Senin, 02 November 2009

Sasak Mengadu Kenari Pecah

[Sasak.Org] Pulang ke kampung halaman adalah kalimat paling romantis yang ada di benak setiap anak dasan. Di Prancis orang menyebutnya Retour aux Champs, kalau orang kota mungkin tidak punya istilah seromantis yang kita punya. Yang jelas adalah bahwa ditiap dada anak dasan ada kemauan baik yang tak pernah padam untuk pulang dan berbagi. Dasan kami yang sunyi telah melahirkan begitu banyak orang penting yang mendiaspora di seluruh dunia. Ketika pulang mereka sudah hampir renta, pulang lihat lihat lalu hilang lagi. Paling banter sekedar meramaikan jamaah masjid sesudah itu mati. Di makamlah kita mengetahui sang tokoh adalah orang yang pernah mengukir prestasi, mencapai pangkat dan jabatan tinggi di negeri orang. Jadi dasan ini hanya melahirkan, mengasuh dan membesarkan lalu menerimanya kembali dalam keadaan tua, luka, luruh dan beku, sesudah pohon pohon yang ditanam papux balox tumbang semua.

Kami pernah punya gubernur, bupati, mayor, kolonel, doktor dan professor yang asli anak dasan tapi bersama mereka kami hanya diajak Pelagax Lekong Belax, Mengadu Kenari Pecah!. Bagaimana jadinya kalau dua kenari yang sudah pecah dibentur benturkan, sudah tentu isinya yang gurih dan nikmat tak dapat disantap karena jadi remah bercampur pecahan cangkang dan tanah. Sesudah itu bubar dengan rasa aneh, senang dan jengkel. Senang bagi yang iri karena orang lain tak dapat menikmati. Jengkel karena mau menikmati tidak bisa. Aneh karena perbuatan ini dilakukan seolah ini adalah tradisi yang dibudi dayakan.

Ketika para Sasak diaspora pulang kampung, umumnya pada saat hari raya, keadaan dasan tentu lebih meriah dan gembira. Ritual sekali setahun akan diupayakan sedapat mungkin lain dari yang lain, sebisanya yang tidak ada diadakan, yang biasa dibikin luar biasa bahkan yang tidak biasapun dijadikan biasa. Pada hari itu terjadi pemborosan, penghamburan dan ekstasi meliputi perasaan anak dan orang dewasa. Satu Minggu berbinar binarlah wajah dasan. Selanjutnya 11 bulan 3 minggu, cerita mengalir sedih, tragids dan kadang mencekam. Pelagak Lekong Belax, adalah aktifitas menunggu waktu, padahal waktu tak pernah datang. Waktu dianggap datang dan pergi padahal waktu jauh lebih dahulu hadir dari pada papuk balok toker goneng. Kitalah yang ditunggu oleh waktu namun karena bongoh bin belok ajum kita menganggap diri sebagai tokoh utama yang duduk disinggasana untuk dilayani oleh sang waktu.

Pelagak Lekong Belax adalah ungkapan yang disamapaikan oleh Sasak Lokax kita untuk menyindir orang orang yang banyak berbuat sia sia, menghabiskan waktu melonjak lonjak girang di tanah lapang. Papux Balox kita telah membuat Brugax sejak zaman dahulu kala. Tempat itu adalah padepokan khusus untuk berkumpul dalam rangka melengkapi dan mengisi diri dengan senjata ilmu dan agama. Para Sasak Lokax bergilir memberi kuliah dalam rangka membangun karakter pepadu dan dedare yang tangguh. Ilmu mereka adalah budi pekerti. BUDI artinya pengetahuan KRTI artinya kejujuran.Dari Brugax itulah muncul para Sasak Kelet yang kelak sebagian menjadi Sasak Lokax. Mereka inilah yang sanggup meneruskan nilai nilai kesasakan yang dapat membuat badan kita tegap dan wajah kita sumringah.

Saat saat runtuhnya tanah Selaparang, di ujung barat Jawa para penguasa mabuk oleh anggur Porto atau Malaga yang dibawa orang asing yang mengincar kekayaan negeri ini. Setelah mabuk para raja dan pangeran bertelanjang melepaskan tanah tanahnya yang luas untuk dikuasai orang asing. Dalam keadaan mabuk itu mereak kehilangan semuanya termasuk kemerdekaannya. Manusia dimanapun sama saja, kalau hitungannya sudah tepat mereka bisa naik, turun atau hancur. Semuanya adalah akibat tangan mereka sendiri. Ketika memasuki gumi Selaparang, pesawat berhenti tepat di depan banguna besar bebentuk Brugax. Inilah satu satunya warisan yang masih dibanggakan bangsa Sasak. Keluar dari bandara, semua gedung besar bentuknya adalah brugax. Di pintu masuk setiap rumah sepanjang jalan sampai ke Selong, di kiri kanan dihiasi brugax kecil seperti tempat menaruh sesajen. Mengapa brugax ikut ikutan seperti pelagax lekong belax?. Seperti rongsokan yang tidak dilirik orang.

Para Sasak Lokax dan Sasak Kelet enggan bersuara karena semakin banyaknya Sasak Lebung yang tidak mau menghiraukan nasihat. Taka ada gunanya memberi wejangan karena tidak ada apresiasi lagi, masing masing orang bahkan tidak mendengarkan diri. Mereka tetap menenggak arak meskipun nuraninya berbisik HARAM. Mereka tetap mencuri meskipun hati kecilnya meronta. Lambat laun tak ada lagi bedanya antara yang satu dengan yanag lain, saking banyaknya maling dan pemabuk, khatibpun takut menyebutkan ayat ayat yang melarang tindakan mabuk dan maling, sebab jamaah bisa tersinggung dan mesjid yang 1000 itu bisa sunyi.

Saat kritis itu dimulai dari Brugax juga, disiplin yang ikut rapuh ditelan materialisme, mengubah peri laku para sesepuh kita. Mereka ingin ikut menikmati kesenangan sesaat. Mereka suka pakaian dan makanan mewah. Ketika perut semakin membuncit otak makin bebal dan hati jadi tumpul. Apakah yang tersisa yang dapat dipersembahkan kepada generasi baru bangsa Sasak?. Brugax disepanjang jalan antara Ampenan sampai Labuhan Lombok paling bagus berfungsi sebagai tempat ronda sesaat. Lebih banyak digunakan untuk main kartu, mabuk dan bejorax. Memang kegiatan melengkapi diri atau mempersenjatai diri pernah dan sempat dilakukuan di masjid masjid. Tapi Sejak ustad jadi PNS dan kiyai jadi deputat, tinggal anak anak tanggung yang membimbing adik kecilnya membaca Alif Ba Ta, sudah itu mari kita begawe untuk khataman Al Qur'an.

Gumi Sasak penuh oleh orang berperut buncit, berhati tumpul dan otaknya bebal, darimanakah kita mulai?. Dari diri sendiri, Bagi yang muda dan bersemangat hentakkan kaki tiga kali sembari mengulang syahadat dan takbir 3 kali, lalu singsingkan lengan baju beriuk mengajak bicara semua anak bangsa bahwa kita harus kembali ke Brugax karena jika tidak segera kembali bangsa ini akan menjadi pakar ilmu pelagax lekong belax!. Kepada yang punya anak, mulailah membuat anak jadi militant, dengan membangun akidah yang kuat dan tradisi mencintai ilmu. Kehancuran anak dimulai saat orangtua sangat cinta dan takut kehilangan anak, sehingga rusaklah anaknya itu tanpa disadari.

Kepada Sasak diaspora, mari kita berbuat sesuatu tanpa menuggu; nanti kalau sudah kaya, nanti kalau sudah cukup, nanti dulu karena sekarang saya sedang ambil doktor, nanti dulu kalau sudah pensiun. Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi! Waktu tidak memerlukan kita, dia lebih tua dari kita, maka berhentilah mengadu adu kenari yang sudah pecah itu. Aku tak akan lupa Tanah Selaparang yang melahirkanku, menimangku, membesarkanku dan aku tak mau sekedar lewat diangkut orang dengan gorong batang dengan upacara membesar besarkan apa yang kulakukan hanya di negeri orang. Setidaknya aku ingin berkata kepadamu wahai anak bangsa Sasak, "Bacalah dengan nama Tuhanmu ….".

Wallahualambissawab

Demikian dan maaf

Yanga ikhlas
Hazairin R. JUNEP


Comments (1)

Nazar: ...
Satu lagi karya miq junep yang menghantam ulu hati..

tiang tetap optimis bangsa sasak akan menemukan kembali jati dirinya, menjadi sasak kelet yang mampu berbuat untuk bangsa sendiri dengan tetap berpegang teguh akidah..
Mudah2an kami sasak odak ini bisa berbuat lebih banyak sehingga tidak seperti yang dikatakan miq junep..

"Dasan kami yang sunyi telah melahirkan begitu banyak orang penting yang mendiaspora di seluruh dunia. Ketika pulang mereka sudah hampir renta, pulang lihat lihat lalu hilang lagi. Paling banter sekedar meramaikan jamaah masjid sesudah itu mati."
1


July 06, 2009

Tidak ada komentar: