Rabu, 27 Mei 2009

Sasak Coba Bijak

(Sasak.org) Jumat, 08 Februari 2008 01:00
Hebat! hebat!, Orang Lombok Timur yang biasanya melempar uang waktu pengajian ternyata bisa juga diajak menyumbang 1000 rupiah untuk orang jompo. Selama bebrtahun-tahun jama’ah pengajian melempar uang, hasilnya hanya memperkaya oknum tertentu, sementara masyarakat belum pernah beranjak dari keterpurukan ekonomi.

Saya ingat seorang teman saya yang dokter spesialist di Temanggung Jateng, beliau cerita bahwa di desa tempat dia bertugas ada pengumpulan uang 1000 rupiah per kepala untuk biaya kesehatan masyarakat. Tiap orang tidak perlu repot dengan biaya berobat bahkan sampai operasi berat.
Lombok , dalam sejarah panjangnya tak pernah bebas dari kelaparan dan pengemis. Rasanya sudah saatnya tokoh-tokoh yang ada melakukan tindakan nyata untuk menolong masyarakat dalam bidang kesehatan dan pendidikan.
Saya banyak mengunjungi negara tujuan TKI, anak-anak muda Sasak ada dimamana-mana dan mereka sekedar jadi budak belian. Memang gajinya sedikit lebih tinggi daripada di Indonesia, tetapi mereka selain jadi budak belian juga menjadi korban penipuan baik oleh agen penyaklur TKI, pejabat dan orang-orang birokrasi sampai satpam bandara tak luput merampok hasil jerih payah mereka.
Semuanya berpangkal pada masalah rendahnya pendidikan secara umum. Pendidikan umum yang dahulu dapat diperoleh di santren-santren kini dimonopoli oleh institusi yang disebut sekolah atau universitas.

Kami anak-anak sasak ditahun 70-an yang tinggal di Selong, pergi ke sekolah di siang hari dan ke santren-santren di petang hari. Sedangkan di tempat lain anak-anak dikirim ke diniyah-diniyah. Demikianlah kami memperoleh pendidikan umum kami
Sekarang anak-anak dimasukkan ke sekolah bagai bahan mentah masuk pabrik. Tiap-tiap anak harus keluar dari gedung itu dengan format yang telah ditentukan, mengerikan sekali, karena kodrat manusia tak boleh dibuat begitu.

Akan tetapi semua telah dipersiapkan, dengan berbagai sarana yang ada tiap orang dewasa dan orang tua telah secara sistematis mengadopsi cara berpikir, cara memandang segala sesuatu menurut standar yang sesungguhnya berlawanan dengan keyakinan mereka. Pergi sekolah tidak identik dengan belajar. Kalau sekolah dapat mencetak orang sehebat Habibie, mengapa ITB hanya punya satu Habibie, dan satu Soekarno?
Pendidikan modern adalah pendidikan monyet, karena tujuannya tak lebih agar monyet-monyet dapat mempertunjukkan ketrampilan tertentu.
Kalau cuma untuk pintar, sekolah tak diperlukan. Kalau hanya untuk cerdas sekolah juga tak diperlukan. Manusia harus pintar, cerdas dan pandai sekaligus.

Pintar adalah milik semua mahluk hidup. Tumbuhan pun bisa pintar, semisal pohon putri malu. Atau monyet dapat mengambil pisang dengan galah dsb.
Cerdas adalah percepatan berpikir mengenai konsep-konsep yang telah dikumpulkan. Hewan punya juga kecerdasan tertentu. Simpanse dapat mengerti banyak kata-kata.
Pandai adalah milik khusus manusia, karena tatarannya adalah mencakup nilai- nilai kebaikan yang berupa kebijaksanaan.

Bagaimana kita dapat memberikan ketiga hal yang menjadi impian setiap orang?
Orang bijak dan orang sholeh banyak yang tidak pernah pergi menengok sekolahan. Semisal nabi, ulama, biksu, pendeta, kaum sufi dsb. Tetapi yang sangat pasti mereka adalah orang yang belajar dengan cara nmasing-masing.
Dalam riwayat ulama-ulama muslim, ada yang memiliki guru sampai 10.000 orang dengan berguru sembari berkelana, apa gedung sekolahnya diboyong?
Orang Sasak punya dongeng-dongeng tetapi tak ada kitab-kitab yang ditinggalkan oleh para pendahulu mereka. Bahkan kitab-kitab peninggalan dari Jawa atau Bali tak terlihat dalam koleksi perpustakaan di Lombok.
Pendidikan umum hendaknya meliputi ilmu-ilmu dasar seperti Berhitung sederhana, Bahasa, Akhlak, Akidah, Seni, Olahraga dan Sastra.

Pada suatu ketika bertahun yang lalu saya terpaksa harus masuk kelas untuk mengajar di SMA. Saya iba karena sesungguhnya tak banyak siswa yang berminat belajar. Maka saya katakan pada mereka bahwa siapa saja yang tidak berminat boleh keluar main dan kalau sudah bosan bermain silakan kembali. Saya berkata dengan tulus, dan ada beberapa anak yang keluar dan kembali saat menginginkan kembali.
Saya iba karena mereka seperti lari dari rumah karena tak kuasa menderita dan ingin cepat keluar dari gedung sekolahan karena juga merasa menderita.

Anak-anak selalu lebih maju dari orangtuanya, hal itu jarang dipertimbangkan, karena itu anak-anak senantiasa menganggap orangtunya kolot atau bodoh. Mereka tidak kerasan di rumah karena banyak hal yang mereka cari tak ditemukan pada orangtuanya.
Orangtua mengirim anak ke sekolah dengan harapan mereka dapat menemukan jati diri meraka sesuai dengan perkembangan zaman.
Apa lacur, guru mereka adalah orang-orang yang sama frustrasinya dengan anak-anak itu. Sebagaian besar guru tidak kompeten karena perekrutan apa adanya dan lebih banyak lagi sekedar sukarela seperti saya waktu itu.
Adakah siswa berprestasi yang menjadi guru? Ada tetapi jarang. Yang juara masuk ke universitas terkemuka, yang kuat badannya dan bagus nilainya pergi ke Akabri dsb. Sisa-sisa dapat pergi ke institut pendidikan guru. Setelah pusing tujuh kelililng baru lulus dan menjadi guru dalam keadaan sedih dengan gaji dibawah kebutuhan hewan.

Apakah perlu Ijazah IPA untuk jadi TKI? Ya perlu sekali agar dapat dilatih menjadi pekerja handal dibidang teknologi di negara maju. Ijazah IPS juga perlu sekali karena banyak sekali yang diperlukan tenaga terampil dibidang sosial, ekonomi dsb. Ijazah ilmu budaya, tentu juga penting karena siapakah yang akan mengurus pekerjaan di bidang pariwisata, budaya, seni dsb.?
Tetapi yang paling utama adalah, modal kepribadian yang kokoh, yang tidak mudah dipucundangi dan harus profesioanl.
Kemakmuran tanah Selaparang tidak dapat diperoleh dari sumber daya alam yang terbatas, tetapi dari generasi muda yang berilmu tinggi, berakhlak mulia dan beramal sholeh.

Saya beruntung pernah hidup di tanah Selaparang selam 20 tahun, dan saya berguru kepada alim ulama semasa kecil dan dari mereka saya tahu bahwa saya tidak perlu ijazah untuk dapat bekerja dengan baik, dan saya berhasil membuktikannya.
Wallahualam bissawab,

Demikian dan maaf,
Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP

Tidak ada komentar: