Kamis, 12 November 2009

Sasak Mengutuk Keju

(Sasak.Org) Setelah 16 hari saya berada di Irkutsk, pada siang ini baru pertama saya diizinkan pergi dengan bis kota dengan pengawalan seorang teman. Sebenarnya saya igin hilang sendiri tapi setelah mengalami perjalanan ke pusat kota yang panjang dengan pemandangan sama yaitu bangunan rata rata berlantai 10, berupa apartemen yang bercat teduh dengan pepohonan yang daunnya meranggas atau layu dan kering, saya merasa kawan kawan saya benar tidak berani melepas saya sendiri. Bagaimana mematok timur dan barat kalau pemandangan sama, pohon pohon meranggas, kios kios, supermarket dan pasar dimana mana, sang mentaripun tak pernah menampakkan batang hidungnya. Bis melaju dengan cepat dari satu halte ke halte berikutnya. Meskipun berumur 30 tahun ternyata nyaman juga bis Uni Sovyet ini. Kursinya empuk dan tidak sesak. Kalau di dasan bisnya dibuat sepadat mungkin dan manusia dijejalkan sebanyak banyaknya kalau perlu saling iwa, apalagi kalau ada anak anak. Si sopir dasan yang sok jagoan bisa membentak inax amax yang sangat penakut saking gawahnya. Dia perintah agar anaknya dipangku meskipun dipungut ongkos. Pokoknya kalau tidak disiksa orang dasan tidak puas. Hati saya sampai kelabu bukan karena langit Siberia yang beku tapi mengenang betapa menderitanya anak bangsaku yang hidup di dasan kami. Si sopir yang gaya itu pada gilirannya akan digertak aparat dan dikompas dengan pura pura cari kesalahannya. Di dalam buku rebuijs terselip 20 ribu untuk sang pembentak. Dan si aparat akan dikompas atasannya kalau mau urus naik pangkat atau mau sekolah lagi. Aduh, capek menelusuri kelok kelok manusia rusak. Udara hari ini dari pagi hangat, plus 3 drajad saja, saya ikut merasa hangat sebab teman saya Evgeny saja kalau minus 10 drajat dibilangnya hangat, hangat sekali.

Turun dipusat kota kami berlarian menyeberang jalan jalan yang ramai, saya biasanya menghentikan mobil di jalanan jogja kalau mau nyebrang, di Irkutsk saya lakukan juga. Setelah berjalan kesana kemari akhirnya sampai juga di Musium seni Rupa tapi waktu tinggal 30 menit, saya tunda besok saja. Tiket masuk di musium yang bagus bagus itu berkisar antara 50 sampi 100 rubel. Kurs sekarang adalah 300 rupiah untuk satu rubel. Kalau di Jogjakarta masuk borobudur dan prambanan tiketnya 10 dolar, itu terlalu mahal, seharusnya cukup 5 dolar. Kalau tidak ramai ramai dikorup sebenarnya pemasukan kedua taman itu sangat besar meskipun dengan tiket yang 5 dolar itu. Saya mencari cari wc umum tapi tidak ada. Waktu ke Baikal ada wc dengan sewa 20 rubel. Di kota saya tidak ketemu satupun. Saya putuskan pulang dan sampai dirumah sudah jam 18.00. Kami makan malam dengan ikan goreng. Saya bertualang di pusat kota hanya sekitar 90 menit. Rintik salju tipis menerpa wajahku dan dalam waktu 15 menit rahang jadi kaku dan sulit bicara. Bahasa Inggris susah terucap dengan baik apalagi bahasa Rusia. Saya mengerti mengapa bunyi bahasa Rusia begitu rumit sebab berat sekali berkata kata diantara terpaan udara dingin yang menerbangkan setiap lafal huruf yang terucap. Saya perlu 2 hari untuk menemukan letak lidah untuk mengucap L dan banyak lagi bunyi desis basah dan kering yang tak dapat saya uraikan. Bagi orang Rusia cuaca ini sangat menyenangkan hati, kalau jumpa teman, mereka saling menyapa,"bagaimana hidupmu?".Tak satupun menjawab dengan cerita buruk, semuanya baik, normal dan menyenangkan. Meskipun seandainya tidak menyenangkan. Mereka tidak mengenal apa yang kita sebut niat! Tapi mereka memperaktikkannya setiap hari. Kalau kita niatkan semuanya baik niscaya akan baik bukan?. Setiap sempat pulang ke dasan, saya selalu menjabat tangan teman teman masa kecil saya dan memujinya sedapat mungkin, bahwa dia kelihatan sehat dan gemuk. Gemuk adalah pertanda kemakmuran. Tapi tidak sampai saya selesai bicara semuanya bilang: "ado ite jex ngene ngene dirix, bee ngumbe angkunte?!". Anak dasan itu tidak pernah memasang niat baik dan tidak mau melihat bahwa mereka sesungguhnya sangat beruntung. Makan dan minum enak sekali. Air di gumi paer sangat sehat dan bersih. Nasinya pulen atau garing dengan beberox kangkung atau terong. Masyaallah nikmatnya. Masih juga disepelekan kalau sudah kenyang. Mereka bilang: " enggax enggaxne te kaken beberox beberox dirix!". Saya membayanngkan kalau rekan rekan Rusia saya ini bermental dasan mungkin mereka tiap pagi dan petang mengutuk makanannya: " Roti malik!. Keju malik!. Salad malik! Empax malik!. Te bementega mentega dirix lasingan!". Kalau sampai begitu yang terjadi, Rusia sudah penuh dengan orang momot meco dengan jemari gemetaran karena dingin, sebab sewox tidak dapat melawan dingin Siberia yang 1000 kali dinginnya musim perekong tengkulak kita.

Pada suatu masa seorang pendeta nekad masuk ke pedalaman India dimana terdapat suku terasing yang buas. Para pengawal angkat tangan dan mundur satu persatu. Pendeta itu sangat yakin bahwa Tuhannya akan menyelamatkan dia sebab ia ingin membebaskan manusia dari kebiadabannya. Ketika dia akhirnya berhasil masuk ke wilayah orang buas itu, serombongan manusia mengerikan mengarahkan tombak, panah dan senjata beracun lain ke satu titik. Sang pendeta terkepung dalam lingkaran maut yang mengerikan. Dia sangat ketakutan dia tak membawa apapun kecuali biolanya. Lalu dipejamkan matanya seraya memainkan biola dengan nyanyian pujian kepada Tuhannya. Orang orang buas itu, setelah mendengarkan musik yang syahdu jadi berubah perilakunya. Mereka menurunkan senjatanya dan akhirnay sang Pendeta diterima dan tinggal disana bertahun tahun.

Di dasan kami yang penuh dengan manusia yang berhijib dan bersalawat, para TG datang disambut dengan hingar bingar. Mereka tak segan berteriak Allahuakbar dan melantunkan Asrakal Badru atau Ya Nabi Salam Alaika. Sang TG tidak membawa apapun kecuali datang dengan jubahnya yang kebesaran dengan tiga tau empat saku di kiri kanan. Ketika tangannya yang satu bersalaman tangan lainnya memasukkan amplop ke saku saku yang menganga seperti cupak yang tak pernah kenyang. Tiba tiba anak bangsa Sasak yang pandai berhijib dan bersalawat itu berperang satu sama lain dan TGnya melarikan diri sesudah itu mereka hidup lebih buruk dari suku terasing di pedalaman rimba antah berantah itu. Barangkali sudah saatnya anak bangsa Sasak ditransmigrasi ke Siberia dan diberi makan keju sebagai ganti urap urap beberoxnya. Disana mereka tak akan sanggup berhijib karena rahangnya kelu. Kalau ditanya apa kabar meton?. Mungkin mereka akan menjawab: " pade marax sax uwix!". Padahal mereka sudah makan keju.

Wallahualambissawab

Demikian dan maaf
Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP

komentar dari SO:
1.

M. Roil Bilad: ...
Miq Junep, Sasak Eropa merindukan "empik",
bosen makan keju terus----
November 10, 2009

Roti-keju-roti-keju-roti-keju, boseeeeeeeeeeeeeen

Tidak ada komentar: