(Sasak.org) Rabu, 19 November 2008 17:14
Beberapa hari belakangan matahari cerah diselingi hujan rintik, kami harus segera pergi ke Parlemen Belanda dan mengunjungi beberapa gedung penting di Den Haag. Kami membuat kencan dengan petugas dan sepakat berkunjung jam 10 pagi. Sayang sekali saat itu sedang reses. Meskipun demikian kami tetap datang ke ruang sidang parelemen itu. Rombongan kami terdiri dari berbagai bangsa dan mereka umumnya ingin sekedar mengetahui atau melihat lihat bagaimana keadaan di ruangan yang menetukan nasib sebuah bangsa. Saya sendiri selain alasan yang sama ada satu hal yang sudah saya niatkan sejak sebelum dapat visa Schengen, yaitu ingin melihat atau kalau bisa bertemu dengan politisi Belanda yang membuat film fitna itu.
Saya telah melihat kartoon yang dibuat oleh jurnalis Denmark yang menghina Nabi Muhammad SAW. Waktu pertama kali diberitakan di Indonesia, semua orang sangat emosional. Di berbagai Negara Islam terjadi demo dan perusakan serta boikot produk Denmark. Di Indonesia seperti biasa mereka mengamuk dan sudah itu reda cepat sekali. Saya tidak begitu tertarik dengan hal bodoh seperti itu, makin kita emosi makin senang yang bikin kartoon, bukankah itu tujuannya?
Penghinaan terhadap Nabi, tidak hanya Rasulullah SAW, tapi hampir semua Nabi, disepanjang zaman, terus terjadi. Bahkan penghinaan terhadap tokoh yang dihormati oleh masyarakat terus terjadi. Dan reaksi kita selalu saja sama, marah, mengamuk dan merusak.
Di Dasan kami orang banyak memiliki kebiasaan buruk, kami anak anak kecil sering dipanggil dengan sebutan yang merujuk pada sesuatu karakter atau keadaan badan, baik kekurangan atau kelebihan. Penggunaan sebutan itu dimaksudkan untuk menghina atau merendahkan orang lain. Saya sering dipanggil melong karena kelebihan saya pada mata besar atao belo karena badan saya tinggi. Keponakan saya disebut joang karena kelebihan pada telinga dan adik saya disebut pekix karena matanya kurang lebar.
Mula mula rasanya sakit hati juga kalau saya dengar orang memanggil saya dengan melong, atau yang lain, selain nama saya yang saya kenal sejak lahir. Nama adalah cinta pertama manusia, oleh karena itu dalam bahasa Jawa nama juga disebut cinta. Lambat laun terbiasa juga dan akhirnya apapun kata orang tak akan berarti apa apa. Satu hal yang saya catat dengan baik adalah saat saya bereaksi negatif terhadap cemoohan orang maka kelakuan orang tersebut semakin menjadi jadi. Tetapi kalau dibiarkan dia jadi capek dan bosan, atau malah segan karena saya tetap baik.
Masyarakat kita ini persis seperti anak anak yang diumpat, gamang dan menyerang kalau ada yang menyebut sesuatu yang menyinggung perasaannya. Kalau anak anak sebatas merongrong perasaan temannya dengan menghina bagaimana kelompok besar menghina kelompok lain? Sama saja, perilaku kekanakan dapat disulut dengan perkara kecil dan sepele. Mahasiswa sanggup tawuran, pendukung kesebelasan mau mati, dan anak kampung satu angkat senjata menghantam kampung sebelahnya. Tersinggung… hanya itu alasannya.
Seorang politisi yang sangat iri kepada komunitas Islam, di Belanda membuat film berjudul fitna. Film itu kata orang yang sudah menontonnya, menyudutkan Agama Islam dan menghina Al Qur’an. Orang Indonesia mengamuk dan menggertak akan memboikot produk Belanda. Bagaimana mau boikot, gigi dan badan bisa busuk, sabun dan pasta gigi yang bikin mereka. Bahkan semua produk yang kita pakai sehari hari dibikin mereka, kita hanya buruh saja. Kita sering marah pada Israel dan ngamuk dengan cara yang sama, tapi sebagian besar produk kita dijualkan oleh mereka dan sebagian besar impor kita juga dikendalikan mereka. Alah mak, kita mengamuk dan kita membusuk.
Memasuki ruangan parlemen Belanda yang kecil, saya duduk di tempat yang bisanya dipakai orang dari Radio Nederland dan Koran besar Belanda. Saya penasaran mau tahu dimana posisi si pembuat film fitna itu. Sang pemandu sangat profesional menerangkan sistem politik dan parlemen negerinya. Seraya mengatakan bahwa si politisi itu hampir tak dikenal, dia kalah dengan wakil binatang! Dia hanya sendirian dan wakil binatang ada dua kursi!. Saya berkeliling ke seluruh wilayah Belanda dari ujung ke ujung apalagi yang di tengah. Saya bertanya tentang film itu, tak ada yang tahu kecuali satu dua orang yang memang memeperhatikan Islam atau Indonesia. Rakyat kebanyakan tak tahu menahu.
Mengapa yang ribut Indonesia, karena kurang memahami agamanya sendiri. Anehnya mereka bertindak seolah mengerti benar agama Islam. Kalau mengerti dengan benar mengapa peri kehidupan tidak maju maju? Kalau sunguh sunguh berpegang pada Islam mengapa rahmatanlilamin tidak dikedepankan dalam segala aspek kehidupan. Orang Isalam yang gampang ngamuk dan berang adalah jauh dari Islam yang sesungguhnya. Karena Islam artinya selamat, damai. Kalau tak dapat menjaga keselamatan dan kedamaian, memalukan sekali mengacungkan genggam dan berteriak menyebut nama Allah. Kelakuan kekanakan itu justru kontra produktif dan siapakah yang paling banyak menyebar penghinaan dan fitna itu? Tidak lain dan tidak bukan, ummat Islam sendiri.
1500 tahun sudah Islam ditanamkan dalam lubuk hati kaum mukmin di dunia ini, 15 abad pula tak kurang dan tak lebih, penghinaan bertubi tubi diarahkan pada para pengikut Rasullulah ini. Tidak lelah lelahnya mereka menanggapi dengan amarah, justru di zaman yang kita namakan modern yang penuh pemikir dan ulama hebat. Kalau ada yang menyebut kita kedok, kita tak perlu melempari batu, perlihatkan saja bahwa kita tidak kedok. Kalau ada orang menghina orang tua kita, kita baik baik minta penjelasan dan setelah klarifikasi pasti akan berbeda hasilnya, dibanding dengan langsung menombak orang yang ternyata gila.
Ada sebuah nasihat yang mengatakan, pelajarilah bahasa asing agar kau terhindar dari caci maki orang asing. Orang Denmark mencaci kita dengan menghina Nabi, kita tak bisa apa apa, dia pakai gambar dan berbahasa Denmark. Adakah kita punya ahli Denmark? Orang Belanda membuat film fitna, masihkan ada ahli Belanda setelah kita membuang dengan congkak semua yang dibuat mereka di nusantara ini?. Sekarang wali kota Rotterdam yang terpilih adalah lelaki muslim keturunan Arab Maroko. Adakah kita bereakasi? Malah tak ada yang membesarkan hal besar itu, karena kejadian ini pertama dalam sejarah!.
Dalam Islam menuntut ilmu itu wajib dan apabila ada satu orang belajar ilmu tertentu sudah mewakili seluruh ummat tapi kalau tak ada satupun yang menekuni ilmu tertentu dosa bagi semua ummat. Di dasan kami 75% belajar di Madrasah, akibatnya surplus kyai. Jarang yang belajar science, ilmu sosial dan filologi (linguistik, budaya dan sastra) internasional. Akibatnya tak ada tokoh yang dapat memberikan tindakan pencegahan saat timbul amuk massa karena tak mengerti duduk perkara. Kita sudah dijamin Allah sebagai ummat yang agamanya di ridhoi. Allah menjamin kebenaran ajaranNYA, Al Qur’anul karim dijamin sendiri oleh Allah, terus kurang apa? Yang kurang adalah kita kurang mengerti dan akidah kita masih sekelas anak kecil yang gampang tersinggung oleh cemoohan kawannya sendiri.
Wallahualambissawab
Demikian dan maaf
Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP
Jumat, 22 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar