(Sasak.org) Selasa, 16 Desember 2008 15:51
"Tigersex tigeresex
Si gowa bandung
Sia bagex segerome
Bukaang kaji lawang
Wah masak nasix ke?".
Satu tembang kanak kanak yang dapat diumpamakan kata sandi atau password semacam sim salabim, bukakan aku pintu, lalu si Ali Baba masuk ke gudang penyimpanan harta para perampok yang penuh dengan harta karun.
Apakah orang Sasak juga seperti Ali Baba yang mengajarkan anak anak mereka password untuk mengambil harta karun? Rupanya tidak demikian karena yang disebut dalam kata sandi itu adalah masalah nasi sudah matang atau belum.
Alangkah mudah, murah dan sederhananya kehidupan sejati anak bangsa Sasak kalau mereka menjaga keseimbangan hubungan antar sesamanya. Coba carikan tempat yang seindah impian itu. Hanya berjinjit jinjit atau berjalan pelahan lahan seorang yang bisu dan kurang waraspun dapat menemukan asam dan garam bertumpuk di satu tempat. Laut dan gunung seolah menyatu digumi Sasak itu. Tak perlu jauh berjalan dan tak perlu menembus gelombang, tak perlu pula naik turun gunung apa yang diperlukan ada dalam jangkauan. Tinggal bertanya apakah sudah matang nasinya?
Di dasan kami, bebajang suka sekali nongkrong nongkrong, dan pada saat jam makan mereka bahkan tak sempat bertanya karena nasi sudah siap seponjol dengan beberox kangkung dan ikan yang lezat. Bebajang yang mendapat kemudahan, yang tinggal tengak tengok tanpa usaha berat langsung makan itu, kebanyakan jadi pepadu pemalas, mau enaknya saja, kurang bertanggung jawab dan tidak hormat kepada orang tua.
Ada kebiasaan di dasan kami yang serba sesak dan bising, semua dibikin cepat, sudah lama kesabaran menguap bersama datangnya TV kabel dan bantuan raskin serta BLT. Nyanyian kanak kanak yang dimakdukan hanya menyindir orang bisu dan terganggu jiwanya yang dapat berbuat seperti Ali Baba dengan passwordnya, malah dilaksanakan dengan sikap prajurit yang tegap dan tegas. Mereka berebut mendaftar jadi orang miskin agar dapat hidup seperti si gowa bandung itu. Diantrean panjang pelayanan pasien golongan miskin ada ibu ibu yang berbatik halus dan berhiaskan emas ditelinga, tangan dan leher. Pada saat antre mengambil BLT banyak yang datang dengan pakaian rapi meniru pegawai negeri dan bermotor kinclong.
Pepadu Lewak tiba tiba mau kawin dan sim salabim password diberikan oleh orang tuanya, " curi sendiri istrimu". Besoknya sudah ada wanita muda, hamil muda bersama si Lewak itu dan selama berbulan madu tak seharipun dia bekerja karena Keliang langsung mendaftarkan namanya sebagai warga miskin. Bagaimana tidak si Lewak ini tak bekerja begitupun istrinya. Dia ikut makan kalau orangtuanya makan, dia ikut mejan kalau orangtuanya juga mejan.
Masih ada samar samar anak anak dasan menyanyikan tembang sidiran itu, tapi baik orang tua maupun si Lewak belum pernah sempat membaca apalagi mencoba menganalisa pesan yang tersurat dan tersirat dari tembang itu. Sudah lama pula anak anak dasan tidak begitu hirau soal mengaji, sebab mereka menghabiskan 8 jam sehari menonton semua channel TV kabel Rp.10.000 perbulan yang menyajikan tanpa sensor segala rupa tontonan dari yang boleh sampai yang haram. Diantara waktu nonton itu diselipkan baca Alif Ba Ta, sekejap lalu lari lagi ke channel pilihan.
Dengan segala kekuatan dan bantuan handai tolan dari yang berpangkat sampai yang hanya pasang gaya kelimis, akhirnya si Lewak dapat pekerjaan di tempat kenalan kerabat dari kerabat dari kerabatnya. Gajinya Rp.450.000 sesaui UMR, belum lengkap seminggu dia bekerja mereka rapat resmi melibatkan semua dan pakai makan makan. Mereka sepakat bahwa si Lewak perlu motor baru untuk kerja agar lancar, meskipun jarak tempat bekerjanya hanya 500m dari dasan. Dia mendaftar ke agen sepeda motor dan tanpa BA BI BU apalagi kata sandi, motor sudah diantar sebelum mulut si Lewak berhenti mengucapkan merek motornya!. Tanpa uang muka pula.
Angsuran perbulan hanya Rp.400.000, jumlah yang ringan toh!. Tiap bulan si Lewak menandatangani slip gaji tanpa menerima sepeserpun. Sisa Rp.50.000 adalah angsuran di koperasi koperasian yang dibuat di perusahaan kecil tempat bekerjanya. Setelah seminggu bekerja tak ada bensin lagi, ikut makan orang tua makin jarang, banyakan mejan. Maka diputuskan sambilan ngojek, meskipun dijalan dasan kami jumlah pengojek melebihi jumlah penumpang. Harga ojek dibayar Rp. 1000 ke semua tujuan diwilayah dengan radius tertentu. Karena capek ngojek pekerjaan di perusahaan terganggu, tiga bulan kemudian terpaksa diberhentikan karena mengantuk terus. Motorpun di cabut setelah gagal mengangsur 4 kali. Jangan khawatir catatan pak Keliang bahwa si Lewak tak bekerja belum dikadaluwarsakan dan beras 10 kg masih diantar ke dapurnya. Saat melahirkan istrinya sakit keras tapi tak ada uang dan rumah sakit merawat sekedarnya akhirnya sang ibu lumpuh sedang bayinya menderita gizi buruk.
Orang orang di dasan, hanya saling tatap dengan kejadian yang menimpa si Lewak. Serempak mereka berkata : Be ngumbe angkunte?" artinya; " Bagaimana kita ini?". Maksud yang terkandung adalah " kita semua tak berdaya!". Setiap hari satu persatu bebajang mengulang langkah demi langkah yang dilakukan si Lewak dan setiap kali pula orang bertatap tatapan dengan ungkapan yang sama. Dasan kami punya dokter, psikolog, ekonom, arsitek, insinyur, advokat, Tuan Guru, Nyonya guru dll. Tapi mengahadapi si Lewak yang lulus S3 pun jadi mengucap: Be ngumbe angkunte?".
Wallahualambisswab
Demikian dan maaf
Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP
Kamis, 21 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar