Minggu, 24 Mei 2009

Sasak Kawin Cerai

(Sasak.org) Sabtu, 16 Februari 2008 01:00
Temanku si Rihip kawin waktu kelas 2 SMA, dan punya anak satu, banyak yang tahu tapi dia mengancam siapa saja, kalau sampai ada yang melaporkan ke sekolahan akan dia santet. Orang tuanyanya petani di daerah pedalaman.. Kawan satu ini berasal dari Lotim bagian utara dan wanen meski badannya kecil.

Si Kizu temanku yang lain kawin setamat SMA, dan langsung punya anak. Dia ini tinggal dan besar di Pancor. Orang tuanya seorang penguasaha ikan di Tanjung Luar. Meraka punya banyak barak penangkapan ikan di laut.

Si Simah kawin waktu kelas satu SMA dan itu untuk kedua kalinya. Orang tuanya petani dan peternak kerbau di Perbukitan Pijot sana. Mereka punya sawah luas meski tadah hujan dan beberapa kerbau yang menghasilkan susu.

Si Rihip bercerai dan tidak suka sekolah, sekarang dia bekerja jadi PNS ngurus orang desa. Kemungkinan besar waktu memasukkan lamaran dia mengancam nyantet kepala kanwilnya kalau tidak diluluskan. Si Kizu jadi buruh bangunan karena tak sanggup meneruskan bisnis ayahnya yang cemerlang. Sedang si Simah entah berapa kali lagi dia bercerai karena kawin. Dia bertani, tapi seperti halnya perkawinannya kebanyakan gagal dari pada panen.

Tiga kawanku kukorbankan jadi bulan-bulan pada kesempatan ini, mereka tak tahu dan pembaca tak juga mengenalnya. Kalau aku ceritakan orang lain bisa timbul fitnah. Kalau kebetulan kawanku mengetahui tulisan yang membuatnya mukmer (muka merah), maka aku bersedia di sumpax senax dan ditambah nasi seponjol pun aku mau. Dari pada aku diam saja, tak ada gunanya punya teman yang khusus diturunkan Allah sebagai contoh bagi pendidikan generasi sekarang.

Kawin untuk cerai adalah salah satu kelakuan orang Sasak. Selain begawe, besual, mudax nyelex , perot, kajuman, mendat, dan lain-lain, masalah beseang atau bercerai sungguh mencengangkan banyaknya. Waktu aku kecil, aku suka betualang ke kantor-kantor dan gedung dewan. Kadang ke pengadilan negeri atau pengadilan agama. Sebagai anak kecil yang belum sekolah aku tak mengerti mengapa ada bapak-bapak pakai pakaian rapi berangkat pagi- pulang siang seperti orang kelelahan tiap hari. Dalam hati aku bersumpah untuk tidak mengerjakan hal tolol seperti itu dalam hidupku. Lama-lama aku tau mereka adalah pegawa daerah.

Selama bertualang aku sering menghadiri sidang pencuri paling beken se dunia, namanya Bin Manyu. Entah berapa kali si maling ini keluar masuk bui yang di depan kebun raya itu. Selong dahulu punya kebun raya dengan pohon-pohon kenari raksasa yang biasa dipakai latihan memanjat dan meluncur oleh anggota kompi C di sebelahnya, jalan raya yang lengang tapi bersih dan mina upaya yang penuh ikan besar-besar.

Belakangan aku dengar si Bin Manyu itu di buang ke Nusa Kambangan. Entah dunia mana itu. Ke luar Selong saja aku tak pernah, paling-paling Labuhan Haji, yang waktu itu aku kira dekat Jakarta. Jadi mana aku tahu tempat yang bernama Nusa Kambangan. Yang pasti kata kakakku yang juga petualang sampi tua itu, tempat pembuangan si maling itu yang kebetulan mosot, adalah tempat yang mengerikan sekali. Aku sangat takut mendengar cerita itu.

Di dekat ruamhku, pada masa yang kemudian sekali, sesudah aku tahu apa itu pemda dan dewan serta pengadilan. Aku makin gak punya cita-cita pakai seragam, terus mondar-mandir dari rumah ke kantor ke rumah lagi, ngeri …banyak kulihat mereka akhirnya mati baik waktu masih mondar mandir atau sudah pensiun… aku melihat betapa malang manusia dalam hidupnya.

Maksduku didekat ruamahku, tiba-tiba terpampang pelang, Pengadilan Agama. Wah menarik perhatianku. Bagaiman agama sampai diadili. Yang satu pengadilan negeri, seharusnya yang diadili negara atau negeri tapi maling. Kini agama mau diadili.

Aku tertarik mendengar suara orang bertanya dengan mengulang tiap pertanyaan dua-tiga kali dengan keras. Suara orang itu tegas dan mengandung nada perihatin yang tertahan. Bahasanya Sasak tapi logatnya Jawa.

Dia adalah hakim yang akan menghuni neraka atau surga, nanti kita akan saksikan dipengadilan yang sebernarnya. Dia bertanya: “Kembex De ngendeng beseang, ibu?” Aku melihat secara bergantian hakim dan ibu muda itu. Dalam hati aku kagum akan kecantikannya, sungguh wanita malang itu pastilah pernah atau selalu disakiti hatinya. Kaget aku mendengar jawabannya, “Cinta tiang wah buex! Cintaku sudah habis!”. Pak hakim menimpali, “Bau de pikrang malik ibu? Tiang embeng side waktu seminggu nggih?”
Wanita itu menjawab, “dendek, cintan tiang wah buek! Tidak, cintaku telah habis!”..

Lelaki dungu yang jadi suaminya, diam saja, kadang senyum pahit dan mukmer tapi tak berkata apapun. Wajahnya seperti orang ngenjen, ntah apa yang akan keluar…

Hatiku pilu dan ingin kutuliskan puisi untuk mencatat peristiwa yang mengguncangkan batinku itu, tapi otakku buntu, meskipun aku ngenjen tetap saja aku tak tahu bagaimana memulai kata yang tepat.

Perceraian adalah buah dari perilaku yang kurang baik atau kebiasan buruk. Pada umumnya orang Sasak yang berdesak-desak hidupnya, karena tidak berani pergi merantau akhirnya kawin antar sesamanya, baik dalam satu keluarga besar, klan atau sesuku.

Di perkampungan padat seperti dasan-dasan di tanah Selaparang, kebanyakan penduduk masih bertalian persaudaraan satu sama lain. Hidup sperti terisolasi, maju sumpek, mundur nabrak, kekiri macet, ke kanan buntu…

Ketika berhimpitan inilah warga sering saling menyakiti, meskipun tidak pernah terpikir untuk bertidak demikian. Keperluan yang sama, keinginan yang sama, dapat di umpamakan di WC umum, apa yang terjadi kalau WC hanya dua dan ada 4 orang yang sedang mencret? Dalam keterdesakan seperti itu hilang akal, bahkan iman. Tinggallah tai yang bersi maha lela memerintah karena yang lain lain telah dilumpuhkan.

Dalam dasan sempit itu tumbuh berkembang anak-anak Sasak yang secara naluriah akan tiba saatnya kawin. Karena yang mengendalikan adalah nafsu maka akal dan iman tak pula berguna. Meski dilakukan dengan upacara adat dan agama akhirnya akan kandas juga mahligai yang coba di bangun.

Perceraian itu lambat laun terjadi karena akumulasi rasa benci yang teramat sangat. Cobalah lihat ke cermin dan bicarlah sendiri, anda akan tertawa. Tapi coba lihat pasangan anda dan angkat tangan kiri, ia akan angkat tangan kiri sebelum anda suruh. Kalau itu hanya kebetulan, sekarang tampar pipi sendiri ternyata pasangan anda juga menampar pipinya sendiri.

Mungkin itu terlalu berlebihan, tapi lihat baik-baik pasangan itu adalah serupa tapi tak sama dalam arti serupa sifatnya, serupa perilakunya, serupa kesukaannya dan serupa pengalaman hidupnya. Orang seperti itu akan saling membenci. Orang yang membeci pasangannya pada dasarnya membenci sesuatu yang merupakan bagian dari dirinya (kok serupa sih) yang kebetulan ada pada pasangannya itu. Hal –hal lain yang bukan merupakan bagian diri tidak akan berpengaruh. Saudara kembar bukan tapi sangat mirip, dan kawin, janggal sekali…

Sepasang manusia yang dilahirkan di dasan yang sama, dari keturunan yang sama, bertumbuh kembang di lingkungan yang sama akan memiliki banyak kesamaan. Peri laku buruk, penyakit bawaan dan lain-lain. “Bertebaranlah engkau dimuka bumi ini”, Firman Allah, untuk mencari rezeqi. Bukan hanya rezeqi makanan dan kebutuhan sehari- hari yang dimaksud tapi juga termasuk jodoh, agar engkau saling kenal satu sama lain karena Allah menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa dan berbeda-beda…

“Buex wah cintan tiang! Habis sudah cintaku!” Subhanallah, bagaimana mungkin perasaan cinta bisa hilang. Tembang yang rumit dapat ditulis partiturnya. Keindahan alam dapat diurai dengan puisi dan lukisan. Kesahduan dan kenikamatan cinta tak sanggup digambarkan dengan konsep yang nyata.

Apa itu cinta, telah banyak aku tanyakan kepada semua bangsa, duta besar, sutradara setingkat oscar, ratu kecantikan, menteri, penulis, jurnalis, kiyai, uskup dan banyak lagi, tak ada yang dapat dengan singkat mendefinisikannya.

Kalau ada yang Tanya, apa itu gendang belex, dengan serta merta anak kecil dapat bercerita, ringkas den jelas. Tapi cinta, belum pernah manusia berhenti menuliskan, membicarakan, menyelami dan mengejar bayangannya. Tiada yang berhasil.

Orang-orang menyangka, kemesraan adalah cinta, seks adalah cinta, kawin adalah cinta, berkeluarga adalah cinta. Bukan, bukan itu. Semua yang disebut tadi dapat musnah seketika. Sedangkan cinta tidak. Jadi makhluk apakah sebernarnya cinta itu?

Cinta adalah makhluk spiritual yang berkelompok dengan iman, akhlaq dan akidah. Astagfirullah al adhiim. Bagaimana mungkin cinta itu adalah makhluk yang berkaitan dengan hal spiritual itu.

Islam diturunkan sebagai Rahmatan lil alamin. Cinta atau kasih sayang bagi semua isi alam raya ini. Wujud cinta itu tidak ada, ia bagaikan penyakit, yang dapat dilihat dan dirasakan adalah gejalanya.

Manusia yang ditumbuhkan dalam suasana kasih sayang yang berasal dari iman atas kebenaran dan dengan akhlak yang terpuji akan membentuk menusia yang memiliki akidah yang kuat. Semua hal spiritual itu akan menggejala dalam perilaku manusia sehari-hari. Semua dimanifestasikan dalam napas kehidupan bermasyarakat.

Akidah yang kuat akan mengendalikan manusia menjaga akhlaknya tetap mulia, akhlak mulia adah counterpart atau pasangan sejati iman yang benar dan setelah itu dijamin cinta dan kasih sayang bersemi ke seantero alam semesta ini.

Ketika Cinta dan kasih sayang disemaikan oleh iman, dipupuk oleh akhlag dan direngkuh oleh akidad itulah yang disebut Rahmatan lilalamin. Tiada rasa benci, dengki, talo ati, peratean, melax, melut, mele menang mesax dan sederet keburukan lagi terhapus atau tak akan sempat muncul sama sekali.

Wallahualam bissawab,

Demikian dan maaf,
Yang ikhlas,

Hazairin R. JUNEP


Glossarium:
nenjen : mengejan
talo ate : iri
Peratean: sirik
melak : rakus
melut : malas
mele menang mesah : mau menang sendiri
seponjol : wadah nasi

Tidak ada komentar: