Jumat, 22 Mei 2009

Sasak Sepolong

(Sasak.org) Rabu, 03 Desember 2008 22:18
Saya telah kehilangan kesempatan beribu kali tapi tak akan berhenti mencari seseorang yang dapat menjawab sejuta pertanyaan yang mengerubungi pikiran saya sepanjang hari. Sudah lewat ratusan ustad tapi saya tak sempat bertanya. Banyak buku yang saya bongkar untuk sekedar mencari keterangan atas kegelisahan ini tapi lembaran lembaran itu tak sanggup mencerahkan hati saya.

Setelah para ulama mangkat barulah saya sadar bahwa seharusnya saya bertanya kepadanya saat itu. Mengapakah begitu banyak murid yang rajin mengaji tapi tak kunjung tercerahkan. Masyarakat tidak mengalami perubahan berarti baik segi spiritual maupun kesejahteraan sosial. Setidaknya menurut pengelihatan saya yang sangat subyektif ini.

Saya harus menembus rimba pemikiran para fanatik dan primitif yang berlalu lalang di pesantren pesantren, sekolah sekolah, gedung pemerintah dan universitas bahkan. Mereka pintar dan cerdas karena banyak melihat dan mengasah kecepatan berpikir. Wajah wajah yang mencerminkan pengalaman ilmiah berseliweran di dasan dasan. Tapi begitu ada kesempatan berebut dan mengamuk untuk sesuatu yang sepele seperti kursi dan jatah kapling tak segan segan wajah mereka berubah jadi beringas.

Serombongan pejabat datang ke dasan Sepolong, tidak jauh dari Labuhan Haji menengok para penderita lepra yang diasingkan sejak zaman kebibis jadi santapan. Seorang pejabat menggerutu ketika dia melihat perawat sedang membersihkan dan mengobati luka penderita lepra yang parah. Pejabat itu berkata; " Saya tak mungkin mau melakukan pekerjaan macam begitu meskipun saya dibayar dengan semua uang yang ada di BRI Selong". Perawat itu, menjawab dengan tenang dan senyum ramah:" Sayapun demikian tuan".

Siapakah orang yang dapat mengerjakan hal yang sangat mengerikan, mengorek luka dan dikelilingi wajah rapuh dan bau amis? Dia adalah orang yang datang dari dasan kecil bernama Gegurun, tak dikenal tak ada kemajuan berarti bila diukur dengan cara pandang manusia kapitalis. Dia adalah anak bangsa Sasak yang telah ditempa dengan rotan agar tidak berani berani meninggalkan Al Kitab bahkan seharipun. Dia menelan mentah mentah Asmaul Husna tanpa dia ketahui apa maknanya. Dia tak sanggup bertanya karena terlalu banyak pertanyaan. Ustad pasti menegur kalau ada santri yang sangat rewel.

Dia hanya sekolah sekedar SD untuk dapat membaca huruf latin dan sedikit bahasa Indonesia. Ketika tak ada orang yang tahan mengurus para penderita itu, dialah satu satunya, pekerja yang honornya tak dapat dipakai membeli nasi bungkus 3 kali sehari selama sebulan. Apakah gerangan yang tersembunyi dihati manusia satu ini? Kalau engkau temukan dia tolong belahlah dadanya dan ceritakan kepada semua orang. Bagaimana pelangi menyelimuti hatinya.

Pepadu itu adalah orang yang menjalankan apa yang dibaca dalam Al Qur'anul Karim, mengenai Rahman dan Rahim. Allah adalah Maha Pengasih dan Penyayang. Sang Maha Cinta Kasih adalah Allah dan Allah meliputi semua sudut relung hatinya.

Kontras sekali dengan orang yang berpakaian rapi dan wangi, melihat pengemis dijalan menjadi jijik dan tak ada kata kasihan pada sesama. Betapa banyak dari kita memperlakukan agama sebagai barang milik pribadi solah rumah atau mobil. Kita mengelus elus dan pamer harta, lalu marah kalau ada orang mengusik atau mengotorinya.

Kita abaikan ajaran didalam Kitab Suci Al Qur'an untuk saling mengasihi, memaafkan dan tolong menolong. Banyak dari kita mengamuk saat ada orang menyinggung Rasul Allah SAW. Kita meradang saat ada orang asing menghina agama kita. Padahal kemuliaan Rasul SAW dan Kemaha Agungan Allah tak berkurang satu milipun. Kita anggap Allah dan Rasul hanyalah benda milik kita yang perlu dielus dan dicuci bersih kemudian disimpan di gudang. Bahkan tidak kurang kurang banyaknya orang yang merentalkan agama sampai menjualnya eceran untuk mendapatkan uang recehan. Maka demikianlah kehidupan di dasan kami yang penuh dengan tuan guru, syeh dan ustad, semuanya tak pernah mengasah hati santrinya agar mau membersihkan luka busuk anak bangsanya sendiri.

Perawat rendah itu bekerja dengan cinta dan tak sedikitpun ada terbersit pikiran soal berapa honor yang akan didapat. Dia mengabdi dengan ketulusan Rasul Allah SAW yang selalu jadi idolanya. Sedangkan pejabat itu mengucapkan nama Rasul tiap hari tapi idolanya adalah Korun yang tengelam bersama sejuta anak kunci gudang hartanya.

Kita dapat menolak semua tugas dan kewajiban menyelamatkan orang yang menderita karena tak sesuai dengan impian kita yang materialistis. Kita dapat menolak tugas mulia seperti Si Suster Terapung karena kita berat meninggalkan apa yang disebut peradaban modern. Kita dapat saja jijik melihat anak kecil ingusan dan meraung karena busung lapar. Tapi bila hati kita telah mendapat cahaya dari Allah, maka semuanya akan terbalik. Yang jadi masalah adalah siapakah diantara kita yang mau bersusah payah menggali Rahman dan Rahim Allah SWT dari relung hati kita yang tersembunyi, ketika semua bebajang di dasan itu mengejar karir sampai ke Mars?

Wallahulam bissawab

Demikian dan maaf
Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP

Glosarium
Kebibis : binatang air seperti kumbang gajah

Tidak ada komentar: