Kamis, 12 November 2009

Sasak Tanpa Ideologi

(Sasak.Org) Setiap kali saya berangkat ke luar negeri saya selalu menggunakan jas dengan garuda di saku kiri. Saat hendak berangkat ke Rusiapun saya mengenakan jas yang bergaruda. Saya merasa nyaman dengan kostum itu. Hassan bertanya apakah pakai kostum bergaruda lagi, dan saya jawab" ya". Dia tertawa terkekeh kekeh dan anggota keluarga ikut tertawa. Saya balik mentertawakan mereka, tentu mereka merasa heran ditertawakan karena mentertawakan orang yang aneh malah ditertawakan. Pagi pagi saya mandi dan melihat ada sabun mandi tergeletak ditepi bak. Setelah saya selesai mandi saya teriak menanyakan siapa gerangan yang menaruh sabun mandi sedangkan saya sudah menyediakan sabun cair yang lebih praktis dan busanya banyak. Hassan bilang bahwa orang dasan biarpun sudah kenyang makan apa saja dia tidak merasa sudah makan kalau belum makan nasi. Begitupun kalau mandi, meskipun ada sabun cair sepanci kalau belum menggosok badan dengan sabun mandi biasa dianggap belum bersabun.

Anak satu ini selalu banyak cerita, tapi saya kesihan sekali melihat mereka tumbuh dan berkembang di alam kebebasan ini. Dia faham soal kebiasaan anak dasan, tapi dia dan yang lain tidak faham mengapa saya selalu mengenakan garuda di saku kiri. Itu jauh lebih dalam dari soal kebiasaan. Di kostum itu ada sebuah ideologi, ada sebuah impian, ada sebuah harapan. Ideologi adalah ilmu tentang impian. Bagaimana hidup dengan ide besar yang diejawantahkan dalam kehidupan sehari hari. Ketika saya ikut organisasi pemuda semasa di Unram, saya mendapat penataran P4 paket 15 jam. Sewaktu saya masuk akademi di Jogja saya dapat penataran P4 paket 45 jam dan ketika saya masuk UNY saya dapat P4 paket 100 jam. Saya menggugat P4 dan terancam dipecat dari kampus. Akhirnya saya dapt A untuk mata kuliah Pancasila yang diambil dari nilai P4 itu. Saya ditempa menjadi manusia yang mengerti akan tanggung jawab sebagai warga negara. Bahwa kami harus mengejar kemajuan bagi kejayaan nusa, bangsa dan agama. Anak anak saya tak mengerti apa itu ideologi, impian dan harapan masa depan sebuah bangsa dan negara.

Ketika Uni Sovyet berdiri kokoh, Aeroflot pesawat udara kebangsaan mereka terbang ke Jakarta dan Surabaya tiap minggu atau tiap hari. Mereka membantu kita dalam berbagai bidang terutama teknologi dan budaya. Bahasa Rusia diajarkan gratis di konsulat dan kedutaan meskipun anak dasan tak ada yang tertarik. Negara besar itu tegak berdiri menakutkan negara lainnya. Sebabnya adalah karena mereka punya ideologi, punya impian dan harapan kejayaan bersama. Tentu banyak orang mengatakan itu utopia. Dan setelah 70 tahun runtuhlah semua impian bersama itu disebabkan karena manusia tak sanggup menjaga dan mempertahankan konsistensi ideologinya. Ekonomi tidak berkembang dan semua defisit, untuk memperoleh kebutuhan orang harus antri dan kalau perlu menyogok. Yang hidup enak hanya para pejabat yang berkuasa dari pusat . Di Zaman Orde Baru kita punya ideologi kuat dan impian dengan repelita yang terus dijalankan. Kitapun disegani oleh negara tetangga sebab kita berdiri tegap dan tahu hendak berjalan kemana. Garuda Indonesia tertib terbang ke kota kota utama negeri dan bahkan seluruh dunia ia termasuk terbaik. Ada atau tidak ada penumpang jalan terus demi kehormatan bangsanya. Akhirnya ORBA kandas juga akibat pertengan kepentingan.

Negara seperi As dan China dapat maju karena mereka punya ideologi dan impian yang kuat. Orang AS merasa merekalah yang paling hebat dan berjuang jangan sampai ada yang kalahkan mereka. Keyakinan itu membuat mereka menguasi ekonomi dunia. Begitupun China yang liahi bermain disela sela permainan semua kepentingan. Warga dasan telah habis ketika mereka ikut meruntuhkan Orde Baru. Mereka yang dahulu panen bagus dengan hasil melimpah sekarang mengeluh sebab pupuk lebih mahal daripada beras. Dahulu sekilo beras dapat mebeli 2 kilo pupuk. Bukan saya hendak mengatakan Orde Baru itu lebih bagus dari sekarang tapi mari kita lihat bahwa disana ada rencana, kontrol dan kekompakan. Dahulu orang kelaparan ada tapi tak sebanyak busung lapar sekarang. Pada masa itu jangan sampai ada yang menyebut tetangganya orang miskin yang didaftar untuk RASKIN. Bahkan pernah ada pemeo yang salah sebut: " Biar miskin asal sombong" maksudnya biarpun kita miskin tetapi harus terhormat!. Sekarang semua ingin di BLT kan. Koruptor juga tidak seramai sekarang, narkoba juga tidak sebanyak sekarang. Saatitu kalau ada yang celaka segera dapat pertolongan sebab setiap orang merasa punya dorongan moral untuk menolong. Kita dilatih pramuka dan belajar agama agar menjadi manusia yang berperilaku pancasilais dan religius. Sekarang tetangga menutup pintu sebab semua orang hanya ingin menimati apa saja untuk diri sendiri. Inilah yang saya maksud dengan ideologi, impian dan harapan yang telah sirna. Sehingga perekat antara anggota masyarakat dasanpun tidak ada.

Dalam ajaran Islam, Rasul Allah SAW mengajarkan kita untuk beribadah seolah kita mati segera dan bekerja dengan giat seolah kita akan hidup selamanya. Itu adalah ideologi, impian dan harapan. Islam adalah ilmu tentang cara hidup. Islam adalah hukum. Tetapi warga dasan tidak memperlakukan agama sebagai pegangan maupun model untuk menjalankan hidupnya. Kalau Pancasila sudah kurang populer maka seharusnya agamalah yang memandu kita agar terus menghidupkan impian dan harapan bersama. Saya katakan pada Hassan, garuda kecil disaku kiriku ini adalah satu satunya kebanggaanku sebagai anak bangsa. Aku tak punya apa apa selain itu sebagi identitasku dalam pergaulan internasional. Bangsa Sasak baru lahir kembali dan belum mau menujukkan diri dengan terang. Maka aku adalah seorang Indonesia sejati. Dan engkau Hassan siapakah dirimu?.

Ketika kami di sekolah pelajaran sejarah tentang peran Republik Indonesia dalam berbagai ajang diplomasi internasional kami banggakan dan terus membicarakan Konferensi AA dan Non Blok. Pelajaran itu tertulis dalam teksbook sejarah yang diajarkan diseluruh dunia. Kami tumbuh jadi anak yang menyematkan garuda kecil di dad kiri sambil memasang cita cita agar dapar berbuat seperti Soekarno Ketjil, Agoes Salim Ketjil, Natsir Ketjil, Sodirman Ketjil, Soeharto Ketjil, Hamzanwadi Ketjil dan seterusnya. Kamipun belajar untuk meraih cita cita yang akan membawa kemaslahatan bagi dunia kita. Kini kau tak mengetahui sejarah karena guru di sekolahmu adalah para penghafal cerita yang diupah tiap bulan atas jasa mereka yang mereka sebut sendiri sebagai "menjual abab". Anak bangsa di dasan ini telah dicetak tanpa wawasan kebangsaan, tanpa akidah yang sekeras baja, bahkan tanpa mengetahui untuk apa kuliah. Makin ramai penduduk makin tidak berharga diri ini. Semua harga barang naik tiap tahun bahkan cabai selalu jadi primadona hanya manusialah yang tak pernah naik harganya malah cendrung merosot. Sebab nilai yang tak terhingga atas harkat dan martabatnya dapat ditebus dengan sambal terasi.

Wallahualambissawab

Demikian dan maaf
Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP

Tidak ada komentar: