Sabtu, 23 Mei 2009

Sasak Sang Budak

(Sasak.org) Selasa, 20 Mei 2008 01:00
Saya sukanya flash back agar dapat belajar dari sejarah, sekedar belajar mengambil hikamh saja, jangan sekali mau kembali ke sejarah.
Akhir th 70 an pepadu2 sasak sangat bergelora semangat belajarnya, salah satu yang memukau adalah elektronika. Beberapa tahun setelah itu booming intercom dan alat elektronika, bangsa sasak yang telah gembar gembor belajar tidak mebuat apa apa kecuali jadi penikmat barang elektronika mulai pertengahan 80an.

Akhir tahun 80an booming krusus komputer. Diman mana pepadu pepadu berebut jadi ahli komputer yang waktu itu masih rumit operasionalnya. Sekarang internet dan IT pada umunya sudah merajalela diseantero nusantara. Berapa biaya habis untuk elektronika, komputer dan IT sampai detik ini? Tak ada yang mau menghitung.

Tidak ada yang salah pada trend2 yang terus berubah dan dikejar dengan tertatih tatih oleh para pepadu kita. Maslahnya adalah pendidikan dasar umum diabaikan. Mereka merasa cukup kalau sudah bisa bikin walki talkie dan interkom dan kini bangga sekedar jadi pemakai internet, meski hanya 1% saja dari total penduduk.

Keterampilan hidup (life skill) yang bersinggungan langsung dengan peri kehidupan bangsa Sasak ditelantarkan. Para pepadu yang seharusnya siap meneruskan pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan yang seharusnya menuju modernisasi tidak ada yang urus. Sawah banyak berubah jadi lahan kering dan rusak karena irigasi hancur. Peternakan, perikanan tidak diminati karena kotor dan uang kecil. Karena tidak suka uang kecil, uang besar tak juga datang, momot sudah… kalau segala sesuatu penyokong kehidupan seperti disebutkan itu diabaaikan, karakter macam apa yang bercokol didada pepadu kita?

Ketika lapangan kerja makin menyempit, tenaga melimpah keterampilan rendah, tidak ada pilihan jadi buruh petik Sawit atau buruh bangunan di Malaysia. Orang pemerintahan tak merasa terusik melihat ratusan TKI bergelimpangan. Di bui diusir dst.

Banyak orang pemda dan anggota dewan yang melancong ke LN untuk studi banding tidak lebih untuk memuaskan kegawahannya, hanya heran dan menghabiskan uang saku… seharusnya mereka mencatat baik baik TKI yang seperti apa dibutuhkan di masing masing negara dan lalu disiapkan. Tidak, sekali lagi tidak, orang orang itu malah merancang cara cara kotor untuk mengambil keuntungan dengan menipu TKI dari berangkat sampai pulang.

Anak2 Bali dan Jawa yang pergi ke Australia dan NZ telah disiapkan dari rumahnya. Tahun 2005, Ada seorang pemuda Bali yang mengajukan permohonan bantuan 2000 dolar untuk mengurus pekerjaan di NZ sebagi pemetik buah. Kami tidak memenuhi permin-taannya karena dia tak dapat melaksanakan syarat yang ditentukan. Sebulan kemudian saya dengar dia jadi interpreter di pabrik mebel di Jepara, untuk mengumpulkan uang agar dapat jadi tukang petik buah di NZ.

Pekerjaan interpreter sangat jarang ada, sifatnya sporadis, upah saya sebagai interpreter 100 euro/hari dan paling untuk 5 hari kerja dengan rata rata dibawah 8 jam sehari. Mengapa anak Bali itu memilih jadi pemetik buah, karena upahnya tinggi dan kontrak setahun dua.

Bandingkan dengan TKI Sasak, pendidikan rendah, ketrampilan tidak ada, omong bahasa sasak saja cepat lupa. Kebanggan diri tidak ada di kalangan pepadu Sasak. Identitas kita sangat rapuh. Meskipun sudah kuliah sampai S3, coba Tanya apa yang diketahui tentang kesasakan. Atau sederhananya apa artinya menjadi Bangsa Sasak bagimu, semeton? kalau gak sanggup jawab, tanya yang lebih mudah lagi, apa artinya jadi seorang muslim? Tidak bisa juga ? tanyalah; apa yang engkau inginkan dalam hidupmu?
Kalau sudah dapat menjawab pertanyaan itu, di Lombok juga bisa dapat uang besar…

Cukuplah Allah menjadi pelindungku dan penjaminku, aduhai mengapa tidak juga yakin? SMS santet saja bikin pingsan, gimana mau kerja benar?

Wallahualam bissawab,

Demikian dan maaf
Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP

Tidak ada komentar: