(Sasak.org) Selasa, 23 Desember 2008 09:40
Sejak dibukanya KS dan bahkan sejak zaman lepang halal anak bangsa Sasak terseok seok mencari bentuk diri secara budaya, bahasa, agama dan yang paling mendesak kebangsaan yang bersatu dalam arti kuat dan harmonis. Hampir setiap pemaparan soal keharmonisan kebangsaan Sasak, para penulis atau pembicara mengkritisi susahnya mengumpulkan para tokoh Sasak dan apalagi masyarakat Sasak lebih luas.
Kalau kita umpamakan menyiramkan air hujan yang selebat apapun bila jatuh ke daun keladi akan mengalir atau terciprat kesemua penjuru dan tak akan tersisa kecuali setitik disudut jantung daun. Mengapa air begitu takut mengumpul agak lebih besar? Karena pertama tama daun keladi memiliki lapisan anti air alamiah. Yang kedua bentuk daun keladi itu tak memungkinkan untuk menampung air yang curah, kekuatan daun maupun tangkai daun tidak dibangun untuk menampung volume air yang besar.
Nah, anak bangsa Sasak selama berabad abad makan dengan nikmatnya daun dan pelepah Tojang alias keladi itu, tapi tak sanggup mengambil pelajaran barang sedikit mengenai sifat tumbuhan itu agar menjadi hikmah dalam kehidupan. Mereka menikmati bebetok dengan kepiting atau ikan dengan aroma nirvana setelah itu lupa.
Pertama tama wadah berkumpullah yang menentukan berhasil tidaknya hajat menyatukan anak bangsa ini. Sesudah itu kesamaan unsur dalam hal ini minat dan karakter harus sedekat mungkin berkaitan satu sama lain. Kita suka membandingkan anak Bangsa Sasak dengan bangsa Makassar, Bugis, Minang atau Jawa tapi kita lalaikan apa saja yang membuat mereka lebih maju atau "unggul" dari pada kita sendiri.
Bangsa -bangsa pembanding itu memiliki sejarah panjang dan penyebaran bangsa diaspora yang luas dan berumur ribuan tahun. Warna warni kehidupan kebudayaan mereka lebih matang. Perekonomian mereka lebih kuat dan luas. Jumlah intelektual mereka sungguh tak dapat dibandingkan dengan beberapa gelintir anak bangsa Sasak yang masih terus malu malu dan bersembunyi.
Kendala menyatukan anak bangsa Sasak dalam perspektif kebudayaan harus dimulai dengan daya dukung ekonomi yang kuat, besar dan luas yang diusahakan sendiri oleh anak Bangsa Sasak. Ekonomi yang mapan akan menumbuh kembangkan kebudayaan yang memuliakan anak bangsa. Contohnya di Jogjakarta pernah tumbuh sangat subur seni dan budayanya pada era 1970 sampai 1995 ketika pertumbuhan ekonomi sangat tinggi berkat pariwisata yang ramai. Pada saat itu nama Jogjakarta tidak hanya hebat sebagai Kota Budaya tapi tempat tersehat dan paling terpelajar di Nusantara ini. Meskipun ekonomi amat baik kehidupan orang Jogja tetap sederhana, yang makin maju dan berubah perilakunya adalah para pendatang.
Untuk memperkuat kesatuan bangsa Sasak hendaklah mempersiapkan wadah yang kokoh dan sesuai agar tidak datang dan pergi karena masing masing merasa tempat kumpulnya terlalu licin sehingga gampang terpeleset. Yang paling bagus adalah kalau dimulai dengan mengumpulkan para peniaga Sasak yang terjun secara nasioanal kemudian peniaga lokal. Kemudian para budayawan dan pekerja seni. Mungkin kita bisa berharap mengumpulkan para Tuan Guru karena jarang sekali ada kerjasama yang erat antara mereka..
Hambatan menyatukan anak bangsa Sasak dapat disebabkan hal hal sebagai berikut :
1. Kurang bertanggung jawab
Sifat ini ditunjukkan dengan sikap menyuruh orang lain yang maju dengan kebiasaan : "Silax pelinggihde bae…" atau "ngiring…". Akar perkara ini adalah kurangnya percaya diri dan tidak adanya pengalaman dan pendidikan memadai.
2. Rasisme tersembunyi
Dikalangan anak bangsa Sasak, ada golongan yang dianggap sebagai darah biru dan darah merah. Meskipun sesungguhnya semua adalah keturunan amax Kangkoeng! Kepentingan politik dan ekonomi telah menghidupkan kembali kelompok bangsawan dan non bangsawan. Masalah ini sebenarnya sudah lama selesai di LOTIM dengan keputusan para sesepuh membuang segala macam title yang lebih sering jadi belenggu kemanusiaan itu.
3. Ketiadaan pionir
Sebuah bangsa bisa maju dan merdeka apabila ada pionir dan pahlawan yang bersedia berkorban jiwa dan raga untuk kemajuan anak bangsa. Di zaman ini memang banyak muncul orang Sasak yang ditokoh- tokohkan, dibudaya- budayawankan diintelek -itelektualkan tapi silahkan periksa dengan baik, ketokohan mereka masih jauh panggang dari api disebabkan bahwa mereka baru sekedar pandai membuat konsep dan proposal minta anggaran yang akhirnya tak kemana mana. Ada sebagian pula yang tak lelah mengikuti seminar dan rapat sampai umur habis tak tahu tujuan.
4. Hilangnya rasa memiliki
Banyak anak bangsa Sasak yang sudah hilang rasa berurat berakarnya sebagai bangsa Sasak. Buah dari lompatan tinggi peradaban dari buta huruf atau berpendidikan rendah melompat ke TV dan kini ke internet yang juga akan menguatkan budaya pemirsa. Bangsa yang tak mengenal kebudayaan sendiri tidak akan apresiatif terhadapa apapun ditanah airnya. Mereka tiba tiba merasa menjadi warga dunia sebelum sempat merasakan jadi warga negeri Sasak. Perilaku tidak merasa memiliki ini sudah merajalela disemua kalangan. Membuang sampah sembarangan. Mengabaikan penyakit masyarakat seperti penyalah gunaan alkohol dan narkoba dengan alasan urusan pribadi masing masing. Membangun rumah tak ada batas kikis pekarangan dengan tetangga dengan tembok yang menjulang. Apatis terhadap masalah tetangga seperti busung lapar,
penyakit berbahaya seperti TBC dsb. Jarang sekali pengusaha dasan merekrut anak dasan sendiri, karena mereka menganggap warganya kurang ini atau itu. Seharusnya pengusaha ini melatih mereka agar ikut dalam derap kemajuan.
5. Talo Ate
Salah satu sifat menonjol masyarakt terbelakang adalah saling talo ate atau iri hati. Talo ate ini timbul disebabkan ketidak berdayaan manusia menyesuaikan diri. Sumber utamanya adalah persoalan ekonomi yang buruk. Rasa iri hati sebetulnya sangat diperlukan kalau ada usaha memajukan ekonomi sebab orang yang iri hati ini pasti berjuang sekuat tenaga mengalahkan kompetitornya. Dalam masyarakat berekonomi lemah sering terjadi cekcok yang disebabkan masalah sepele. Masyarakatnya baik muda ataupun tua menderita minder kompleks yang akut. Dari rasa minder itu muncul sifat kekanakan disemua kalangan. Masyarakat jadi tidak dewasa menghadapi tantangan kehidupan yang makin kompleks.
Untuk mengangkat harkat martabat anak Bangsa Sasak tidak ada jalan kecuali mengulang kembali usaha membuat mereka menjadi masayarakt membaca, membaca diri sendiri dan dunia. Menyadarkan tentang eksistensi diri diantara bangsa bangsa dunia. Memajukan ekonomi dengan kekuatan talo ate sembari menanamkan rasa memiliki terhadapa nasib sesama. Salah satu kunci adalah pendidikan dasar yang baik, dasar pengetahuan agama yang cukup dan kesadaran kebangsaan yang kuat. Maju Jaya Bangsa Sasak!
Wallahualambissawab
Demikian dan maaf
Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP
Kamis, 21 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar