(Sasak.org) Sabtu, 16 Februari 2008 01:00
Orang Sasak adalah jago makan yang tak dapat disandingkan dengan siapapun. Jagoan super jadi inspirasi manusia dimanapun berada. Tokoh impian yang hebat secara fisik, atau dari segi ilmu apalagi spiritual selalu jadi idola dimana mana. Ada Superman dalam khayalan, Mohammad Ali dalam olah raga tinju. Einstein di bidang science dan Para Nabi sebagai panutan spiritual.Di Gumi Selaparang ada Gurantang sebagai pahlawan yag asalnya tidak diketahui. Tapi di desa-desa Gurantang kalah beken dengan tokoh juara makan sedunia yaitu MR.Doyan Nada. Jangan salah paham. Tokoh ini tak mengerti partitur musik karena dia tak sempat mendengar musik selain musik dari perutnya sendiri. Doyan Nada artinya senang makan kalau di Lotim namanya Doyan Mangan. Orang Lotim lebih non formal bahasanya karena itu nada atau neda dipakai dalam tataran komunikasi yang lebih tinggi.
Selain terkenal sebagai negeri seribu masjid, seribu maling dan seribu patung momot Orang Sasak adalah orang yang pembrani dalam soal makan apa saja. Ikan hiu, tidak dimakan oleh kebanyakan warga dunia sejak bertahun tahun, hanya beberapa dekade belakangan mulai laku. Orang Sasak adalah pemakan ikan pemangsa yang buas itu.
Mereka juga melonjak-lonjak kalau menangkap Manate dengan menyebutnya duyung kaox - ikan duyung kerbau. Padahal Manate dilindungi di seantero jagad ini.
Aku sering pergi ke Labuhan Haji, pagi pagi sekali saat madax (air surut) kami suka mencari ikan kecil dan bintang laut. Kadang kalau tidak madax kami mencirox. Mencirox adalah membantu nelayan mendaratkan perahunya ke pantai. Saat ikan tangkapan bagus anak-anak yang mendorong perahu dapat jatah satu dua ikan untuk lauk makan nasi.
Suatu saat seorang nelayan menangkap manate sebesar kerbau muda. Semua orang berkumpul melihat duyung itu dan memegangnya. Makhluk besar itu tersengal ketakutan. Airmatanya menitik dan orang-orang mulai mengatakan yang aneh-aneh tentang putri duyung yang sedang memberi tahukan kejadian ini, itu atau ramalan bencana dsb.
Nelayan Sasak tak peduli hal-hal begituan. Mereka dapat dikibuli tentang bebalox sisik yang berwarna putih sebagai jelmaan manusia. Atau ada yang bertemu bidadari laut dengan cepat dipercaya. Tapi kalau dapat ikan duyung, mereka tak peduli setan alaskah, Rinjani meletuskah, sembelih saja. Maka Manate besar itu di sembelih rame-rame. Dagingnya enak seperti daging sapi kata mereka.
Seumur hidup aku jarang mendengar ada tangkapan duyung, karena memang untuk sampai ke Labuhan Haji Manate harus menyeberang Pasifik 13000 atau 15000 kilometer dari Karibia atau sisi Pasifik Amerika Tengah. Kalau tempat itu dekat, niscaya dipurakax sudah semua manate oleh orang Sasak.
Sebagai keturunan langsung Mr. Doyan Nada, dapat diliat keseharian Orang Sasak. Kalau makan nasinya nambun macam gunung Rinjani. Sudah nasi segunung dilaboh
( disiram kuah) lagi. Sudah habis segunung masih hantam lagi dengan labohan yang lain.
Kemampuan makan Orang Sasak tak tertandingi. Pernah aku mengundang kawanku MOSOT, makan malam dengan seorang tokoh perdamaian berkulit putih. Bule itu bertanya kepadaku, kemana makanan sebanyak itu, lenyap begitu saja ditelan MOSOT yang badannya kurus. Bule itu terpana karena perut si MOSOT tetap lempeng tak ada tanda dia habis nguntal gunung Merapi…
Allah memberi Sasak karunia yang tak terlukis dengan kata meskipun aku pakai kamus terbesar dengan 160.000 kata sekalipun. Orang-orang NTT yang sering melintas di Lombok menyebut pulau itu RESTORAN mini Indonesia. Tak ada makanan yang tak enak, entah Sasak beleg itu menyadari atau tidak, akan karunia itu, aku tak tahu.
Ada satu makanan yang tak pernah aku temukan di tempat lain, atau belum mungkin. Bahkan di Jepang yang orangnya memakan apa saja dari laut, tak juga aku temukan disana. Makanan laut yang bernama kima (CHAMA GIGAS) yang hidup di perairan Tanjung Luar dan Teluk Ekas serta sepanjang wilayah Lombok Tenggara. Orang sasak tak banyak bertanya kalau dapat makanan enak. Mereka tidak mau tahu seperti halnya tentang Manate itu.
Kima adalah sejenis siput besar dengan warna gelap dan bermahkota dengan titik titik putih berkilau indah. Kalau di daratan ada burung cendrawasih atau merak (mayura) maka di laut Kima adalah ratu kecantikan alam air. Sudah cantik, gemulai dan mempesona harganya pun mahal sekali untuk ukuran siput yang akan dimakan. Dagingnya yang dikeringkan laris manis.
Aku memesan kima sekali setahun saat musim banyak dijual. Tiap kali aku makan aku senantiasa tersedu sambil berzikir alangkah nikmatnya kima itu. “ Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”.
Di sebuah restoran Inggris siput yang tak seenak Kima harganya 3000 dolar Amerika satu porsi. Orang Sasak memakan ratunya siput tambah nasi segunung dan belaboh dengan kuah pelalahnya.(kira-kira seperti bumbu bali). Mereka tak sadar betapa kesempatan makan kima adalah hak istimewa (privilege) yang diberikan khususon untuk Orang Sasak. Cara memasaknyapun hanya mereka yang ahli.
Entah karena doyan nada (suka makan), menyebabkan berkembangnya nafsu serakah dan kurang tahan cobaan sehingga Orang Sasak malas belajar dan cendrung mengambil jalan pintas. Berapa Tuan Guru telah pergi, dari Tuan Guru Lopan, Tuan Guru Tret Tet Tet, Tuan Guru Pancor dan Tuan Guru Bolang. Mereka telah berurai airmata, hilang gigi dan habis rambut dan suara saking lelahnya menghimbau warganya agar melihat betapa besar nikmat dari Allah yang harus disyukuri dengan menjalankan kehidupan yang baik sesuai syariat. Tapi yang makan terus makan, yang maling terus maling, ustad melepas tugas dan menukarnya dengan jabatan tak berharga, guru tak lagi mengajar, Tuan Guru meninggalkan mimbar. Semua bertempur dalam arena perebutan kekuasaan.
“ Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”
Wallahualam bissawab
Demikian dan maaf,
Yang ikhlas,
Hazairin R. JUNEP
Rabu, 27 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar