Senin, 02 November 2009

Sasak Lahir Kembali

[Sasak.Org] Dasan kami kecil tapi asri dengan selokan alami yang mengalir air sepanjang tahun. Belut, mujair serta lele masih bersembunyi ditepi tepi yang ada tumbuh rerumputan air. Kalau ikan kecil seperti pudah dan kepala timah atau yang lebih besar pudah jamax alias wader atau kami sebut ikan pelangi, tinggal ulurkan tangan dan dapat kita tangkap dengan mudah saking banyaknya. Kegiatan anak dasan adalah mencari kayu bakar, menggembala, menyabit rumput, membantu di sawah dan banyak kegiatan produktif lainnya. Hari hari dimulai ketika merebot mengumandangkan azan subuh, sesudah itu jalan jalan ramai dan musik yang sangat indah mengalun dari jalan yang ramai. Suara inax inax yang bergerombol jalan ke pasar satu satunya di dekat gedung Gabimas. Ditingkahi suara pelembaran bambu pengangkut terong dan ubi, bunyinya seperti musik keroncong Tugu yang teratur bersahutan dengan sesekali diselingi lenguhan hembus nafas para pengangkut. Terong yang besar besar warna lila dan tomat yang bentuknya lonjong disebut tomat Arab. Ubi jalar yang besar besar, labu , bokah, truwuk, komak dan kendokak dan banyak lagi. Kemakmuran yang lebih merata diantara masyarakat yang tawaduk itu hanyalah kenangan yang sekejab sirna ditelan kejahilan anak bangsa yang dengan mudah ditipu para penjajah modern.

Ketika itu para anak dasan yang bersarung dan berbaju hanya satu itu, bermain slodor dan klereng atau main karet , yeye, bekel dan permainan yang paling bergengsi adalah main kasti, mereka punya idealisme hebat, cita cita yang banyak dibicarakan adalah ingin jadi Tentara, polisi, jaksa, dokter, guru dan ustad. Di dasan itu belum pernah ada pepadunya yang merantau jauh jauh. Kalau orang menyebut Karang Jangkong, Dasan Agung atau Monjok itu sudah seperti luar negerilah. Meskipun bagi orang dewasa ke Mataram itu hanya disebut turun. Dan Bis Sampoerna yang disetir Pak Jamal yang tinggal didasan kami hanya merambat dari Labuhan Haji ke Ampenan. Merambat sekali, tapi saat itu fikiran kami masih merambat juga. Kalau sudah ada yang muntah muntah berarti sudah capai dan kita sampai di Labuhan Haji. Kalau sampai Ampenan mungkin saja orang sudah remuk baru tiba. Kalau anak sekarang pasti sudah diinfus saat turun kendaraan karena dehidrasi.

Di blok sebelah barat ada rumah Bapak HM. Amin Shaleh yang disewa oleh TNI untuk jadi Asrama. Itulah satu satunya bangunan besar dengan banyak kamar. Ada sepuluhan tentara tinggal disitu. Mereka itu sangat disegani oleh warga dasan. TNI saat itu mengayomi sekali, keamanan terjaga kecuali maling dapat mengibuli mereka. Ada satu anggota yang suka mabok dan dibuang oleh komandannya di selokan gombleng yang bau. Dia akan bangun sendiri dan rupanya kayak monyet dengan wajah belepotan raok. Kami nonton diatas dan lari lintang pukang begitu dia bangun, dia teriak seperti Tarzan. Setelah banyak membaca majalah intisari saya mengerti mengapa orang itu mabok terus. Kesepian di dasan asing yang hanya berlistrik malam, menyelimuti hatinya yang muda.

Setelah TNI pindah asrama di embung, rumah berkamar kamar itu disewa oleh pendatang yang tiba tiba muncul dari antah berantah. Ada 4 orang yang saya catat dengan baik.mereka adalah pendatang dari Minangkabau. Meskipun saya sudah tahu letak semua pulau dan ibukota provinsi bahkan semua Negara dunia sampai yang terpencil saya tahu semua, tapi kali itulah saya berinteraksi pertama kali dengan orang asing. Sebenarnya dasan kami sudah banyak orang luar yang jadi warganya tapi sudah tidak lagi asing karena mereka menyatu dan berbahasa Sasak dengan sempurna. Kalau diberi skor semacam TSFL (Test of Sasak as Foreign Language) mereka sudah mencapi 600 semua. Ada Banjar, Madura dan Jawa bahkan guru SMA ada yang dari Bengkulu.

Tapi empat orang Minang ini mebawa wawasan baru bagi kami, mereka rajin mengaji dan bekerja keras menjual obat, pakaian dsb. Mereka pandai berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pengetahuan kesusastraan tinggi sehingga kalau bicara, pantun dan pepatah melayang disan sini. Mereka banyak membaca padahal pendidikan formal tak ada. Warga dasan tak ada yang baca Koran atau majalah. Satu satunya bacaan adalah Al Qur'an tapi aneh sekali tidak ada usaha dari ulama untuk membumikan Al Qur'an itu agar warga melaksanakan isinya dengan baik dan benar. Sepertinya para Ulama itu sangat menjaga dan memelihara kebodohan warga agar jangan sampai hilang taatnya kepada sang ulama. Aneh dan jahat sekali karena ketaatan sesungguhnya ditujukan hanya kepada Allah bukan?.

Salah satu dari orang Minang itu, mengisahkan hidupnya sampai saya berlinang airmata hingga detik ini. Ia seorang laki laki yang di negerinya tidak punya hak waris karena Inaxnyalah yang berkuasa. Warisan diturunkan kepada perempuannya. Saat kelas 3 SD dia diusir ibunya dengan diberi sebutir telur ayam. Dia pergi ke langgar dan masjid masjid berkelana. Berbekal mengaji di langgar itulah dia hidup dari satu pulau ke pulau lain.Saya merasa orang ini hebat sekali sementara anak dasan malas belajar. Bagimana tidak hebat saya anak kecil dilayani juga, coba kalau ada bebajang ngotok di bough dan saya mendekat mereka serta merta bilang; pergi …anak kecil mau ikut ngotok! Satu satunya kesempatan saya main dengan anak yang lebih besar adalah kalau saya disuruh mengangkat layangannya saat ditarik terbang. Mendingan saya mengejar belalang dengan sapu lidi.

Orang Minang itu kemana saja bersama, bulan ini ke Timor, Bulan depan ke Bima atau ke Sumba terus saja bersama dan saling urus keperluan masing masing. Tapi aneh setelah sekian lama saya sering bertemu dengan mereka di Pancor atau di Selong lagi. Mereka rupanya cocok sekali dengan sifat religius warga dasan ini. Warung Padang belum ada saat itu. Orang dasam memasak makanan sangat lezat di rumah masing masing karena bumbunya sampai berpuluh macam dalam satu hidangan. Masakan Padang jauh dibelakang. Ada satu hal yang kucatat dengan baik dipangkal otakku yang paling tersembunyi agar tidak mudah hilang. Orang orang itu selalu saling menjaga karena merasa senasib dan sepenanggungan. Mereka adalah orang orang yang kita sebut Tilar Negara. Pegangan mereka sangat jelas. Adat bersendi Syara' Syara' bersendi Kitabullah. Adat itu bersendikan Syari'at dan Sayariat itu berinti Al Qur'an. Pendeknya mereka berbuat apapun berpedoman pada Syari'at dari Al Qur'an itu. Saya lihat mereka bertemu dan berpisah sama eloknya.

Warga dasan tiba tiba kehilangan seorang pepadu entah kemana rimbanya, dia itu selalu jadi problem, suka nyolong kecil kecilan karena kekurangan dan broken home. Meskipun sudah broken home dan orangtuanya bercerai tapi mereka rukun hidup bersama amaxnya yang kawin lagi dan tinggal besebelahan. Hebat sekali warga dasan satu itu. Setelah berpuluh tahun pemuda hilang itu pulang dan bingung menanyakan rumahnya dimana. Pohon nangka yang besar di depan rumah HM Amin Shaleh itu lenyap, selokan kering, pemuda seumuran sudah jadi amax amax dan inax inax. Akhirnya ketemu juga rumahnya yang telah menjadi gubuk karena semakin menyempit dibagi bagi. Dia sendiri sudah lama hilang dari ingtan orang kecuali ianaxnya yang selalu mengaharap. Pemuda itu merantau ke Sulawesi lalu ke Sumatra. Apa yang dibawa pulang?. Hanya cerita kosong melompong. Dia jadi buruh membantu di kapal nelayan Bugis dan menjadi petani membantu mertuanya membakar ladang, titik! Setelah pulang dia tak lagi balik kepada istri dan keluarganya di Sumatra sana.

Ketika saya bertualang sampai Bali, tak ada tenmpat tujuan tak ada keluarga, tapi saya seorang pemuda tanggung 17 tahun kurang, sudah digembleng dan dibok bok amax dengan penyerahan diri kepada Allah. Dalam keadaan lemas dan kesulitan seorang muallaf menampung saya. Ia adalah istri merebot M.Ali seorang nelayan tua Bugis yang taat dan sederhana. Sudah miskin dan susah masih mau menampung saya dirumahnya. Sedangkan disebelahnya tinggal orang dasan berpangkat dan kaya, menolak sekedar untuk menolong memberi informasi bahkan saya diusir dari masjid!. Waktu di Dasan saya sering main ke pantai ke pantai sampai di Tanjung Ringgit dan bergaul dengan nelayan yang banyak Bugisnya itu. Kini ayah angkat saya adalah orang Bugis. Bangsa ini sungguh luar biasa, mereka sangat kuat berpegang pada akidahnya sehingga timbul keberanian yang luar biasa. Mereka adalah manusia paling berani mengarungi samudra luas. Mereka adalah pengunjung setia Australia sebelum disentuh para penjahat Eropah. Orang Bugis berlayar sampai ke Madagaskar. Semua pulau di Pasifik bahkan pulau Paskah di dekat wilayah Chili. Di Candi Borobudur ada gambar perahu besar di sisi barat dan utara, perahu itu sangat indah. Menurut catatan dari China jalur pasifik sudah dilalui pelayaran Asia ke Amerika. Sekali lagi sebelum pejahat Eropah yang datang 750 tahun kemudian menghancurkan semuanya.

Suatu hari di bulan agustis 2008 saya berkunjung ke sebuah desa kecil di Belgia Selatan kira kira satu jam dari perbatasan Prancis di sekitar Musium Napoleon Bonaparte dan patung Le Petit Corporal. Saya turun dari kereta api yang bersih sekali dan masuk trowongan menuju stasiun kecil untuk mencari taksi. Teman saya mencari transport, menelpon taksi tapi tak ada, bahkan bis juga tidak ada. Semua orang menggunakan mobil sendiri atau jalan kaki kalau yang dekat, satu dua kilometer itu tergolong dekat untuk desa ini. Karena tak berhasil dapat taksi sayapun keluar dati gedung kecil itu. Di depan saya ada seorang wanita yang menatap saya dalam dalam, saya berdebar, dia berpenampilan dan berwajah seperti orang Timor. Dia teriak dengan suara tersedu: "Indonesia?". Dia menghampiri dengan cepat sebelum saya selesai bilang "Ya" dan saya balik bertanya Ibu? Saya mengira dia orang dasan dan saya masih berbahasa Indonesia. Dia ternyata berbahasa Prancis. Kami sama sama terharu karean dua anak dasan yang terpisah ribuan tahun bertemu di negeri yang jauh sekali. Dengan bahasa Prancis kami berbincang, dia berdoa terus untuk saya dengan berlinang air mata. Saya akhirnya tahu dia dari Madagaskar dan mengaku sebagai anak Nusantara, siapa lagi kalau bukan Bugis!

Saya mengambil fotonya, sesungguhnya dia adalah orang Madagaskar kedua yang saya kenal. Sebelumnya ada seorang dokter yang rindu negeri moyangnya datang dari Paris dan hanya sehari kami bersama tapi dia meperlakukan saya sebagai saudaranya sampai saat ini. Saya belajar dari bapak saya M.Ali, Orang Madagaskar dan teman saya seasrama dahulu, bahwa orang Bugis adalah orang yang berpegang pada tali Allah sehingga mereka dengan berani dan bangga jadi manusia Mredeka!. Ya, kemerdekaan hati dan fikiran membuat mereka kuat dimanapun dan kapanpun.

Petualangan saya yang lain adalah, ketika sampai di Jakarta saya adalah participant Canada World Youth terakhir yang mendapat orang tua asuh karena masing masing berebutan mendahului. Saya paling beruntung seperti selalu saja saya alami. Saya mendapat orang tua asuh Batak dengan istri cantik jelita dari Jogjakarta. Saya mendapat keluarga dengan kultur berwarna warni. Saya belajar dari keluarga saya yang Batak ini, apa itu Ala Kita. Bagaimana mereka saling panggil Itok dan Lae. Dan banyak lagi tentang Batak Tembak labgsung. Mereka bicara apa adanya, meskipun kadang bikin panas telinga orang dari kebangsaan lain. Setelah sampai di Sumatera sayapun mendapat ibu asuh batak pula dan ayah saya seorang melayu intelektual yang selalu jadi khatib dan imam di masjid. Sayapun punya saudara angkat dari Aceh, Timor, Papua, Borneo dan Sulawesi, kalau Maluku banyak sekali.

Sewaktu di Bali, saya tersesat di Kuta dan ditolong seorang ibu pedagang asongan. Saya diantar ke rumah seorang semeton dari Cakranegara, dia seorang Hindu Bali tapi dengan segala kemampuan menolong saya. Dia akan pindah tugas ke kabupaten lain dalam beberapa hari. Maka saya diurus dan diberi surat pengantar kepada orang dasan kaya dan berpangkat yang saya sebut diatas. Saya belajar banyak dari semeton semeton kita yang kita sebut Dengan Bali ini, baik di Bali maupun di Lombok. Mereka bilang: "Engakau adalah aku, aku adalah engkau".

Setelah saya pulang ke Lombok sayapun dibuang oleh bangsa sendiri dan saya mendapat nikmat tingal di sebuah dasan terpencil di Sila Bima. Sayapun mendapat orang orang yang cinta kepada saya dan belajar kepada mereka sastra dan budaya Bima dalam waktu singkat. Mereka punya prinsip "duduk dulu baru belajar" artinya terima dahulu tanggung jawab baru dipeklajari. Dan merekaun saling tolong dalam kesulitan. Sepanjang hari dasan terpencil itu dihiasi oleh alunan orang mengaji dirumah rumah panggung reot dan bolong. Wajah mereka bercahaya dan bicaranya leas. Ntah mengapa dimanapun saya berada saya mendapat orang tua asuh atau saudara angkat yang menolong saya setiap saat. Di Sila inilah saya mulai membangun karakter kesasakan diantara perantau dasan dan sampai kini kami masih erat berhubungan meskipun sudah berpuluh tahun terpisah jarak dan waktu.

Petualangan kecil kecilan saya di berbagai belahan nusantara dan dunia ini, mengajarkan banyak hal tapi ada yang penting yang membuka mata dan hati saya sehingga saya bertekad membebaskan anak bangsa Sasak dari ketertinggalannya yang makin mundur saja. Mengapa akhlak dan mentalitas generasi sekarang tergerus dan masyarakatnya terpecah belah?. Belajar dari para orangtua angkat saya dan saudara angkat saya dari Nusantara maupun manca Negara, saya melihat bahwa anak Bangsa Sasak telah menukar identitas dan ajimatnya dengan masalah duniawi berupa kepentingan sesaat. Mereka makin miskin tapi buka kemiskinan yang dilawan. Mereka makin bodoh tapi bukan kebodohan yang dilawan. Lihatlah berapa banyak yang terus memilahara kemiskinan dan kebodohan. Lombok Selatan dan Utara kesulitan air dari tahun ke tahun tapi bukan kesulitan iar yang diurus tapi proyek bantuan asing yang diperebutkan. Mengapa tidak mulai dengan membangun pipa pipa air atau menampung air hujan disetiap rumah. Hujan 3 bulan cukup banyak untuk kebutuhan sepanjang tahun. Air hujan melimpah dibiarkan mengalir ke laut begitu saja. Saya pernah bertualang di Gawah Sekaroh sampai Ekas dan bukit yang sekarang ada hotel paradisenya itu. Air tidak kurang tapi akal tidak jalan dan niatpun tidak ada. Sekolah mahal terus jadi alasan tetapi mengapa tidak dibuat sekolah ala dasan yag asli 100% murah dan bermutu yaitu datang ke berugax?. Jangan kita menyesatkan anak bangsa hanya dengan mengerahkan mereka ke sekolah untuk mengejar nilai UN yang akhirnya banyakan tidak lulus. Dan akhirnya bagai kutukan tak terampuni mereka dicap sebagai anak gagal, padahal yang diukur adalah ketangkasan ikut permainan proyek orang diknas!. Tapi mari kita ajar mereka untuk bercocok tanam dilahan yang ada. Biarpun kering harus kita usahakan dangan teknologi sederhana. Ada jenis pohon yang tahan kering diprioritaskan. Tampungan air hujan dan destilasi air laut sederhana dikembangkan. Lebih baik kita punya lahan kering daripada basah. Bukankah lebih gampang tanah kering daripada tanah becek?.

Dasan yang maju pesat diberbagai tempat yang saya kunjungi mempunyai sejarah panjang banyaknya pepadu mereka yang merantau. Bangsa yang sering kita sebut lebih baik dari kita itu adalah bangsa perantau. Bandingkan dengan anak bangsa Sasak. Yang merantau sangat kecil. Yang terbesar berasal dari Lotim oleh karena itu Lotim jauh lebih berkembang dari kabupaten lain di Lombok ini. Di mulai dari ulama ulama dan kemudian pepadu pepadu sekarang sudah menerobos dunia. Kemudian Loteng lalu Lobar yang terakhir. Inilah saatnya kita perjuangkan sebanyak banyaknya generasi muda dikirim keluar untuk bekerja dan belajar. Kita harus tetap istikomah agar dapat mengejar ketertinggalan ini. Kalau kita kerja keras insayaallah dalam 5 tahun kita sudah melampaui zaman renaissance Bangsa Sasak. Mari kita mulai dari diri sendiri dengan satu ikrar: Maju dan Jayalah Bangsa Sasak!

Wallahualambissawab
Demikian dan maaf

Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP


Comments (3)

lmjaelani: ... http://lalumuhamadjaelani.wordpress.com
Ayo merantau, kita kosongkan pulau lombok selama 10 tahun.

Cari pengalaman dan pengetahuan hidup di rantau, jangan terpaku dan merasa cukup 1
tinggal di tepurung kelapa.1

July 14, 2009


dimaz: ...
Ha ha .... Miq Junep nulis panjang lebar. Cuma yang baca mungkin sangat terbatas. Kalau saja tulisan ini
bisa dibaca oleh sebagian besar keluarga dan generasi muda sasak wah pasti akan berdampak positif terhadap kemajuan Bangsa Sasak.

Saya, sasat ini tinggal di Kaltim sangat prihatin dengan penderitaan bangsaku Bangsa Sasak. Di saat orang lain kelebihan gizi, semeton jari di Lombok
malah busung lapar.

Untuk memperbaiki kondisi perekonomian tidak diperlukan waktu terlalu lama bila masyarakat mau keluar meninggalkan pulau ini. Saya kenal beberapa
orang Lotim yang di Kaltim. Ada yang dari Sakra jadi pengacara, ya tentu saja kaya raya untuk ukuran kita masyarakat sasak. Ada yang jadi pengusaha, dan banyak yang punya peternakan.

Memang tidak ada pelajaran khusus untuk menjadi makmur. Buku tulisan Robert Kiyosaki mungkin bisa
menjadi pedoman. Keluarga Sasak tradisional umumnya tidak mengajarkan pada anak-anak bagaimana
agar kita hidup enak. Anak-anak disekolahkan, itu juga tidak begitu terurus. Makan seadanya. Para ibu biasanya hanya berlinang air mata bila memberi makan anak-anak mereka apa adanya. Jarang sekali yang memberi pelajaran gizi bagaimana agar
anak-anak mereka sehat dan cerdas. Itu karena para ibu tersebut tidak punya pengetahuan tentang gizi. Juga karena tidak punya makannan yang baik
untuk anak-anak mereka.

Untuk kemajuan cara berpikir kita dan perbaikan finansial, maka tidak ada salahnya kita membaca
buku semacam rich dad, poor dad, cash flow quadran. Buku-buku tersebut banyak sekali memberi
saya inspirasi. Dan saya tercengang bagaimana bodohnya saya selama ini. Bahwa keluarga saya juga
keluarga tradisional yang tidak tahu apa-apa tentang menndidik anak, menjadikan mereka cerdas
dan melek finansial.

Benar kata Miq Junep. Dalam waktu 5 tahun kita dapat melampau renaisance bangsa sasak. Tapi bagaimana kita memulai renaisance ini. Biar semua
masyarakat sasak tahu dan mau diajak melakukan perobahan ini?

Salam,
Dimaz





2


July 16, 2009


H.MUSA SHOFIANDY: ... http://ramendsho.wordpress.com
Tulisan sanak HRJ cukup membuat kita jd penasaran sambilan ngedumel base antah berantahnya. Penasaran dengan kepedulian org2 rantauan terhdp sesamanya apalagi sesama Bangse nya sendiri,dan tdk ketinggalan terhdp tanah kelahirannya, mereka saling bantu dan saling "angkat" tdk usah jauh2 cb lihat semeton2 kitan yg dari timur (Bima/Dompu) mereka saling bantu bagaikan sdr sekandung, baik dirantauan maupun di dasannya, mknya banyak semeton2 kita yg "jadi orang" Di Jkt yg tergolong Kota Besar dan Ibukota RI, kita tdk nyangka kalau tmn2 Bima banyak yang "jadi orang" Nah.. bagaimana dengan Bangsa kita Bangse Sasak? Kalau dirantau "mungkin ya" bisa saling bantu, saling "angkat:, tapi kalau di Gumi ne mesak, Tanak Sasak, bagaikan permainan "Jurakan" saling antuk (saling peterik) saling injak, saling tendang, saling ,menjerumuskan. Kalau ada yg kelihatan maju dan berkembang, berbagai upaya dilakukan utk menjatuhkan Bangsenya. Salah satu bukti terbaru adlh kasus pergantian 4 Direksi Bank NTB. bbrp waktu lalu. Ke empat2 nya diganti dg org luar (embeh jage).
Beberapa hari setelah Rapat Pemegang Saham (Gubernur dan Bupati se NTB) dilakukan,pada hari Minggu tgl 7 Juli 2009 sy ketemu dg salah seorang Pimpinan Cabang Bank NTB. Saya tanya kenapa para Direksi yng org NTB. itu diganti semua? Apa mereka tdk mampu, pernah berbuat salah atau bgmn, tanya saya. Beliau jawab, bukan begitu dan permasalahan yg sebenarnya sampai ia diganti kita tdk tau persis, karena kalau kita lihat kemampuan dr k4 4 Direksi yg diganti itu, tdklah kalah dengan penggantinya yg semuanya org2 luar NTB. Tapi kenapa mereka yg Putra Daerah NTB itu diganti semua,dg org luar NTB. Kenyataan ini jg mendapat sorotan dan kritikan dr para wakil rakyat (anggota DPRD NTB) dan mempertanyakannya kepada para pemegang Saham, tapi namanya manusia yg sdh pinter semua, para pemegang saham membela diri,mrk merasa dr tdk salah menunjuk org luar, KECUALI, Walikota Mataram, Bp.HM.Ruslan,SH. yg ada kepeduliannya, yakni dengan mengusulkan agar dari 4 Direksi itu jangan diganti semua, tpi biarkan 2 org Putra NTB dan 2 orang dr luar, karena beliau juga yakin dan percaya bahwa Putra2 NTB yg ada di Bank NTB itu mampu untuk mengendalikan Bank NTB.Tapi rupanya usul itu tdk ditanggapi, dan beliau (HM.Ruslan,SH) keluar ruang rapat sebelum selesai. Kalau saja Bangse Sasak yg kebetulan saat ini lg berkuasa, tdk mau memperhatikan Bangse nya sendiri...Berembe.... meton...? Mknya bg semeton2 yg saat ini tinggal digumi kelahirannya dan mrk punya kepedulian terhdp Kemajuan Bangse Sasak yang kayaknya Sulit utk mewujudkan keinginannya Memajukan Bangse Sasak, banyak yg berfikir, Lebih Baik Hidup di rantauan dg tenang dp hidup di Gumi mesak, penuh kekesalan dg ulah polah mrk yg tdk peduli dg Bangsenya sendiri...Tetu ne meton LMJ..seperti yg diungkap di atas.....
Tapi bg km sendiri, apapun yg terjadi, Usaha dan Upaya kita utk Membangun Bangse Sasak, tdk harus pudar, krn dunia... terus berputar... ada kalanya mendung, hujan, angin kencang dllnya, tapi suatu saat PASTI akan terjadi cuaca yang menyejukkan yg akan membawa kita untuk ingin Hidup Seribu Tahun Lagi......... Amien.

Tidak ada komentar: