(Sasak.org) Minggu, 02 November 2008 01:00
Pariwisata dalam pengertian saya, sederhananya adalah menyebar atau meninggikan (pari) dan menggandakan, mengembangkan (vi) jati diri (sata,satva). Demikian itu adalah tujuan mulia dari sebuah perjalanan seorang manusia dalam membangun jati dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya jumlah pelaku perjalanan diri itu, sebagai homo ekonomikus, orangpun mulai merancang strategi mencari keuntungan. Tadinya para peziarah atau petualang dapat leluasa bepergian dan tidur bahkan makan minum hampir gratis semua, mulai jadi setengah komersial dan akhirnya komersial murni.
Allah menciptakan manusia berkufu, berbangsa dan berbudaya aneka ragam dan bersamaan dengan itu karunia terbesar manusia adalah Ilmu. Dengan ilmu itu kita diwajibkan untuk membaca firmanNya agar kita mengenal diri dan alam semesta. Mengapa muslim berbondong bondong ke tanah suci Mekkah? Karena mereka terikat kontrak sejarah dan Allah memasukkan kontrak itu sebagai kewajiban no 5 bagi mereka yang mampu. Perjalanan itu adalah salah satu pariwisata tertua di dunia ini dan boleh dicatat sebagai terbesar sepanjang sejarah kita. Muslim Indonesia adalah jamaah terbanyak.
Berapa besar kekayaan berpindah ke tanah suci tiap tahun, padahal tidak ada industri besar yang mengekspor barang mahal. Yang membuat orang datang adalah keyakinan yang sangat kuat bahkan kadang lebih kuat dari kemampuan ekonomi mereka yang sebenarnya. Jamaah dari Negara Asia selatan dan Afrika banyak yang tidur di tenda tenda sederhana dengan memasak sendiri. Tak terbayang betapa sulitnya menjaga kelangsungan sebuah ibadah penting dalam keterbatasan fasilitas seperti mereka dapat usahakan. Tapi kalau soal mabrur dan tidaknya itu urusan Allah.
Pariwisata modern, sama sekali terlepas dari hal hal yang kita bicarakan diatas. Meskipun pada dasaranya setiap perjalanan baik berlatar agamis atau hedonis akan mengahsilkan kebahagiaan bathin. Setiap manusia sunnatullah ingin bepergian, jarang ada orang yang terus bersembunyi di rumah atau kampungnya. Negara berekonomi pesat menjadi pionir dalam hal pariwisata hedonis. Mereka dapat membayar biaya mahal untuk dapat memenuhi hasrat petualangannya dan keingintahuannya akan dunia lain. Perbedaan alam dan budaya adalah faktor utama yang menarik minat mereka dan baru kemudian hal hal lain seperti berjudi, beristirahat dan lain sebagainya.
Diawal berkembangnya pariwisata Lombok, sedikit turis yang datang tetapi umumnya mereka adalah intelektual dan orang kaya. Tahun 1980an sebagai relawan, saya banyak bertemu dan berdiskusi dengan pakar pakar antropologi, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Mereka adalah orang berpengaruh dibidangnya dan salah satu orang yang saya temui itu adalah Prof. Robert Apter dari UCLA yang kepadanya saya berjanji untuk datang ke kampusnya dalam 6 bulan. Ternyata benar kami satu pesawat dari Singapura ke San Fransisco dan benar benar saya masuk kampusnya meskipun dia tidak tahu itu. .Kemudian Gunter Spitzing, dari Jerman adalah pemerhati Indonesia, kami berdiskusi panjang lebar, saat itu dia baru saja membuka Indonesische Seminar di Hamburg, belum becus berbahasa Indonesia. Kini bukunya menyebar bahkan bahasa Bali ditulisnya pula.
Lombok sebagai negeri yang sangat kaya akan SDA untuk pariwisata modern, selalu berada dalam sepuluh besar dalam Daftar Tujuan Wisata Indonesia. Diantara yang sepuluh itu Bali kemudian Jogjakrta berturut turut menduduki peringkat 1 dan 2. Bali memiliki alam yang kurang indahnya dibanding dengan Lombok. Jogjakarta jauh lebih minim lagi. Yang membuat mereka terus menduduki peringkat atas pertama tama adalah SDM yang memadai. Jogjakarta memiliki SDM yang melimpah meskipun saya pribadi melihat kebobrokan dimana mana tapi pariwisata mereka cukup menjanjikan, terutama domestik. Bali telah dikenal sejak tahun 1930 an. Saya tinggal di Bali beberapa bulan di tahun 1978 dan keadaannya sangat minim fasilitas, tapi saat itu pembangunan infrastruktur mulai tumbuh dan akhir tahun 1980an mereka panen wisatawan sampai sekarang.
Membangun pariwisata Lombok tidak susah, karena tanpa diapa apakan saja sudah indah dan menarik minat pengunjung. Yang pertama adalah fasilitas dan infrastruktur harus dibereskan. Jalan baik dengan rambu yang jelas dan lalu lintas yang tertib. Hotel dari kelas penginapan ramai ramai satu kamar sampai bintang 5 plus plus. Hotel atau losmen terendah sekalipun harus bersih dan aman dan terjaga higinisnya.
Warung sampai restoran mahal sama amannya dari segi kesehatan dan keindahan. Transport dari yang termurah sampai termahal juga memberi kenyamanan dan keamanan. Tentu masalah haraga adalah soal berapa banyak fasilitas yang diinginkan, tapi tidak berarti harga murah lantas orang jadi tidak aman dan nyaman. Singkatnya datang ke Lombok haruslah menemukan rasa aman dan nyaman.
Ada satu hal yang sering diabaikan oleh pemerintah terutama dan para stakeholder pariwisata di Indonesia. SDM yang direkrut kebanyakn seadanya. Sopir dan kondektur, kurang dipersiapkan, mental spiritualnya sehingga akhlak mereka rata rata bobrok, belum lagi soal komunikasi. Para karyawan hotel dan rstoran banyak yang kurang bersemangat dan tidak kompeten. Pegawai travel agent yang direkrut secara KKN serta pemandu wisata yang bekerja seperti robot. Lebih parah lagi pegawai dan pejabat di Lingkungan Depbudpar sangat tidak mengusai masalah. Sudah pergi studi banding kemana mana bahkan samapi luar negeri, tetap saja tak menambah kemajuan.
Kesiapan SDM di Lombok mutlak harus diusahakan sekarang juga. Jangan sampai mendatangkan SDM dari Jawa dan Bali. Akademi bahasa dan pariwisata, dengan jurusan multi bahasa dan keterampilan multi di bidang restoran; tiketing, kepemanduan, kerajinan dsb segera di buka di Lombok Tengah, agar dekat dari semua wilayah Lombok. Bagi masyarakat luas harus disediakan lembaga pendidikan khusus yang tak mensyaratkan ijazah dan lama waktu belajar, semacam Akademi Sasak yang bertanggung jawab mengembangkan pendidikan dan kebudayaan berkelanjutan.
Pemandu wisata sebagai bagian terpenting dari bisnis pariwisata harus mendapat perhatian utama dalam pendidikandan pembekalan profesi. Tahun 1983 saya banyak tawaran untuk memandu wisatawan asing, saya sudah polyglot tapi saya tidak ingin terjun bebas ke dunia yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Waktu itu pemandu wisata atau guide banyak yang akhlaknya rusak dan berstatus liar. Saking banyaknya guide liar, rusaklah nama profesi yang satu ini. Setelah 10 tahun mempelajari keadaan saya secara resmi melibatkan diri, berkat kawan saya yang hebat, Si MOSOT, yang menerangkan secara detail perihal profesi itu di lapangan.
Saya merintis profesionalisme diantara para pekerja yang semata mencari keuntungan cepat. Perjuangan saya memprofesionalkan diri menyebabkan banyak pintu tertutup. Tetapi amax saya bilang, jangan takut masih banyak pintu lain yang terbuka. Dan benar setelah saya memperoleh piagam dari Menparsenibud saya makin berjaya dengan menentukan tarif sendiri. Sampai detik ini, saya tidak kekurangan pekerjaan malah harus menolak demi kesehatan dan menjaga agar saya dapat berbuat meskipun hanya sekecil debu untuk kemanusiaan dan perdamaian dan khususon untuk KS ini.
Apa gunanya kita berwisata, datang ke suatu tempat dan bengong seperti melihat gambar? Distulah diperlukan seseorang yang dapat dengan rinci menerangkan hal ikhwal tempat yang kita kunjungi. Taj Mahal atau Borobudur tak akan berarti apa apa kalau hanya menyangkut statistik. Semua data ada dibuku pelajaran SD. Tapi seorang pemandu wisata yang handal dapat menghidupkan sepotong batu kecil yang teronggok di sudut bangunan.
Tantanngan terbesar pariwisata Lombok adalah membangun profesionalisme SDMnya. Profesionalisme dapat berkembang apabila ada factor pendukung sperti minat yang tinggi, pendidikan , pengalaman, kompetensi, penghasilan yang sesuai. Di bidang apapun orang bekerja apabila faktor faktor tersebut kurang atau bahkan tidak ada maka profesinalisme tidak akan muncul. Akibatnya pekerjaan dan bisnis akan stagnan.
Berhasil tidaknya pariwisata Lombok kembali kepada usaha masyarakat luas terutama pemerintah dan stakeholder (pemangku kepentingan) bidang pariwisata ini. Mari kita bulatkan tekad untuk bekerja kerasa demi kemakmuran diri, keluarga, tetangga, warga dasan, dan masyarakat gumi Sasak keseluruhan.
Semoga pariwisata dapat segera mengangkat harkat martabat bangsa Sasak yang sering terpuruk oleh gizi buruk dan kemiskinan yang dibuat absolut oleh para pemimpinnya.
Amiiin.
Wallauhalam bissawab
Demikian dan maaf
Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP
Sabtu, 23 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar