Senin, 02 November 2009

Sasak Yang melengket

[Sasak.Org] Sejarah Perang dingin sangat panjang menghiasi masa hidup beberapa generasi. Kalau kita baca atau lihat garis perjalanan manusia selama masa itu pasti tidak banyak yang mengetahui bagaimana orang hidup di belahan lain dunia ini. Warga Amerika yang menganggap Indonesia adalah suatu bagian dari Bali dan Orang Indonesia menganggap penduduk Uni Sovyet sebagai PKI semua adalah hal yang normal terjadi. Dimasa itu komunikasi terbatas dan semua orang lebih tertutup. Ketertutupan itu banyak disebabkan oleh situasi politik di bagian negara blok timur dan negera berkembang.


Kalau di Amerika Serikat dan Eropah Barat keterbukaan disegala bidang mebawa perkembangan kemajuan disegala bidang dan kemunduran di bidang tertentu. Kualitas hidup yang makin tinggi tidak menghentikan penderitaan dan kemerosotan disebagian rakyatnya. Sampai saat ini banyak gelandangan dan buta huruf dan jangan lupa pemakai narkoba, angka aborsi serta perceraian lebih dari 50%. Adalah harga mahal dari kemajuan itu.

Uni Sovyet dan Negara Blok Timur, boleh saja tertutup dan kurang maju dibanding dengan Negara Barat itu. Nilai nilai yang berkembang mengarah pada pembangunan karakter kuat bangsa. Sekarang kita bisa melihat sisa sisa dokter, insinyur dan pakar berbagai bidang dengan tingkat professional paling TOP adalah hasil dari system tertutup Blok Timur. Olah ragawan terhebat muncul dari Blok Timur dan sekrang China yang masih menjalankan nilai yang sama. Satu satunya kekurangan adalah pertumbuhan industri modern sangat terbatas. Selama masa Uni Sovyet terjadi deficit. Ada uang tak ada barang. Orang sangat irit dan hati hati. Masyarakat tidak konsumtif dan pemboros. Tetangga saling kenal dan banyak berinteraksi. Kebudayaan berkembang dengan kemampuan berkelit dari tirai besi. Bermain dicelah celah tirai yang berbahaya membuat kecerdasan manusianya semakin tajam dan hasilnya sungguh brilliant. Teater besar bertumbuh dengan performance nilai seni tinggi. Film film yang dibuat selama 60 tahunan sampai saat ini tak ada yang menandingi mutu seni dan nilai nilai yang dikandungnya sangat manusiawi dan mendidik selian menghibur. Kini sudah berubah semua maka mulailah manusianya kena obesitas dan tumbuhlah gelandangan dan penyakit sosial lain dimana mana.

Apa yang terjadi di Gumi Sasak selama masa perang dingin?. Satu satunya yang dihafal anak anak dasan adalah musim kembang Bagik atau perekong tengkulak, saat musim kemarau dan suhu udara bisa sangat dingin dimalam hari maupun di siang hari. Kalau perang dingin tidak banyak dibincangkan di boug bough dasan. Sambil makan biji bagik yang menambah amunisi kentut yang dibincangkan adalah hal hal spele yang kurang membawa semangat kearah pembaharuan disegala bidang. Hiburannya bukan film bagus atau buku yang bersastra tinggi tapi sahut sahutan kentut akibat kembung biji bagik itu.
Kalau ada pengajian bukan sibuk mencatat isi ceramah tapi sibuk menahan perut yang siap meletus. Itulah sebabnya banyak jamaah yang diam diam pulang duluan.

Menunggu dan menunggu itulah satu satunya alasan anak dasan tetap hidup. "Lemax lamun wah menu atawa meni jax!". Kelak bila sudah begini atau begitulah!. Ketika tidak kunjung ada yang datang atau berubah mereka menghibur diri; lemax lamun wah muni guk! Itu sama dengan pepatah Rusia yang berkata : "Nanti kalau kepiting sudah bersiul di puncak gunung!". Diantara anak anak dasan itu sebenar banyak sekali yang pintar dan cerdas. Namun sayang mereka ini sering sekali digilas oleh oknum oknum tertentu sehingga sepintar dan secerdas apapun anak dasan, dia jadi takut bersuara.

Kalau ada pepadu bicara kebenaran kemungkinan besar dia akan ditanya; "kamu ini siapa, siapa amaxmu?". "Baru merantau 2 hari berani bicara. Saya ini sudah 40 tahun merantau, kok kamu ajari!". Orang Sasak ini aneh, kalau tak boleh dibilang lucu, bila sedang bersemangat mereka bisa sesumbar bahwa mereka sanggup diinjaka injak demi menjunjung bangsa Sasak agar makin tinggi derajatnya, tapi tidak ada yang mau berjongkok dibawah. Bagaimana mau naik kalau tak ada yang menjunjung. Akibat dari kejadian demi kejadian yang membunuh kretifitas dan spirit generasi mudanya maka lambat laun tumbuhlah pemuda dengan mental mengkrut. Krut atu Krot adalah buah dari penindasan dan akar sebab musabab dari Perot (pérot). Kalau di Selong lebih jelek lagi namanya Pelot (pélot) artinya lengket, melekat, sperti tai ayam yang lengket. Melengket terus tidak berani lepas saking takutnya independent.

Karena pelot atu perotnya itu, anak anak dasan tidak berani mengungkapkan kebenaran meskipun para TG mengajarkan dengan tegas dan jelas bahwa:" Kita harus mengatakan kebenaran itu meskipun pahit". Paling banter kalau sempat nyeletuk, mukanya merah dan sembunyi. Kasihan sekali mereka sampai menyebut nama saja takut sekali. Akibatnya surat kaleng merajalela. Padahal isi dan pesannya sungguh luar biasa, mengandung kebenaran dan keterdesakan untuk ditindaklanjuti. Sayang sekali karena yang menyampaikannya adalah orang yang tidak jelas maka issue yang diangkatpun hilang begitu saja. Pernah ada tetangga yang melempar rumah bosnya bermalam malam, tidak ada penyelesaian sampai keduanya capai. Sekarang ada masalah di dasan, ada busung, ada PSK, ada yang sakit keras, ada maling, ada koruptor semua didiamkan saja sampai bosan, sampai mati, sampai ada busung lagi, PSK lagi dan seterusnya.

Kurangya keterbukaan bangsa Sasak dalam menyelesaikan perkara ini bukan karena perang dingin tapi karena ditutupnya akses belajar IPTEK dan pengarahan pendidikan agama pada kebutuhan sesaat dan kekuasaan. Agama yang seharusnya menjadi sumber inspirasi menuju manusia Soleh dan beriptek jadi tidak berjalan karena terkooptasi oleh kepentingan tertentu. Dasan penuh dengan kiyai, guru, tukang, pedagang, polisi dan bahkan tentara, murid, nahasiswa dan mentri kleder. Ada satu kesamaan dari semua anak dasan itu, meskipun ada di kantor, di tempat ibadah, di kampus maupun di ladang. Mereka Perot alias Pelot! Mereka tak berdaya oleh UN, mereka tak berdaya oleh amplop, mereka tak berdaya melawan KKN mereka tak berdaya karena takut tidak kebagian jatah. Mereka mengeluhkan tetek bengek ritual yang tak perlu.

Sekarang kita mulai dari diri sendiri, satu butir pasir dan mari kita berjongkok agar anak anak dasan berani naik dipundak kita. Kita beri mereka kesempatan melihat jauh ke depan, mengibarkan bendera bangsanya, membuatnya bangga dan berani menyebut namanya dengan lantang dalam mengumandangkan kebenaran. Selamat Tinggal Perot! Berhentilah jadi pepadu melengket, Pelot!

Wallahualambissawab
Demikian dan maaf

Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP

Tidak ada komentar: