah
4. Menjaga silaturrahmi, menjadi pemersatu, garda terdepan dalam menjaga kesatuan ummat
5. Hanya takut kepada Allah
6. Takut kepada balasan Allah di hari akhir
7. Senantiasa bersabar menghadapi beban berat demi mencari rida Allah

Sekarang semua anak dasan harus punya catatan mengenai ciri ciri ulama itu agar dicocokkan dengan kehidupan keseharian orang yang mengaku sebagai ulama atau TG di dasan kita.

Jadi kalau ada yang masih suka mengoleksi harta benda, makan makan enak di restoran, mengejar jabatan dan memecah umat. Apalagi sampai memperlihatkan kehidupan hedonis macam kyai masuk bar dan panti pijat, jangan pernah dipercaya. Anak dasan rusak karena melihat contoh buruk dari orang tua dan lingkungannya. Kalau anak anak Bali pandai menari karena sejak lahir melihat orang tua dan pemudanya menari, maka anak Lombok otomatis langsung meniru, kalau hanya melihat orang memenuhi boug dan berugax untuk ngotok otok atau meco.

Mari kita perjuangkan anak bangsa Sasak agar menjadi manusia full yang siap mengahadapi segala tantangan. Kita mulai disini, dan sekarang.

Wallahualam bissawab,

Demikian dan maaf,
Yang ikhlas,

Hazairin R. JUNEP

Tidak ada komentar: