Jumat, 22 Mei 2009

Sasak Mencari Mantan Pengecut

(Sasak.org) Rabu, 26 November 2008 12:06
Tiap hari kita bangsa Sasak tak berhenti mengeluhkan apa saja dan yang paling sering kita keluhkan dengan keras adalah soal tiadanya kejujuran di masyarakat luas. Mungkin sangat kurang ajar menganggap tidak ada kejujran sama sekali tapi saking sedikitnya yang tersisa maka mata dan perasaan tak dapat mengenalinya.

Seorang kawan dengan ketus menyalahkan kebobrokan negeri ini disebabkan oleh hilangnya kejujuran para pejabat. Saya katakan padanya bahwa kejujuran sesungguhnya tak pernah hilang, ia seperti halnya cinta, iman dan benci tetap bercokol di hati manusia yang paling dalam. Semua sifat sifat itu tidak akan muncul begitu saja tanpa adanya keberanian besar mendorongnya keluar.

Banyak preman berjaya menakuti orang yang diperas tiap hari, bahkan aparat saja diajaknya menikmati kejahatannya dengan menyetor komisi. Kelompok preman yang menguasai pengamanan ekspedisi barang antar daerah di Jawa umpanya, bekerja sangat rapi dan didukung oknum aparat. Kalau ada kejadian perampokan, kita cukup kontak kordinator setempat dengan memberi data lengkap informasi kejadian dan cirri perampok, maka dengan cepat semua barang kembali.Mereka lebih cepat dan rapi bekerjanya daripada intel manapun. Jaringan pengaman ala preman ini adalah mafia dengan sopan santun Jawa tulen. Ada unggah ungguh (tata krama) yang harus dipelihara dengan biaya mahal. Setoran bulanan rutin ditransfer ke rekening mafia itu dan pengaman lancar tanpa suatu hal. Tapi sekali transfer macet tak akan ada lagi jaminan.

Mengapa preman bisa begitu hebat di negeri ini? Karena mereka adalah manusia pemberani dan melakukan apa yang diyakini dapat menguntungkan dan menyelamatkan hidupnya. Mereka sangat berani menggoda aparat dan menaklukkan mereka lewat kelemahan ekonominya. Alangkah getirnya melihat aparat diatur preman.

Seorang pahlwan tak dikenal maju dengan bambu runcing sampai menggemparkan musuh. Setelah beratus musuh mampus ditombaknya akhirnya ia mati karena adanya penghianatan dari dalam kelompoknya sendiri. Kebranianlah yang mendorong kuat perjuangan sang pahlawan. Sedangkan penghianat itu sangat berani menjual bangsanya dengan harga murah.

Kawan yang mengomel itu mengeluhkan soal organisasinya yang tak becus memperjuangkan nasib anggotanya. Katanya disanapun tidak ada kejujuran. Saya tanyakan kepadanya apakah dia rutin membayar yuran, dia jawab tidak. Berapakah dari kita menuding kesalahan negara dan pejabat sementara kitapun tidak kurang pengecutnya dari orang yang kita tuding?. Kita tak pernah segera menunaikan tugas, misalnya dengan sukarela memungut sampah yang akan membuat selokan mampet, lalu membuangnya ketempat yang disediakan sebab kita tahu macetnya selokan dapat mengakibatkan air akan menggenangi dasan kita.

Kejujuran telah menghilang dari pandangan kita karena kitapun tak punya keberanian kuat untuk terlebih dahulu menunjukkan kejujuran itu. Dilubuk hati kita selalu ada kejujuran tapi berapa banyak kita tiba tiba jadi bisu dan menurut saja ketika ada polisi menilang kita tanpa tanda terima?. Berapa banyak anak bangsa Sasak kehilangn kambing yang melapor ke polsek lalu kehilang kerbaunya? Kejujuran itu tidak akan ada dan tak akan bisa datang menghiasi kehidupan anak bangsa Sasak tanpa adanya kebernian.

Keberanianlah yang sesungguhnya telah lama menghilang dari peradaban anak Bangsa Sasak ini. Mereka diturunkan oleh para kesatria, inax inax bangsa Sasak adalah wanita paling berani di dunia. Berapa saja wanita perkasa minggat dari gumi Sasak untuk menjadi TKW dan mati sia sia bagi yang bernasib sial, tapi banyak yang menjadi wanita perkasa yang membangun rumahnya sendiri dan menyekolahkan anak anaknya sampai berpendidikan tinggi. Tapi kemana makhluk yang namanya sang pemberani itu?

Di dasan kami kalau ada yang bilang ada tuselax maka semua orang pucat gemetaran dan tak berani keluar rumah! Apakah kiranya tuselax tidak dapat memasuki rumah lalu menari dan memeluk mereka tanpa ada yang tahu? Sangat mudah bagi tuselax berbuat begitu, tapi belum pernah ada yang demikian, jadi mengapa mereka begitu ketakutan?. Rasa takut itu adalah tumpukan perasaan tertindas yang didapat sejak lahir. Anak
Sasak sejak kecil ditakut takuti, bakex beurax, jin, selax, bebodo dan sebagainya. Sesudah besar anak sekolah menakuti adik kelasnya bahwa guru fulan adalah killer. Setelah remaja, takut pada si fulan preman berbahaya dan setelah jadi pegawai apalagi PNS harus ada rasa takut pada atasan karena mengerikan sekali kalau ajuan kenaikan pangkat tidak diproses. Ditakuti terus terusan. Sayang sungguh sayang bahwa masyarakat tidak menamkan kekuatan akidah seperti intensnya mereka menanamkan rasa takut.

Keyakinan akan kemaha kuasaan Allah atas hidup manusia dikalahkan oleh keyakinan pengaruh jahat tuselax. Keyakinan akan kemaha asih dan maha adilnya Allah dikalahkan oleh rasa takut pada preman dan atasan. Keyakinan bahwa kebenaran mengalahkan kejahatan, dikalahkan oleh keyakinan bahwa santet dapat mengahncurkan kita, sehingga kita ramai ramai berdukun ria.

Bagaimana kita akan mengharap kejujuran pada orang lain, apalagi pejabat dan masyarakat luas? Kalau keberanian mengeluarkan kejujuran dari lapisan hati terdalam tak direkayasa sejak dibuaian? Hanya kesatria yang punya kebernian maka ketika dia melihat ketidak benaran dia mengatakan tidak ada lagi waktu untuk menunggu lantas dia memberontak dan melawan, dari situlah muncul pahlawan. Pahlawan artinya manusia utama, dan manusia utamalah yang paling berani berkata dan bertindak dengan kejujuran.

Mulai sekarang bertanyalah, seberapa besar keberanianku untuk menjadi jujur? Dan lihatlah akibat sosial dari kejujuran dalam waktu dekat, kalau engkau menyembah dunia maka kau adalah pengecut yang berkhianat atas akidahmu. Kalau kau tidak takut apa apa kecuali Allah, maka akan tumbuh keberanian dan kejujuran dari hatimu yang paling dalam. Jujur adalah buah dari keberanian. Kejujuran akan menyebarkan keberanian kepada semua anak bangsa tanpa kecuali, maka mulailah jadi orang yang berani menjadi mantan pengecut.

Wallahulambissawab

Demikian dan maaf
Yang ikhlas

Hazairin R. JUNEP

Tidak ada komentar: