Sabtu, 23 Mei 2009

Sasak Berbisnis

(Sasak.org) Jumat, 04 April 2008 01:00
Masyarakat Sasak adalah sekelompok orang yang mayoritas bergelut dibidang bidang pertanian, perikanan dan peternakan secara tradisional. Karena yang ingin kita bangun dan sedang kita soroti adalah bangsa Sasak maka kita tidak perlu berapologi dengan mencari hal yang sama pada bangsa lain.

Bangsa tradisonal ini menggantungkan hidupnya hampir keseluruhan akan kebutuhannya dari alam saja. Jumlah penduduk yang sangat besar dalam ruang kecil seluas 4.500 km persegi sewaktu waktu akan mencapai titik jenuh dan akan membawa bencana yang dibuat dan dirancang baik sadar atau tidak sadar oleh bngsa Sasak sendiri.

Konflik antar kelompok masyarakat akan sangat sering terjadi dalam skala yang semakin besar karena tiap individu melihat sesamanya sebagai lawan dalam kompetisi mencari sumber penghidupan yang semakin menyempit. Karena pertumbuhan penduduk melampaui kemampuan alam untuk menyediakan kebutuhan secara sejajar maka mulailah terjadi penjarahan terhadap alam yang diangap lamban dalam menjawab kebutuhan sebagian besar masyarakatnya.

Potensi yang tersedia melimpah ruah, tanah subur, ketersediaan air, kekhasan produk dan melimpahnya hasil laut tidak dapat dikembangkan dengan optimal. Banyak tanah dibiarkan terbengkalai, kehidupan petani dan nelayan semakin terpuruk karena perencanaan pembangunan baik yang menyangkut SDM maupun SDA tidak komprehensif.

Masyarakat tradisional yang terus bertambah jumlahnya dan tidak diantisipasi dengan baik oleh pemerintah akan memperbanyak suplai tenaga kerja kasar dan tidak terampil. Tenaga kerja yang melimpah ini secara alamiah akan melimpah dan membanjiri daerah sekitar dan negara tetangga atau yang lebih yang jauh lagi.

Tenaga kerja imigran itu suatu saat akan pulang dengan membawa beban lebih besar dari pada sebelum meraka pergi. Uang mungkin diperoleh tetapi bersama kelimpahan material di satu sisi, permasalahan yang berkait hukum, kesehatan dan martabat yang hancur bergerombol disisi lainnya.

Pendidikan sejak masa kemerdekaan awal tidak sanggup mengantisipasi perubahan besar yang terjadi di masyarakat karena program pendidikan semakin hari semakin berubah dalam rangka menyesuaikan kebutuhan manusia modern. Tetapi apa yang terjadi di Gumi Selaparang adalah kurang sesuainya kenyataan masyarkat dengan apa yang ditawarkan oleh dunia pendidikan itu. Pendidikan dirancang untuk masyarakat modern sedangkan Orang Sasak masih hidup dan bergantung pada kemurahan alam secara tradisional. Pembangunan infrastruktur berupa jalan dan pelabuhan tidak serta merta menguntungkan para petani atau nelayan dan peternak karena mereka tidak dikembangkan bersamaan dengan pengembangan fasilitas itu.

Seharusnya sejak lama pemerintah yang mengelola tanah Selaparang itu mengambil contoh dari sejarah industrialisasi negera yang sudah maju. Dan mengikuti langkah langkah yang telah diambil sedemikian rupa sehinga setelah 100 tahun mereka tumbuh menjadi negara modern dan kaya. Orang sasak memang sering dikirim studi banding, tapi
kebanyakan hanya menikmati dan melihat kemajuan sekarang dengan ikut menghabiskan uang saku di pusat pusat wisata dan bukan mengambil pelajaran dari apa yang telah dialamai bangsa maju itu ketika mereka masih tradisisonal seperti bangsa Sasak saat ini. Setiap hari kita selalu mendengar bahwa kita ketinggalan teknologi dengan Jepang sekian puluh tahun dibelakang atau dengan USA seratus tahun dan sebagainya tetapi ungkapan itu tidak serta merta menyadarkan kita bahwa, kita harus mengambil langkah yang tepat untuk segera menyamai bangsa besar itu.

Apa yang terjadi kemudian dan kemudian adalah sebatas lip service, orang orang yang berkuasa mulai bicara disana sini tentang kemajuan yang harus dicapai tapi setelah itu kosong melompong. Investasi bukan tidak ada tetapi bangsa Sasak belum siap secara maksimal memanfaatkannya. Sebagian besar dari investor mengalami kerugian sebagian lagi mengalami ketakutan luar biasa karena ternyata tenaga kerjanya kurang ketrampilan dan tidak bersemangat.

Tahun delapanpuluhan sudah dirancang pabrik gula, dan perakitan sepeda motor Honda tetapi tidak berjalan karena baik pemerintah atau masyarakat sama sama tidak siap. Waktu itu infrastruktur tidak sanggup menyangga indsutri besar seperti itu. Kemudian Perancis mengirimkan peralatan rumah sakit untuk perawatan mata yang tercanggih dan pertama di Indonesia, alat alat mahal itu konon sampai rusak di Surabaya karena tidak kunjung diangkut ke Mataram. Pembangunan yang berkutat dari itu ke itu saja membuat semua kemajuan jadi stagnan.

Dari mana bangsa Sasak harus memulai? Masyarkat tradisonal itu harus diangkat perlahan lahan lewat teknologi sederhana di bidang bidang yang mereka geluti. Pertanian yang mengarah pada produk unggulan dikembangkan dengan menguatkan terlebih dahulu kethanan pangan rakyat yang menjadi petani. Tanaman pangan ditingkatkan mutu dan jumlahnya. Baru kemudian menawarkan teknologi baru untuk memperoduksi komoditas unggulan.Perikanan juga harus demikian, mulai dengan mensejahterkan nelayan kemudian tawarkan program yang juga mengembangkan produk unggulan dibidang perikanan dan kelautan. Begitupun terhadap peternakan pemerintah melakukan hal yang sama dan serentak.

Industri yang mula mula harus dkembangkan adalah yang sesuai dengan kebutuhan dan peri kehidupan masyarakat Sasak. Ketergantungan dari Jawa dan Bali telah melumpuhkan sendi sendi kehidupan perekonomian bangsa Sasak. Semua orang membeli kebutuhan yang sebagian besar produk dari luar pulau. Seharusnya ada sebagian besar dari kebutuhan strategis tidak boleh didatangkan dengan bebas dari luar tetapi semaksimal mungkin mengembangkan potensi lokal.

Contoh yang paling nyata adalah pabrik alat pertanian di Kotaraja yang seratus persen ditujukan untuk keperluan masyarakatnya. Kemajuannya dapat ditiru oleh pihak lain utuk bidang yang berbeda. Kerajinan tangan dan produk kultural yang bermutu tidak akan berkembang optimal kalau infrastrukturnya tidak dikembangkan terlebih dahulu. Mengapa pasar bagi produk seni tingkat tingi itu kurang berjaya? Karena pemerintah hanya mengandalkan kekuatan alam saja. Mereka menganggap alam yang indah akan serta merta mendatangkan wisatawan yang akan menjadi pasar besar bagi kerajinan tangan bangsa Sasak. Tidak mungkin berhasil, banyak negeri dan bahkan pulau yang tidak seindah Selaparang tetapi berhasil mendatangkan turis besar. Rahasianya terletak pada perencanaan, pemanfaatan potensi yang ada dan promosi yang besar. Lombok tidak begitu dikenal oleh turis manca negara kecuali dari segelintir orang yang pernah datang. Turis turis itu datang karena jasa para pemandu wisata di Bali atau Jogjakarta yang menjual program mereka secar optional. Optional artinya pilihan bebas, karena tidak termasuk dalam perogram yang telah dirancang dan dibeli oleh turis dan ketika ada sedikit waktu luang maka pandai pandainya pemandulah untuk merayu tamunya agar mau ke Lombok.

Mengapa bisnis orang Sasak jarang yang berhasil? Seperti disebut diatas bahwa bisnis pun harus sesuai dengan kenyataan hidup orang Sasak. Dahulu banyak pabrik sederhana yang membuat minyak goreng dari kelapa, karung goni, tenun, dsb. Mereka berhasil karena ada potensi penyerap produk yang besar. Tenun berkembang karena masyarakat membutuhkan kainnya, karung goni berkembang karena produk beras dan kedelai besar dan didukung oleh kinerja pelabuhan untuk pengangkut ke luar daerah.

Sekarang bangsa Sasak relatif tergantung dari impor apa saja dan akibatanya semua industri yang tidak dapat bersaing mati suri atau gulung tikar. Mengapa para pembuat gerabah semakin lenyap, mengapa para petani garam semakin hancur? Apalagi yang lebih besar seperti pengembangan rumput laut yang baru puluhan tahun umurnya. Jawabannya adalah bahwa, masyarakat tidak dibangun secara komprehensif. Gerabah tidak dibangun menjadi grabah yang kuat,indah dan modern sehingga masyarakat masih mau memakainya sebagai alat rumah tangga dan bukan mengubah masyarakat jadi kolektor gerabah meniru niru turis. Para petani garam seharusnya dikembangkan agar mengahsilkan garam bermutu sehebat garam Spanyol dan dikembangkan labortorium sederhana untuk meningkatkan kandungan yodiumnya. Rumput laut sesungguhnya adalah potensi unggulan untuk ekspor karena kebutuhan untuk konsumsi lokal sangat terbatas. Kita tak dapat melakukan gebrakan sehingga masyarakat mau mengkonsumsi rumput laut lebih banyak karena memang kultur kita berbeda dengan Jepang yang serba laut. Untuk itu ada baiknya membangun pabrik kosmetik atau obat dan sejenisnya yang akan menampung hasil melimpah rumput laut itu

SDM yang besar yang akhirnya menjadi TKI dan pulang jadi penganggur lagi sangat berbahaya baik dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Para TKI pulang dan membeli barang habis pakai atau membangun menara babel ditengah memontong. Membuat keganjilan tersendiri dalam masyarakat. Gaya hidup yang dibawa dari tanah rantau dipertontonkan karena cemoh leger (excited) dan orang kampung bangga dan gembira mendapatkan saudaranya begitu lainrue (exotic) sehingga kloplah mereka menjadi manusia yang aneh di masyarakat luas.

Gerai kartu telpon, berdiri hampir disetiap gang, menandakan melimpahnya pemakai telpon seluler itu. Gaya hidup hedonis anak muda sekarang, akan menjadi bom waktu dikemudian hari. Bagaimana mereka dapat begitu hedonis dengan dukungan finansial orangtuanya tanpa mempersiapkan mental dan spiritualnya untuk mengahadapi masa depan yang kompetitif dan serba cepat.

Bisnis dilingkungan orang Sasak tidak mudah, karena sikap mental yang terlalu menyederhanakan segala sesuatu. Kata kata “gampang”, ” nanti kita urus” dsb adalah ungkapan orang yang kurang siap berkompetisi. Lihatlah kios kios sepanjang gang di kampung atau dasan, tidak berkembang karena pembeli kebanyakan bilang:’Bait julux” langsung ambil dicatat dan entah kapan memabayarnya.Di bengkel bengkel orang yang datang menyervis cukup memberi sekedarnya dan berlalu karena yang punya bengkel pemalu atau blok ajum, yang membeli pelit atau juga blok ajum. Yang punya bengkel merasa tak apa apa karena dianggap sesama kita, tidak apa untuk saling membantu. Seabaliknya yang menggunakan jasa suka menyuruh orang saja dibalik kata “tulung” dan tak berpikir bahwa orang kerja perlu makan dan membiayai anaknya. Kedua pihak baik penjual jasa dan pengguna jasa tidak saling mendorong kearah perubahan positif.

Perilaku bangsa Sasak yang sejatinya merupakan bangsa tradisonal, haruslah dibenahi sedikit demi sedikit. Sikap mental kurang siap berbisnis dapat diatasi lewat pelatihan tiada henti. Dan pembangunan disegala bidang hanya akan berhasil guna dan berdaya guna (efisien dan efektif) kalau dimulai dengan memahami kebutuhan dan keberadaan bangsa Sasak yang tradisional itu.

Wallahualam bissawab,

Demikian dan Maaf
Yang ihlas,

Hazairin R. JUNEP

Tidak ada komentar: